Bismillahirrahmanirrahiiim…
Kaifa haluk ya ikhwah wa akhwati fillah…??
Semoga Allah masih berkenan menyematkan keistiqomahan di hati-hati qta, untuk mengukuhkan langkah, menukil perjuangan ini, menuju tujuan terakhir dan tertinggi, Jannah-Nya…
Semoga Allah masih berkenan, mengukuhkan bahu-bahu qta, untuk mengemban amanah-amanah da’wah…, meneruka sebuah lahan, yg insya Allah, akan mengantarkan qta pada keridhoan-NYa, pada pertemuan yg agung dengan-Nya. Adakah yg lebih manis dari ni’mat hidayah? Adakah yg lebih manis dari indah-Nya perjuangan di dalam ridho-Nya??? Adakah yg lebih manis dari kedekatan dengan-Nya dan membersamai-Nya di setiap desah nafas?? Adakah???
Sungguh, langkah itu masih sangat panjang. Perjuangan itu masih sangat berat. Memilih jalan ini, bukan tanpa konsekuensi. Memilih jalan ini, pun bukan untuk bersenang-senang dengan keni’matan duniawi yg fana dan melenakan. Memilih jalan ini, adalah memilih jalan yg sulit, berliku, dengan tanjakan yg curam dan jurang di sekelilingnya. Warnanya bukan hanya merah, hijau dan biru, tapi juga kelabu dan kelam.
Tapi, berbahagialah, karena engkau telah Allah pilih. Yah, karena Allah telah memilih engkau sebagai bagian dari golongan yang sedikit ini, yg akan menukil jalan yg penuh hantaman gelombang, penuh duri, penuh pengorbanan. Saudaraku, engkaulah yg dipilih Allah untuk menghadapi baku hantam gelombang itu, badai, terpaan, halilintar. Karena, setiap kebaikan itu, selalu saja ada penghalang yang akan menggoyahkannya. Tapi, itulah seyogyanya sebuah perjuangan. Bukan,…bukan hanya dengan harta saja, tapi, dengan Jiwa!! Yah, dengan jiwa kita!!! Bukankah Allah senantiasa menyejajarkan antara harta dan jiwa di dalam surat cinta-Nya, Al Qur’an???
Ikhwah wa akhwatifillah, ijinkan aku untuk mengungkapkan apa yg aku rasa. Sungguh, apa yg kutulis ini, adalah dalam rangka untuk mengingatkan diriku sendiri. Yg menyampaikan, tidak lebih baik dari yang orang2 disampaikan. Yang menyampaikan, jauuuh lebih sedikit ‘ilmunya dari pada orang2 yg disampaikan. Tapi, aku hanya ingin berbagi keresahan dengan saudara2qu sekalian…
Saudaraku,…
Selayaknya sebuah seleksi alam, maka pasti ada yg pergi, dan ada yg datang. (Semoga Allah tetap memilih qta mjd laskar-Nya, dan semoga Allah mengganti mereka yg pergi dengan generasi yg lebih baik lagi).
Entahlah, berbeda saja warna rasanya ketika pertama kali menginjakkan kaki di kampus (baca : di dunia pergerakan da’wah dengan miniaturnya sebuah kampus) ini. Kuhitung-hitung, ada belasan pejuang yang dengan semangat barunya mengobarkan panji Islam. Allahu ghoyatuna menjadi symbol utama, di setiap tangan yang terkepal. Di setiap teriakan takbir yang lantang. Di setiap gema-gema perjuangan itu. Arruhul jadiid fii jasaadil ummah. Dan, satu kesatuan yg teramat kokoh itupun terbentuk. Lewat forsil-forsil itu. Lewat kesatuan terkecil pada pada unit jaring-jaring da’wah.
“Inilah kami! Inilah kami! Pejuang asma-Nya! Ruh baru yang akan memberi warna pada hitam-putihnya film nyata perjuangan ini.”
Lalu, seiring dengan berjalannya waktu, ketika ‘proyeksi’ dari para qiyadah itu telah berbeda-beda lajnah dan wajihahnya, namun, tetap dalam satu tujuan yang sama, “membentuk kampus yg futuh”, yang insya Allah menjadi awal dari kebangkitan Islam itu, teriakan lantang perlahan memudar. Memudar, hingga tersisa beberapa orang saja yang masih menyuarakan suara seraknya, memekikkan takbir, mengobar semangat perjuangan. Sebagiannya seperti tengah mengalami dilatasi yang begitu jauh dari titik tolaknya. Kemana rona-rona penuh semangat itu? Mengapa hanya sisa pudarnya yg kita dapati?? Kemana binar-binar mata yg mengaumkan “Hamasah!” itu??? Kenapa berganti tatapan sayu yang mengundang kita untuk menjadi lesu? Kemana???
Mengenai fenomena ini, sungguh, aku teramat sedih. Ketika ada saudara/saudariku yang tiba-tiba menghilang dari orbit peredaran da’wah. Teman seperjuangan yg dahulu bersamanya kita berjalan bersisian, menapaki langkah, mendaki terjalnya tebing jalan ini, kini entah di mana tercecer jauh. Menghilang begitu saja. Ada yg alasannya kecewa dengan keputusan majlis syuro, kecewa dengan murabbi, tidak save dengan environtmental wajihah yg diamanahkan,. Padahal, sungguh, bukan untuk kesenangan dan mencari tempat yang nyaman lagi teduh kita berada di jalan ini, bukan??? Jika hanya ingin memlih tempat nyaman, kenapa harus memilih jalan ini??? Lalu, Dimana letak kesalahannya?? Ada pula yg dengan alasan akademis dan ingin focus kuliah saja. Sungguh, sebuah alasan yg hampir-hampir tak masuk akal. Bukankah banyaknya waktu luang justru lebih banyak menyebabkan seseorang terjatuh (yang notabene adalah hal akademis salah satunya?)…
Atau, kitakah yg kurang peka dengan saudara-saudari kita? Melaju terus ke depan, lalu lupa menengok ke samping kiri dan kanan, kemudian terhenyak dengan kenyataan bahwasannya seseorang yang berada di samping kita ternyata kini telah jauh tertinggal di belakang. Kalau begitu, di mana ukhuwah qta?? Apalah arti do’a rabithah yg senantiasa qta lafadzkan di setiap pertemuan kita, jika pada akhirnya kita bungkam melihat saudara qta yg tercecer…?? Semoga qta tidak termasuk orang2 yg melaju sendiri dan melupakan saudara2 qta yg tertingal beberapa langkah di belakang barisan ini.
Kembali pada Sesuatu yg bernama seleksi alam, dalam menapaki berbagai warna wajah perjuangan ini; Sebanyak apa orang yang bertahan, namun, tak pula sedikit pula yang kemudian berguguran dan meminggir dengan berbagai alasan. Tapi, janji Allah itu pasti. Bahwasannya Dia akan mengganti dengan generasi-generasi yg lebih baik (semoga qta bukan orang yg tergantikan itu, sebab kita semua sudah sama-sama tahu bahwasannya dengan atau tanpa adanya qta di jalan ini, da’wah itu pasti akan tetap ada). Berbahagia sekali rasanya, di balik keterceceran itu, bertumbuhan tunas-tunas baru, pun dengan semangat baru. Allahu akbar!!! Kembali menjadi putaran siklus,… ruuhul jadiid….
Teruslah bertahan…
Teruslah bertahan…
Teruslah bertahan, meski pun berat. Meskipun tubuh ini teramat letih.
Teruslah bertahan, meski beban yg menggelayuti pundak ini semakin berat,.
Teruslah….
Cukuplah Allah saja yg akan menjadi penjaga qta di kala qta pun menjaga-Nya di palung terdalam jiwa qta..
Tidak ada kata istirahat untuk jalan ini, kecuali jika kedua kaki kita telah menginjak surga. Allahu akbar!! Sebab, istirahat dari jalan ini sebelum mencapai titik terakhir, sama saja dengan cuti untuk selamanya dari wasilah-Nya yg agung ini.
Hingga, kita sampai pada perjuangan yang penuh onak dan duri itu. Ada cercaan yg begitu meninggalkan luka menganga di hati-hati kita. Ada penghinaan. Dan, bukankah memang demikian karakteristik jalan ini? Pergolakan itu takkan pernah berhenti sampai Islam menjadi nafas bagi seluruh ummat manusia. Kecaman itu takkan pernah usai sampai panji asma-Nya berkumandang di setiap hati umat manusia. Dan, itulah tugas kita. Yah, tugas kita yg sesungguhnya! Pada perjuangan dengan air mata dan darah, bahkan nyawa.
‘Musuh’ kita saat ini bukan hanya para kafirun yg mencoba menciumkan aroma pemurtadan di kampus-kampus bersenjatakan jin salibis saja, yang memang nyata-nyata menyatakan permusuhannya terhadap agama yg hanif ini, tapi, juga mereka-mereka yang mengucapkan syahadat, namun, batok kepalanya telah diracuni suatu zat toksis bernama liberalis, sekularis, sosialis,nasionalis buta, marxis, dan sederet nama-nama sejenis. Paham-paham yang mendewakan sesuatu selain kepada Rabb yg agung saja.
Bersabar saja dengan hujatan itu. Bersabar saja dengan makar-makar yg mereka rencanakan, dengan tatapan sinis mereka. Mereka yg telah merasa dirinya memperjuangkan kepentingan masyarakat (yg dalam tatanan miniature yg kita sebut tadi: kampus). Bersabarlah dengan luka-luka yg mereka torehkan di tubuh-tubuhmu, wahai para penjuang Allah!! Sungguh, Allah sebaik-baik pembuat makar.
Kisah tragis dan sinis serta anarkis itu, sesungguhnya telah membuat hatiku teriris. Bahkan untuk pemira saja (yang masih dalam sebuah miniature masyarakat : kampus), mesti ada korban berdarah, korban bacokan. Bukan hanya di sini saudaraku, di belahan kampus lain pun jua mengalami hal yg sama, bahkan lebih parah. Seperti yang engkau tahu, dan aku yakin engkau semuapun sudah tahu, bahwasannya bukan hanya kita yg merasakannya. Juga, saudara2 qta di Sulawesi, di Kalimantan, di pulau jawa. Semuanya. Bukan hanya pamflet2 pemira di kampus kita saja yg dicerabuti dengan sangat anarkis, dicorat-coreti, fitnah-fitnah yang dilayangkan, namun, jua di kampus-kampus lain, yg sekali lagi bahkan lebih parah. Barangkali engkau semua jauh lebih tahu soal ini dibandingkan aku.
Semoga Allah sedikan balasan dengan sebaik-baik pembalasan bagi engkau para pejuang asma Allah, para ruh yg menjadi mesin penggerak tak takkan pernah berhenti bekerja, mengoperasikan sebuah tatanan perjuangan panjang, melelahka, penuh onak dan duri, lagi terjal serta dikelilingi oleh jurang. Jika tidak hati-hati, maka akan mudah saja tergelincir ke dalam jurang menganga itu.
Tapi, saudaraku, di tengah kemelut perjuangan yg panjang itu, di tengah kelelahan bahu-bahu yg menopang, ada pula sesuatu yang membuat resultan energy da’wah ini diperpendek, menuju polar negative. Sungguh-sungguh, sangat janggal sekali, di kala saudara2 yg berjuang dengan peluh, air mata dan darah itu, ada pula yg mencipta moreng di wajah da’wah. Berkembangnya virus-virus merah jambu yg bukan memberikan warna cerah pada da’wah, melainkan kelabu, dengan melayang-layangnya SMS perhatian dan hal2 yg tak penting,dan kerancuan-kerancuan sejenis. Memang warnanya merah jambu, tapi, bukan rona yg sama yg dihadirkannya pada jenak-jenak perjuangan ini. Dan yg anehnya lagi, virus itu telah menjadi hal yg dianggap “biasa-biasa” saja. Menginvasi begitu banyak aktivis da’wah, hingga sel-sel sehatpun ikut dijalarinya.
Okelah, setiap orang punya masa lalu, yg mungkin memang kelabu dan adalah langkah yg benar ketika ia telah berusaha memperbaikinya. Akan tetapi, pada kenyataan di lapangan, bukannya malah berkurang virus itu malah bertambah. Antiviral bernama “dauroh hijab & ikhtilat”, tak cukup untuk membantu imunitas system kita dalam menangani virus itu. Canda-canda antar ikhwan dan akhwat menjadi pemandangan yg lumrah dan biasa saja. Sangat lumrah saja, ketika diskusi-diskusi minus hijab beserta canda tawa yg telah melewati batas itu terlihat di berbagai tempat. Bahkan, aku pernah melihat ikhwan dan akhwat bercanda sambil lempar-lemparan kertas di perpus utama. Di sebuah perentalan buku muslimah, ada lagi ikhwan dan akhwat yang hanya berduaan saja di dalamnya. Ada banyak lagi rentetan masalah serupa. Yg dahulunya disegani oleh aktivis kiri, kini malah dilecehkan. “Aktivis da’wah aja begitu.” Demikian kata mereka.
Baiklah, environmental da’wah hari ini memang lebih divergen dan menuntut adanya keluwesan dalam interaksi. Dan lagi, adalah hal yg mustahil da’wah ini akan diemban oleh ikhwan dan akhwat yang terpisah. Semua itu memang mengharuskan terjalinnya sebuah interaksi. Sebaliknya, bukan pula kekakuan yg mematikan potensi, kebisuan dan ketertutupan antar ikhwan & akhwat yg dimaksudkan dengan menjaga hijab itu. Akan tetapi, menempatkannya pada posisi yg proporsional. Yah, letak perbedaannya hanya pada penempatan yg proposional itu tadi saja. Tidak berlebihan, dan tidak pula tertutup dan kaku.
Bukan itu saja saudaraku, ternyata ekslusifme di kalangan aktivis da’wah itu masih berasa. Di kampus kita terutama. Barangkali, karena itu pula saudara2 qta yg lain yg berada di zone pergerakan yg berbeda (baik itu latar belakang, tujuan, dan titik tolaknya) men-judge kepentingan-kepentingan yg qta perjuangkan itu bukan kepentingan ummat melainkan kepentingan satu golongan saja… Meraka yang tidak mengerti tentang apa yg kita perjuangkan, karena antara kita dan mereka masih bagaikan dua fasa disperse yg terpisah. Di mana, setelah mencapai titik euthetik, semuanya kembali seperti fasa semula. Memang, kecendrungan kita adalah lebih dekat dengan teman se-fasa seperti prinsip “like dissolve like”, namun, tak ada salahnya kita lebih ‘membuka diri’. Berbaur tapi tak lebur…
Baiklah,…
Barangkali perjalanan ini masih panjang. Waktu yg tersedia tidak lebih banyak dari kerja panjang da’wah yang harus dilakukan. Bahkan, ketika kita telah berlalu meninggalkan kampus, perjuangan itu insya Allah masih akan tetap berlanjut. Kemenangan itu bukan terletak pada terpilihnya salah satu ikhwah qta sebagai pemegang tampuk kepemimpinan tertingga di tatanan masyarakat (miniaturnya : kampus), tapi, pada kerja nyata apa yang telah qta perbuat. Pada perubahan-perubahan apa yan telah qta ciptakan. Pada kontribusi apa yg telah qta berikan. Perjuangan itu bukan hanya tugas pemegang tampuk kepemimpinan itu, tapi, qta semua sebagai penyokongnya. Seperti kata ustadz yg telah sering kita dengar, mobil itu sebagus apapun takkan dapat berjalan tanpa pentil. Semoga qta menjadi pentil-pentil yang kokoh. Berjuang, meski tak terlihat, tak teraba, bahkan keberadaannya tak terlalu diperhitungkan. Namun, ketika tiada, ia dicari. Memang, sebuah mobil akan terlihat dari bagusnya bodinya, mengkilatnya warnanya, bagusnya mesinnya,. Itu secara kasat mata. Tapi, perjuangan sebuah pentil pun akan melengkapi kesatuan kokoh bernama mobil itu tidak pernah bisa dipandang sebelah mata atau dinafikan begitu saja. Dan yang pasti, Allah akan membalasi semuanya. Tiada yg luput dari pengawasan-Nya.
Jangan pernah berpikir, bahwasannya banyaknya amanah di berbagai wajihah yg diemban oleh seseorang memiliki linearitas dengan kualitas dirinya. Percayalah, dimanapun posisi qta, qta semua adalah penting. Kita semua adalah jundullah! Kita, adalah penjuang agama Allah. Sekecil apapun kontribusi yg qta berikan, pasti akan dibalasi-Nya, Dzat yang Maha TEliti, Maha mengetahui segala rahasia hati, yg tersirat maupun tersurat. Tiada hal-hal besar, kecuali diawali dari hal-hal kecil.
Semoga Allah menjadikan qta golongan orang2 yg sedikit itu, golongan orang2 yg istiqomah di jalan-Nya. Golongan orang-orang yang memilih jalan yg sulit, namun dengan ending yg berbahagia…
Mungkin, hanya ini curahan hati yg ingin kusampaikan pada saudarku semuanya. Mohon maaf, jika ada yg tak berkenan. Karena, sekali lagi, apa yg kutuliskan ini adalah curahan hatiku, yang bertujuan utama untuk mengingatkan diriku pribadi yg mungkin jua tersalah. Adalah kenikmatan ukhuwah yg indah, ketika kita bisa saling mengingatkan dalam rangka menuju keridhaan-Nya. Semoga perjuangan di dunia ini, membuahkan sesuatu yang teramat manis, yaitu pertemuan di Jannah-Nya.
Ingatkanlah aku, wahai saudara-saudaraqu. Ingatkanlah aku ketika aku lalai, lengah, dan melangkah berlainan arah. Kumohon. Bukankah ukhuwah itu pula yg menggentarkan musuh-musuh Allah???
Jazakumullahu ahsanal jaza’ kepada saudara2 seperjuangan di jalan da’wah, (mulai dari satuan terkecil bernama forsil itu hingga kepada satu satuan besar bernama jami’atul muslimiiiin) Yang telah member warna di kehidupanku. Sungguh, membersamaimu semua dalam wasilah ini adalah hal terindah bagiku. Mari kita kokokkan langkah, mempererat genggaman tangan, menapaki perjuangan ini.