Kenapa PNS???


Perjalanan 70 km pp, menuju Ibu Kota Kabupaten. Hmmph… Sejujurnya, aku jarang sangad mengunjungi ibu kota Kabupaten sendiri. Hehe. Abisnya, posisinya bertolak belakang siiih, sama perjalanan menuju Padang. Tapi, kalo udah ke sana, biasanya, begitu banyak objek photo menarik. Pemandangan kebun teh yang luaaaaaaasss sangadh, di kaki gunung kerinci. Waah, subhanallah, cantiq banget.

Kali ini, tujuannya ke kantor depnaker. Hahay…, mulai jadi pencaker niih saia. Hmmph… *nasheeeb jadi pengangguran. Bahkan, pulsa aja kaga kebeli. Hiks…hiks….

“Ibuk, apoteker yah?” Tanya Bapak dengan kisaran umur 40 tahun itu. Aku mengangguk. Ini berlangsung Ketika aku mengurus surat-surat itu.
“Apoteker, kenapa maujadi PNS Buk?” si Bapak mengeluarkan pertanyaan retoris.
“Ng…uhm….” Aku hanya bisa menggumam saja, sambil nyengir. Abisnya, aku sendiri pun tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan yakin.
“PNS itu gajinya kecil, kerjanya setumpuk. Ini nih, lihat nih.” Si Bapak menunjukkan setumpuk berkas-berkas yang entah apa isinya.
Lalu, keluarlah ‘taujih’ dari si bapak, betapa tanggungan Negara itu cukup banyak, dengan gaji pegawai tersebut. Sebagai seorang apoteker, dengan beban kerjanya yang sebegitu, harus mendesain bagaimana harga obat bisa murah, sementara produksi obat itu sendiri mahal harganya. Aku akui ini. Semua menjadi polemic tersendiri bagi pharmacist. Yup, soal harga obat ini. Betapa, mendesain suatu formula, dari API (active pharmaceutical ingredient) itu, hingga jadi obat jadi yang siap dipasarkan, butuh dana hingga trilyunan. Pantas saja, Negara kita hanya bisa “nyontek” formula dari Negara maju. Semuanya import. Jika begini, bagaimana bisa menekan obat? Sementara, jika dilihat di kalangan masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah, tentu tidak snaggup beli obat semahal ini. Dan disinilah letak kerja berat pharmacist itu. Di antara polemik2 itu. Hmmphh…

Pada dasarnya, aku tidak suka kemonotonan. Aku suka berkreasi, dan begitu fluktuatif. Sebenarnya, apapun bisa ‘dijadikan’ duit. Mau dari kreatifitas, mau dari “otak kiri”, mau dari hobby. Tapiiii, yah itu tadi. Modalnya? Investasinya? Aah, bukankah kebanyakan pengusaha sukses berawal dari nol? Berawal dari susah-susah dulu. Berawal dari kepahitan dulu. Setelah ia banyak makan asam garam Bronsted Lowry kehidupan, barulah kemudian mulai menapaki kesuksesan.

Humph…, PNS…
Tapi, jika ditelik dari sudut pandang lain, Menjadi PNS tentu ada baiknya juga. Reformasi Birokrasi misalnya? (hahay, gaya cuy!). Tapi, reformasi mana bisa dilakukan dengan infirodi yah? Hee… Setidaknya, jika menjadi PNS, maka menjadi tugaslah ia, apa yang disebut dengan profesional pharmacist di bidang pengadaan. Bagaimana, biar orang miskin dapat obat. Tidak hanya orang kaya saja yang bisa beli obat. Ini tentulah bukan tugas yang ringan.
Ah, yang terpenting, lakukan yang terbaik… di mana pun itu, dan menjadi apapun itu.


*Aih, jadi rada ngaur yah, tulisan ini. Abisnya, aku menuliskannya ketika idenya udah menguap siiih. Ya sudahlah! Hee…

2 comments:

  1. ga jd ikut di p.pjg tel??

    ReplyDelete
  2. hwaaaa....belum ijin orang tua euy...saat ini orang tua lagi butuh berada di dekatnya...jadi, agenda utama sekarang, adalah Birrul walidain...^^

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked