Gempa!!! Gempa!!! Gempa!!! Innalillah…

Sungguh, tak dapat kudefinisikan, warna rasa apa yang berkecamuk di hatiku saat ini. Antara sedih, cemas, trauma, iba, prihatin. Semuanya menyatu dalam sebuah rasa yang tak bernama. Sungguh, tak kusangka, akan seperti ini pada akhirnya.

Sore yang naas. Saat itu, kami tengah duduk di ruang bersama-sama sambil mengupas wortel dan memotong bunga kol. Sebagian ada yang membersihkan toge. Rencananya kami akan memasak soup buat makan malam dan salah satu di antara kami berniat membuat bakwan. Dan yang lain sedang khusyu’ dengan diktat bahasa jepangnya. Maklum, baru hari-hari pertama kuliah. Jadi, belum terlalu padat. Makanya semua pada ngumpul di wisma, kcuali yang kebetulan sedang silaturrahim ke wisma lain.

Aku masih sangat ingat, jam 17.17 aku melirik jam di HP, sebelum kemudian mengambil pisau, untuk memotong2 wortel. Hanya sejenak saja setelahnya, guncangan hebat itu berasa. Panik! Aku segera mengambil mukenah yang tergeletak di kasur (jilbab entah dimana, ga ketemu). Detik2 pertama gempa aku masih saja berdiri di depan pintu. Lalu, ketika goncangan itu semakin kuat, kami memutuskan untuk keluar lewat pintu blakang (yg artinya harus menuruni tangga yg hampir roboh). Kami lupa, ada pintu depan yang bisa dilewati tanpa harus menuruni tangga. Untung sebagian kami masih ‘berpakaian lengkap’ (masih pake kaos kaki & jilbab). Sebagian lain yg kasihan, karena udah ganti baju dengan baju rumahan.

Laa haula wa laa quwwata illa billah…
Sungguh, seumur hidupku, untuk pertama kalinya merasakan goncangan yang dahsyat seperti itu. Cukup lama. (mungkin gak nyampe 1 menit, tapi, waktu berjalan seperti sangat perlahan sekali…, rasanya sangaaaaat lama). Aku melihat batu2 yang ukurannya sangat besar saja berguling saking kuatnya.

Setelah goncangan reda, kami kembali masuk ke dalam rumah. Alhamdulillah, bangunannya cukup kuat, jadi tidak rusak parah seperti rumah-rumah lainnya. Buku-buku berserakan, lemari bergeser. Alhamdulillah, api kompor sebelumnya sudah dikecilkan. Listrik langsung padam dan singnal HP langsung hilang. Panik!

Huff…
Gemetaran….
Naas…

Dan, innalillah…tak disangka ternyata kota Padang begitu parah. Begitu luluh lantaknya. Sebagian besar memang yang parahnya, tidak semua. Kampus, sekolah, rumah ibadah. Rumah-rumah, pertokoan, hotel, showroom mobil. Tapi, kemudian, aku baru menyadari, ternyata, PEMBERITAAN MEDIA, MEMBUAT BEGITU BANYAK ORANG PANIK. (sebagian, malah membahasakan “pemberitaan TV itu lebay banget!”), Ini terlepas dari jasa dan peran media yang begitu besar dalam menyebarkan informasi mengenai bencana ini sehingga bantuan dari berbagai pihak pun dapat tersalurkan. Untuk ini, kita mungkin perlu berterima kasih pada media.
Tapi di sisi lain, ada pula dampaknya.
Masalahnya begini, ketika Jaringan komunikasi terputus, signal ponsel tidak ada, para orang tua dan kerabat yang anak atau familinya kebetulan sekolah/kuliah/berdomisili di Padang menjadi sangat cemas dan panik. Karena, pemberitaan di media, mengatakan Padang begitu luluh lantak. Pas dihubungi, gak aktif-aktif. Tentu saja para orang tua/kerabat akan khawatir sangat. “Siapa yg menjamin coba, dari ratusan korban itu, salah satunya anak mereka?”.

Di Pasar Baru, di Kampus2, dipenuhi oleh orang tua yang mencari anaknya. Gak hanya di seantero Sumatera Barat (pasaman, payakumbuh, sosok, padang panjang, bukitinggi,sijunjung) yang berdatangan. Tapi, para orang tua yang berasal dari Sumatera Utara, Jambi, dan Riau juga pada ke Padang, mencari anak-anak mereka. Banyak yang kehilangan.

Kejadian-kejadian yang terjadi sungguh luar biasa. Kepanikan-kepanikan memang membuat NOL inteligensi. Inteligensi mendadak ilang sehingga tidak dapat berpikir normal. Kejadian di SPR (sentral pasar raya) contohnya. Kepanikan membuat orang-orang hanya menuju satu pintu keluar saja, padahal ada beberapa pintu keluar lainnya. Sementara, balok-balok dan beton berjatuhan. Dan, karena paniknya, salah seorang tanpa pikir panjang (baca: inteligensi NOL), malah memilih untuk melompat dari lantai 2 hingga kemudian (innalillah) tewas nyampe di bawah.

Kejadian naas lainnya. Salah satu penjual tepung di Pasar Raya, yang panik dan berlarian ke luar. Ketika berlari, salah satu balok menimpa pinggang beliau. Beliau berteriak minta tolong. Tapi, apatah daya. Orang-orang tentu tidak terpikirkan lagi akan menolong orang lain karena panik, dan hanya ingin menyelamatkan diri sendiri saja. Diri sendiri bisa selamat saja sudah Alhamdulillah banget. Dan setelah itu, api langsung membesar. Tinggallah sang Ibu naas bersama api. Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Dan yang pasti, bukan ibu itu saja yang terperangkap di sana. Masih banyak yang lain yg waktu aku sempat ke Pasar Raya setelah kejadian belum dievakuasi karena keterbatasan alat dan tenaga. Bahkan, hari kedua setelah kejadian, api masih menyala di sana.

Ada lagi kisah lain , tetangga wisma kami, mahasiswi FArmasi Prayoga yang tengah pratikum di lantai 3 waktu kejadian itu. Sementara lantai 4 nya saja sudah nyaris lenyap, apalagi lantai 3,2, dan 1. Sudah dua hari dua malam keluarganya menunggu proses evakuasi, tapi, sang putri belum ketemu. Ada juga yang satu kosnya kebetulan sore itu pergi jalan-jalan ke plaza Andalas. Dan, sampai saat ini, juga belum balik-balik. Ibu-ibu yang anaknya sedang bimbel di GAMA (tempat bimbelku waktu sebelum SPMB 2005 dulu) yang anaknya belum ketemu. Innalillahi wa inna ilaihi rooji’un. Buku-buku dan kertas berkop Bimbingan belajar GAMA berserakan di tumpukan beton, dan besi-besi, kursi-kursi yang reyot. Baju-baju anak-anak.

Belum lagi, desa yang tertimbuhan dan puluhan jiwa yang masih belum bisa diselamatkan yang masih tertimbun dalam reruntuhan gedung. Sedih. Pilu. Duka.

Masih banyak lagi kisah pilu lainnya yang takkan mungkin terangkum dalam tulisan ini. Aku hanya ingin sedikit berbagi kesedihan dengan semua orang. Itu saja. Karena, Terkadang, spirit moral dan semangat itu jauh lebih penting. =)

Hari-hari pasca gempa, Padang serasa “terisolir”. Listrik padam. Kalau mau mengecas ponsel atau lampu emergency, harus antre panjang di mesjid2. Sinyal HP gak ada(kecuali fleksi dan 3). Udah gitu, kartu perdana 3 dan fleksi, benar-benar habis di counter2. Wartel tutup semua. Air bersih sulit didapatkan. (beruntung ada sumur ibu tetangga yg dengan rela hati membolehkan kami menggunakan airnya). Nah, yang lain gimana? Para ibu-ibu banyak yang mencuci di sungai (kayak jaman2 dulu). Berita TV gak ada. Kalau mau nonton, yaa silahkan ke mesjid atau ke simpang2 yg kebetulan memutar siaran TV di sana. Harga kebutuhan pokok benar-benar melambung karena langka dan hanya sedikit yg bisa buka. Sebagian besar banyak yg rusak. Harga BBM melambung, hingga 15-20rb/liter. Jalan tidak aksesibel dan macet. Tidak tau deeh, apakah semua infrastuktur yang ada di kota ini bisa baik dalam waktu cepat. Sepertinya akan lama pulihnya. Angkutan umum ke berbagai daerah jadi rebutan. Bahkan, lebih rame dari arus mudik. Aku, ketika hendak pulkam, dua hari pasca gempa, harus berebutan dengan penumpang lain. Udah gitu, ongkosnya naik!!

Kampusku juga rusak berat. Labor-labor bahkan sudah bocor dari lantai tiga ke lantai satu. Alat-alat labor yang mahal pada rusak dan berjatuhan (duuh.., padahal untuk membelinya kan susah. Mahal2 smua). Gedung-gedung semakin menganga lebar. Sepertinya beresiko sekali jika digunakan saat ini. Jurusanku, di depannya ambruk. Yang paling kasihan adalah teman-teman yang sedang penelitian. Lebih kasihan lagi kalau udah hampir finishing, ternyata rusak semua gara-gara gempa. Kan terpaksa ngulang dari awal lagi. Salah satu temanku bilang, “huhu…., gak jadi wisuda desember…”. Mushalla ukhuwwah tercinta juga rusak, tempat wudhu’nya tidak bisa dipakai lagi. Roboh.

Aktivitas kuliah ga bisa jalan. Bahkan, di radio, Pak Wali Kota bilang “aktivias pendidikan ditiadakan 1 bulan”. Tapi, kalau mahasiswa unand, kata ayah rektor, mulainya insya Allah tanggal 12-oktober-09.

Fiuff…Musibah, sesalu saja meninggalkan duka. Sebagai ujian, peringatan, dan bahkan azab Allah. Perlu instrospeksi diri dan mengingat-ingat, apa-apa saja yang telah diperbuat.

“ Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Al Baqarah :155-157)




homeSWEEThome, Syawal 1430 H

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked