Serenade Kota Depok

Malam minggu ini (mungkin sama sepertinya dengan malam minggu-minggu lainnya meskipun itu luput dari pengamatanku) Depok ramai. Sangat ramai. Para muda-mudi bersama kecengannya hilir mudik keluar masuk mall, dan ada juga yang mojok di tempat-tempat tertentu. Aku, sebenarnya tak punya niat untuk keluar malam ini. Tapi, Kak Luli ngajakin, jadi aku tertarik juga. Paling ke Gramed doang. Niatnya sih ndak mau beli buku. Kere judulnya. Tapi ujug-ujung sebuah buku akhirnya menyelinap juga di dalam ransel biru tua ini. Hee... Aku bayar dong, bukan nyuri. Tenang ajaaah. Kebetulan lagi diskon. Jadi, maklum sahajaalah, perempuan mana tahan ama diskon. Hahahaha.... Cuma 14ribu. Jadi, sayang juga untuk dilewatkan. Lumayan juga buat referensi tulisan. Hehe....

Hemm....memandangi kota Depok dengan nanar selalu saja menyisakan rasa tak terdefinisi. Sesungguhnya, kota Depok adalah kota kedua yang tak ingin kukunjungi (lagi) setelah satu kota lainnya (yang tak perlu kusebutkan barangkali). Tapi, kedatanganku ke kota Depok ini adalah tepat pada saat aku begitu ingin melupakannya. Tapi, lagi-lagi, aku harus berdamai. Sebenarnya, Depok bukan pilihan ketika aku berniat melanjutkan kuliah. Aku ingin ke Surabaya. Tapi, terlalu jauh, begitu kata Ibu. Dibolehkan untuk Jakarta dan sekitarnya. Ya, tidak apa-apa.

Pun begitu halnya dengan prosesi melanjutkan kuliah. Aku sih dulu memang sempat ingin sekali melanjutkan kuliah ke luar negeri. Tapi, seiring berjalannya waktu, mulai tergerus. Perlahan mulai mengalami dilatasi, ingin meneruskan kuliah di bidang yang diminati, psikologi. Hehe... Dan memilih farmasi klinis pun adalah karena jika pun aku tak akan menjadi dosen, setidaknya ilmunya sangat bermanfaat untuk keluargaku sendiri. Itu saja. Masih ada cita-cita untuk belajar psikologi, bukan sebagai kelanjutan studi akademis, tapi lebih ke familiy oriented, secaraa aku sangat menyukai psikologi anak. Hehehe.... Hemm... kapan ya, aplikasinya? Hihiihihi...

Ya, itulah takdir. Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Dan, tak pula, semua yang begitu ingin kita lenyapkan, lantas memang mengantarkan kita pada keburukan. Belakangan, aku sangat bersyukur sekali, ketika segala harapanku itu tak menemukan potret nyatanya. Ya, sebab, pasti ada hikmah dari setiap kejadian. Jika kita memaksa, justru bukan kebaikan yang kita dapati. Ya, itulah hikmah dari semua ini, meski memang tak mudah untuk membuatnya menjadi biasa-biasa saja. Tepatnya, belum sepenuhnya bisa. Tapi waktu, insya Allah akan menjawabnya.

Meski segalanya kini jadi berbeda, tapi aku percaya, Allah tak sia-sia. Tak pernah ada luka tanpa penyembuhnya. Hanya menyoal waktu, tentang kapan ia akan sembuh. Berbekas mungkin memang, tapi itu tak lagi mengganggu....


Gang Haji Athan, Kemiri Muka, Depok....
Akhir syawal 1433 H

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked