The Homeopathy of My Life

Hmm...
"Badai" ujian tertulis berlalu sudah...
Tinggallah episode-episode membuat tugas yang menumpuk begitu banyak...dahsyat...dan memaksa begadang!
Dan episode "dahsyat!" yang bernama : SIDANG! (halaaah, lebay deh! Gak segitunya kaleeee!)
dan skarang sudah H-10!

Di sela-sela kesibukkan (sok sibuk!) basitungkin dengan para tugas itu, akhirnya, aku bermenung sendiri (ha? "malangang se mah diak!" kata senior HORMAT 2005 dulunya. hihii), teringat salah satu bahan ujianku di mata kuliah "HERBAL MEDICINE" bab Homeopathy.
Ng...sesungguhnya, aku awalnya tidak percaya eih...maksudnya tak begitu percaya dengan pengobatan Homeopathy. aih, masak siih, untuk pengobatan suatu penyakit, adalah sesuatu yang mirip dengan penyakit itu sendiri? Dan, masak siih, semakin diencerkan konsentrasi suatu obat, makin berkhasiat dia? Bukankah, khasiat itu berbanding lurus dengan kadar?

Tapii, sebatas memenuhi ujian yang mana prinsip homeopathy yang the Law : Cure Likes Cure dan The Law : Dilutes ituu.. (redaksional nya berbezza) yah kuhapalkan saja, meski kurang sepakat dengan maksudnya.

Tapiiii, pada akhirnya, aku menyadari bahwa ternyata PRINSIP HOMEPATHY ini berlaku bagi hati! Sangat berlaku! Masya Allah..., analogi yang benar-benar pas.
Dan, ini menjadi Homeopathy of my life!

Dan, inipun memenuhi prinsip homeopathy yang ketiga : pengobatan sifatnya individualis!

Untuk seseorang yang telah menjadi plajaran tentang Homeopathy ini bagiku, sesungguhnya aku perlu berterima kasih. sangat berterima kasih. Sesuatu yang tentu tak ia sadari. Bahkan akupun terlambat menyadari!
(Mungkin, seseorang itu, tak membaca tulisan ini, tapi, sungguh, darinya aku sudah belajar begitu banyak hal!)
Meski, yang namanya terjatuh dan patah itu pasti sakit, tapi, tak sesakit ketika terhempas dari awan! tak sesakit itu.
Dan aku bertekad, jatuh kali ini (dan begitu banyak kali-kali sebelumnya) akan menjadi satu titik loncatan!
Aku ingin meloncat lebih tinggi!
Aku ingin terbang lebih jauh!

Aku tak ingin semuanya membuatku mengalami saturasi ataupun tersedimentasi!
Tapi, aku ingin ia menjadi katalisator atas reaktan-reaktan itu agar terbentuk produk yang luar biasa!

Belajar menepuk angin, begitu ustadz Anis Matta membahasakan dalam Serial Cinta-nya.
Yah, belajar menepuk angin, agar suatu saat menjadi buffer ketika harus ada sebuah kata "Kecewa". Meski sebenarnya tidak perlu pula "kecewa" karena, apapun yang terjadi, setelah ikhtiar dan munajah, ia adalah YANG TERBAIK!

Tidak!
Aku tak ingin menangis lagi, untuk sesuatu yang tak kutahu apa definisinya!
Karena ia semestinya tak perlu pamrih! Ia hanyalah kekuatan memberi tanpa mesti meminta kembali!

Trima kasih untuk seseorang itu...
Atas sesuatu yang tak perlu didefinisi, melainkan, hanya dirasa saja! Tak perlu dipahami, hanya dirasa saja!
Dengannya, aku telah belajar mengenai arti tangis, senyum, dan tawa, bahagia dan kecewa! semuanya!
Aku ingin menyudahinya dengan manis, karena memang tak ada alasan kecewa atas segala keputusan-Nya!

Meski semua belum berakhir, meski belum ada batas merah itu,
Tapi, aku sungguh tak ingin menggantungkan harapan pada makhluk! Makhluk yang juga dhaif, sama sepertiku!

Selamat datang episode baru!
Fillah...
Lillah...

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked