Menuju Terminasi Kehidupan

Sudah lama tak mengupdet blog. Hemm.... Masih saja sama alasannya, (soksok) sibuk. Dan juga masih saja sama ceritanya. Tak jauh-jauh dari rumah sakit. Hee...

Minggu ini praktik klinik ke farmasian was started again. Ini jilid duanya, setelah sebelumnya di rumah sakit kanker nasional di kawasan Slipi (perbatasan dengan Grogol <-- haha ndak penting amat disebutin!). Sebenarnya sangat menyenangkan, tapi.... juga sangat melelahkan. Pagi-pagi, ketika matahari belum menunjukkan batang hidungnya (memangnya matahari ada hidung? hihihi) sudah harus berangkat, dan pulang-pulangnya, ketika matahari sudah terlelap (he?? maksudnya, ketika bintang sudah bersinar, jika hujan tak turun. Hehehe....). Ya, begitulah rutinitas yang harus dijalani. Jadi, harus survive! Jangan lupa, luruskan niat! Dan jangan lupa makan. Hehehe...

Minggu ini aku kebagian HCU (High Care Unit) di mana, pasien yang berada di dalamnya adalah pasien dengan GCS (glascow comma scale) dibawah 5, kesadaran Sopour coma, dan dengan alat bantu ventilator, satu set infus pump dan seperangkat monitor yang menggambarkan denyut jantung pasien dengan elektrokardiograph, monitoring blood pressure dan kadar pCO2 dan O2 pasien. (Hadeuuuhhh.... istilaah planet manaaa iniiihhh Fatheeeeeelll? Hehehe). Sederhananya begini, pernah nonton sinetron? Kan kalo di sinetron itu ada adegan dramatis di mana ada detik-detik sinyal yang awalnya kaya rumput-rumput begitu dengan bunyi "nyiit...nyiiit...nyiiit..." lalu ketika bunyi nyit nya puanjaaaang "nyiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttt...." dan dilayar monitornya rumput-rumputnya sudah berubah jadi garis lurus itu artinya pasien sudah pindah alam dari dunia menuju alam barzakh.... Dan aku, nyaris 6-7 jam berada di ruang itu bersama pasien di masa-masa sulitnya. Kerjaan aku apa? Tunggu! Bukan ganti popok pasien eh pempers ding, ngatur infus pump, dan sederet lainnya. Aku cuma ngamatin pengobatan pasien ko. Sebab aku kan kerjaannya belajar nge-drug (baca : belajar drug-drug-an) hehe.

Pas lagi asyik dengan pulpen dan kertas kerja, tiba-tiba PPDS dan konsulennya masuk ruangan. Salting. Dan buru-buru meletakkan Medical record di tempatnya. "Ya udah, tak apa. Lanjutkan saja." Kata bapak dokter konsulennya. "Ee-eh... Nggak apa-apa ,Dok." segera ikutan tim dokter. Lalu, kami berlima (kami?? yaa, anggap saja begitu yaa...) mendiskusikan masalah pasien. Ehem.... aku ngerasa itu tim paling keren selama aku menjalani segala kefarmasian rumah sakit. Ada konsulen, ada farmasis dan ada perawat, dalam satu tim menangani pasien. Hee.... Tapi, itu bukanlah tim yang memang dibentuk awal karena aku hanya mahasiswa pekael saja. Hehehe.... Tapi, alhamdulillaah punya kesempatan banyak untuk diskusi dengan konsulennya. Semakin sadar deehh akuuh bahwa aku belum tau apa-apa, masih harus banyaaakk belajaaaarrr....

Hemm yang pengin aku ceritain sebenarnya bukanlah menyoal dunia kefarmasiannya. Sebab, ini bukan blog farmasis. Blog ini hanyalah curhat semataaaa.... Hehehe... Yang tertarik aku ceritakan justru tentang pasien kritis yang sudah vegetative state. Di mana pasien sudah mengalami kematian atau kerusakan berat serebrum otak sehingga pasien tak lagi memiliki respon kognitif. Pasien hanya hidup untuk sesuatu yang vegetatif seperti tekanan darah, pernafasan dan denyut jantung. Tapi untuk respon perintah, respon terarah sudah tak lagi bisa. Tapi, pasienku ini (tiga pasien yang aku bahas kasusnya), juga mengalami banyak komplikasi lainnya. Ada sepsis. Lalu, gangguan jantung, gangguan hati, gangguan ginjal, dislipidemia, hipoalbumin, hiponatremia, anemia, hiperuriesemia dan banyak lagi.

Melihat kondisi itu, aku jadi tersadar. Bahwa, sungguh hanya lemah lah yang dimiliki manusia. Bahwa manusia sesungguhnya memiliki ketergantungan penuh pada penciptanya, yaitu Allah. Sejujurnya, ini pertama kalinya aku menghadapi pasien kritis. Sedih. Sedih sekali melihat mereka yang tiada lagi daya. Bahkan untuk bernafas saja pasien harus dilakukan trakeostomy terlebih dahulu (trakea dilobangi lalu barulah dimasukan oksigen melalui lobang di trakea itu). Mereka tak lagi bernafas menggunakan hidung atau mulut. Sepsis juga, di mana bakteri telah beredar di seluruh tubuh, tak hanya di tempat-tempat tertentu. Ah, lihatlah dulu, mereka yang tegap, mereka yang dapat bernapas dengan mudahnya, yang dapat melakukan apapun aan tetapi kini tak bisa melakukan apa-apa dengan kesadaran yang menurun dan tiada kekuatan sedikitpun.

Sungguh, hanyalah lemah yang kita punya. Without Allah, we are nothing! Maka, masihkah kita memiliki alasan untuk lengah atas segenap karunia yang Allah berikan? Lantas, alasan apa yang membuat kita tak bersyukur ketika kita dapat bernapas dengan mudahnya. Ada orang lain yang tak seberuntung kita. Mereka harus mengeluarkan sekian juta rupiah hanya untuk bernapas saja.

Semoga ini semua, terutama bagi diriku sendiri, menjadi suatu pelajaran berharga. Mengingatkan kita semua pada kematian yang kedatangannya pada diri kita adalah pasti adanya. Disadari atau tidak, kita semua tengah menuju terminasi kehidupan kita masing-masing. Semoga penutup hari-hari kita adalah dengan sebaik-baiknya penutup. Aaamiin...Allahummaa aamiin yaa Rabb....


0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked