Soal Kecerdasan Musik


Dahulu, waktu kecil, aku sering merasa heran melihat kakak sepupuku yang sangaaaaaaaaaaat menyukai album minggu. Semacam acara music di TVRI tempoe doeloe. Di sana diputar nyanyi2an popular di waktu itu. Sangat berbeda sekali denganku yang sangaaaaaaaaat tidak menyukai acara ini. Aku paling tida suka acara-acara music di tipi. Baik album anak-anak apalagi album dewasa kala itu.

Kesimpulan sederhanaku dengan pemikiranku yang juga sederhana waktu itu adalah,
“aaah, ini mungkin karena aku masih kecil. Nanti kalau aku sudah besar kayak si uni, mungkin aku akan menyukai album minggu juga.”

Dan waktu pun berlari demikian kencangnya. Tak terasa, aku pun akhirnya seumuran dengan si uni kala itu. Tapi apa? Aku tetap tak menyukai acara music di tipi-tipi. Hipotesa sederhanaku kala itu, ternyata; TAK TERBUKTI!

Hmm…akhirnya, kemudian setelah menggali lebih dalam (cie ileeeeh…), aku baru menyadari betapa aku adalah seseorang yang memiliki kecerdasan music yang rendah. Juga,masalah auditori. Aku bukan pendengar yang baik. Bahkan nasyid sekalipun aku tak terlalu menyukai kecuali memperhatikan kata-kata apa yang disampaikan nasyiders. Bukan bagus atau tidak music yang menyertainya. Aku lebih suka accapella kali yaaah? Nasyid tanpa music. Musiknya hanya dari suara si nasyiders. Kaya’ “mujahid muda” (ngomong2, ini group nasyidnya siapa yaah? Hoo…parah!), trus “Suara persaudaraan”. Atau juga “Rayhan” yang musiknya Cuma gendang sahaajaaa. Aku menamakannya, “nasyid yang nge-ruhiy”. Heee… Kalau yang macam gini niih, aku siih suka.

Kadang, aku sedih juga, ketika aku ga bisa kayak akhwat2 lain yang bisa “nyimplak” iramanya Musyari Rasyid atau Abu Suud. (Hee…, ini esensinya apa coba?! Kan yang lebih utama teh makhrajnya and tajwidnya bukan yah?). Tapiiii….tapi…tapi…, kan kalo irama dan cara bacanya bagus, lebih enak buat di dengar, lebih menyentuh hati. Cie ileeeeh. Dan juga, kata Rasulullah, “Hiasilah Al Qur’an dengan suaramu, karena suara yang bagus akan menambah kindahan Al Qur’an.” (HR. AL Baihaqi). Nah…nah…, aku teh pengin jugah macam niii, tapi dasar akunya yang memang kecerdasan musiknya kurang, jadinya yaah teu bisa! Huhu.

(sebagian besar orang2 sanguinis kan ingatan warnanya kuat banget yaah? Aku jugah malah low di sini. Ingatan warnaku parah! Aku juga bahkan lupa baju warna apa yaah yang aku pake kemarin? Kyaaaa! Tunggu!!! Tengok di ember kain yang mau di cuci duluuu! Hayyyaaaa’! sotoy!! Hehe. Aku malah lebih kuat itu di ingatan angka. Aku suka angka. Dan kalo mempasword segala sesuatu lebih suka menggunakan angka. Dahulu temen2 ku sampai heran kalo aku sampai apal tanggal lahir 55 orang teman asramaku. Aku apal nomer henpon sebagian besarnya sebelum mereka suka gonta ganti nomer. Apal nomer akhwat syakuro dan hurriyah. Apal nomer NRD’ers. Tapi nomer yang hapal mah hanya nomer orang2 yang kusayangi ajah. Kalo yang biasa2 ajah, tak da sesuatu yang berkesan, biasanya sih memory jangka pendek. Heee…). Iiiihh, sudah melenceng ke nama-nama eih..ke mana-mana niih. Back to topic dah!

Nah…karena beberapa minggu niih, daku “bergentayangan” (lohlohloh…? Bergentayangan?), maksudnya jadi penumpang setia tetap bus kota yang notabene selalu full music ituuuuuh (saking fullnyaaa, radius sepuluh meter ajah itu mobil, musiknya udah kedengaran! Apalagi harus berada di dalamnya, huhuhuhuh…betapa TERSIKSANYAAAAAAA!). Kadang2 jadi pengin bawa penyumbat telinga kalo udah naek bus kota. Huhu.

Lah…esensinya apa coba???

Ng…begini! Ternyata di sini lah letak hikmahnya. Asalkan kita mau ambil sisi positifnya ajah. Iya tho? Hmm…ternyata kurang memiliki kecerdasan music itu ada manfaatnya jugaaah. Ketika temen2 pada curhat, “Haduuuuuuuuh, kesssaaaal sama bus ituuuu! Entah kenapa, mau tak mauuu, sedikit banyaknyaaaa musik2 di bus itu jadi terhafalkan jugah! Padahal gak pengin ngafalkan! Mesti berjuang keras!” begituw curhat temen2. Nah…di sini, aku perlu bersyukur bahwa aku tak mudah untuk hapal dengan mendengarkan karena memang tak suka. Sekali dengar apalagi!

Jadiii, plajaran yang dapat kuambil adalah, segala sesuatu yang ada pada diri kita, lingkungan kita, kejadian2 yang terjadi di sekitar kita, selaluuu saja memiliki 2 sisi. Ada sisi positif dan sisi negatifnya. Nah, sekarang tergantung kita mau ngambil yang positifnya atau yang negatifnya. Barangkali begituu. Allahu’alam.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked