Beberapa kesalahan dalam mendidik anak

Aha..haa.., kayak yg udah pengalaman ajah nih yeee. Ehm..ehm.., enggak lah! Belum pengalaman koq.
Jadi begini loh, critanya. Suatu hari, di subuh yang sahdu (cieee, koq jadi puitis begini yah??), di sebuah mesjid yang tak begitu megah, ada kuliah subuh. Semacam kultum begitu. Nah, tema yang diangkatkan kali ini bagiku saaaangaaaaaaat menarik, karena memang kenyataan yang sering dijumpai di lapangan. Tentang apa hayyo?? Yap! Tepat sekali, KESALAHAN DALAM MENDIDIK ANAK! Secara, diriku suka sekali mengamati anak-anak, tentulah tema ni menjadi snagat menarik bagiku.

Karena menarik itulah, akhirnya aku juga tertarik untuk menuliskannya di sini.
Beberapa kesalahan dalam mendidik anak.
1. Orang tua sering menuntut anak untuk melakukan suatu perintah tanpa menjelaskan alasannya.
Misalnya : cepat pakai bajumu! Jangan ganggu adikmu! Bikin PR kamu itu segera! Ganti bajumu! Bagun! Cepat mandi! Cepat tidur! Jangan main di sana! Dan sederet kalimat perintah lainnya! Hal yang seharusnya dilakukan adalah memberikan pemahaman dan alasan mengapa ia harus melakukan hal tersebut. Apa sebabnya, apa akibatnya.
Kenapa? Karena anak kecil, umumnya memiliki pengalaman yang terbatas. Mereka ga bisa mikir kalo larangan dan perintah yg kita berikan itu sebenarnya buat kebaikan si anak juga. Makanya, kita mestilah kasi pemahaman ke dia. Gimana sih baiknya. Gituuuh…

2. Kaku dalam menetapkan aturan bagi anak. Seorang anak yg dibesarkan di ranah otoriter yang kaku akan merasa putus asa, apalagi di saat orang tua gak pernah peduli dengan usaha terbaik yang ditunjukkannya pada orang tua. Ia jadi ngerasa berada dibawah tekanan, sehingga mempengaruhi masa depannya.

3. Tidak menyikapi kesalahan anak dengan penuh kesabaran
Hal yg penting yg harus dipahami oleh seorang pendidik adalah pengendalian emosi dan kesabaran, karena standar nilai dalam dunia anak jauh berbeda dengan dunia dewasa. So, ortu mesti membimbing anak-anak tuk bisa mendekati standar nilai yg baik. Trus, yg namanya dunia anak-anaka yaa dunia dengan penuh kesalahan karena mereka sedang mengeksplorasi semua yang ada di sekeliling mereka. Mereka blum bisa ngebedain mana yg benar dan mana yg salah, makanya arahan ortu ntu perlu banget.
Apa contoh?
Missal begini, “Baduuuuuuuuuu, jangan main laptop, nanti kamu merusaknya!!!”(uwiiih, hi tech banget nih yaa? Hehehe) si Badu langung ngelakuin pembelaan diri, “Gak kok mama, Badu ga bakal ngerusakin laptopnya koq!” mamanya langsung nyolot, “Mana pulak gak rusak. Kemaren aja kamu menghilangkan program ini, program tub bla..bla… lihat saja, sebentar lagi, kamu pasti ngerusakin tuh laptop!!” si Badu jadi bĂȘte, “ih, mama ni, aku bisa koq!!”. Gak lama berselang, ternyata tu lapotop emang rusak, si mama langsung bilang, “Tuuuuuuuh kaaaaaaaan!! Apa mama bilang! Jadi rusak tuh!!!!!”
Dalam contoh di atas, meski sebenarnya si ibu gak maksud apa-apa kecuali memperingatkan anaknya, tapi tetep aja sang ibu sesungguhnya belum bisa mngendalikan emosinya. Apa bukti? Di sana ada kalimat yg seolah-olah meremehkan sang anak,” Mana pulak gak rusak. Kemaren aja kamu menghilangkan program ini, program tub bla..bla… lihat saja, sebentar lagi, kamu pasti ngerusakin tuh laptop!!”, kalimat ini secara tak langsung meremehkan kemampuan anaknya. Ucapan tsb belum mampu mendorong anak utk berprilaku benar. Sikap matang dalam menanggapi, merespon kesalahan anak dengan kesabaran, dan emosi yg terkendali mampu membentuk kepribadian anak biar lebih baik.

4. Ga’ berusaha utk memahami, atas motivasi apa siih, anaknya ngelakuin kesealahan.
Yg pasti setiap anak gak terlahir dalam kedaan paham akan segala sesuatu. Ada banyak alas an sebenranya. Bisa jadi karena ia penasaran dan pnya rasa ingin tahu yg tinggi ataupun karena pengen dapet perhatian, jadi, dy neglakuin kesalahan. Atau bisa jadi, --na’udzubillah— TIDAK adanya kecendrungan dari ortu untuk menerima kekurangan dan kelebihan anak apa adanya. Anak yang dituntut sellau sempurna sehingga yang ada hanyalah kritikan-kritkan saja terhadap anak.

Bisa jadi juga ortu ga bisa memenuhi kebutuhan psikis sang anak. Bak itu kebutuhan fisik, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan kaih saying, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan aktualisasi diri.(yeee, ini kan piramida tingkat kebuthan menurut maslow. Pada tahu kan??)

5. Kesalahan yg juga sering dilakuin adalah, ortu seing kali obral janji. “Nak, kalau kamu dapet juara satu, mama belikan sepeda yah.” Eh, gak taunya, pas sang anak udah dapet juara, hadiahnya kagak datang2. Jadinya apa? Anak kagak percaya lagi sama ortu. Ini akan jadi pengalaman buruk baginya nanti.

6. Ngasi hukuman justru waktu anak neglakuin kebaikan.
Lha, apa maksud? Hmm…begini, missal lagi nih, si Badu bangun tidur, dan terselip niat di hatinya, “ahhh.., hari ini mau bantu mama ah. Mau beresin kamar tidur sendiri.” (biasanya diberesin sama mama). Trus, pas udah selese, si Badu ngelapor, “Mama..mama…, tengok, Badu udah beresin tempat tidur looooh.”
Bukannya menghargai, sang mama malah bilang, “Kamu ini!!! Seharusnya bangun tidur itu gosok gigi dulu, cuci muka dulu!!! Bla..blaa…”
Ini secara tak langsung “membunuh karakter” anak. Apa salahnya sih, diapresiasi dulu???

7. Ga’ ngasi hukuman waktu anak berbuat salah. Nah, sebaliknya, waktu anak salah, mbo ya dikasi hukuman lah yaaa. Kalo’ gak, mana mungkin dia bisa sadar dengan kesalahannya. Asalkan caranya wajar dan mendidik! Yaaah,, seperti yg udah dibilang juga di poin 3.
Inagt-ingatlah, HATI-HATI DENGAN HUKUMAN FISIK PADA ANAK!!
Jadikan hukuman fisik sebagai hukuman terakhir. Hukuman fisik jgn dilakukan ketika ortu dalam keadaan marah. Berikan fase hukumannya , dari yg paling ringan hingga berat. Tidak memukul wajah dan kepala. Jangan memukul anak hingga umurnya 10 tahun. Bila itu kesalahan pertama anak, hendaknya ia diberikan kesempatan untuk sekedar mengakui dan meminta maaf atas kealahannya. Pemberian hukuman jangan diwakilkan kepada saudaranya, karena akan menimbulkan kebencian anak kepada kakaknya/saudaranya. Trus, berlaku adil dalam memberikan hukuman.

HAL YANG HARUS DIHINDARI DALAM HAL MENGHUKUM ANAK ADALAH : menghukum satu anak yg melakukan kesalahan dan membiarkan yg lainnya. Minimpakan hukuman pada anak yg tidak bersalah. Menghukum kesalahan yang dilakukan anak dengan tidak sengaja. Menghukum anak yang melakukan kesalahan yang mana kesalahan itu sudah menyebabkan anak terluka secara fisik. Tidak meringankan hukuman anak ketika ia mengakui kesalahannya. Menjadikan hukuman sebagai suatu sarana untuk berinteraksi dengan kesalahan anak.

8. Membandingkan anak dengan kakak-kakaknya tau orang lain. Uwwihh, ini lama banget membekasnya nih. Dia ngerasa down tentunya. Padahal, kan kemampuan anak gak sama! Makanya, jangan sekali-kali membandingkan anak dengan kakanya atau temannya.

9. Ortunya kontradiktif.
Missal nih yaaa,
Ortu bilang ke anak, “Nak, kita harus jujur kepada sesama yah…”
Sang anak pun mulai menanamkan dalam hatinya, bahwa kita harus jujur. Nah, suatu kali ada seorang tamu datang. Sang ortu langsung sembunyi, sambil bilang ke anak, “Badu, ntar bilang ya, mama lagi gak di rumah!”
Nah lho????
tadi katanya harus jujur???

10. Menghina, meremehkan dan membeda-bedakan dalam berinteraksi dengan anak. Wuihhh, ni parah loh akibatnya. Misalnya, ortu bilang, “kamu ini koq bodoh sekali. Masa’ ini aja ga’ dapat. Kamu ini kok pemalas sekali! Dasar, OON!”. Udah gitu, kluar lagi bahasa kebun binatangnya,…
“kamu itu……a*j*ng, m*ny*t,..” dan bahasa sejenis.
Nah, lama-lama, pernyataan itu akan tertanam pada jiwa sang anak, sehingga ia memang merasa dirinya bodoh alias OON.
Atau kata-kata, semacam :
“Kamu lebih jelek dari yg mama kira. Kamu Emang gak punya kemampuan apa-apa!”
“malu mama bawa kamu! Lebih baik gak usah mngakui aja kalau kamu itu anak mama!”
“kamu egois!”
“mama gak mau seorangpun tau kalau kamu itu anak mama!”
“kenapa kamu gak sepintar saudaramu, heh?”
“halaaah, itu ide kolot!”
“kamu itu idiot, tauk!”
“mama gak pernah bangga punya anak seperti kamu!”
Sungguh, kata-kata itu seperti bom waktu yang siap meledak suatu saat. Secara tak langsung, kata2 itu berarti tidak mengakuinya sebagai individu selayaknya!

Dan masih buuuuaaaaaanyaaaaaaaak lagi! Terlalu panjang untuk dituliskan. (ini aja udah segini panjangnya). Sing penting, kita semua sama-sama evaluasi, untuk kebaikan di masa mendatang. Sangat banyak kenakalan remaja disebabkan oleh orang tuanya sendiri yang tak paham bagaimana cara mendidik anak yg baik. Sehingga out put yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Meskipun inputnya bagus (berasal dari bibit unggul), kalau prossesingnya kacau, tetap saja hasilnya tidak baik.
(halaaaaaaaaaah, koq sok tau banget yah, diriku. Ehm..ga’ koq. Ini hanya mengutip pernyataan seorang sarjana psikologi)

Maka, aku sepakat sekali bahwasannya yang perlu dibenahi terlebih dahulu itu, yaaa..orang tuanya! Sekolah pertamanya! Madrasatul’ulaaa nya. Ibu, juga ayah! Bukan sepenuhnya tanggungjawab perempuan tentu saja.

Sungguh, peradaban di masa mendatang, ada di tangan mereka. Pada Seperti apakah kita mempersiapkan generasi Rabbani itu. Merekalah calon pemimpin bangsa ini kelak. Maka, ditangan kitalah kunci semua itu. Memberikan pendidikan Qur’ani dan tentu saja dengan harta yang halal lagi berkah. (ingat kisah ayahnya Imam Syafe’i yg berusaha untuk mencari siapa pemilik apel hanyut yang ia makan bukan? Sosok seperti apakah yang lahir kemudian? Sosok luar biasa sekaliber imam syafe’i, bukan?)



homeSWEEThome, 3 Syawal 1430 H.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked