Terpaksa Harus...

Kadang, keterpaksaanlah yang membuat kita menjadi (harus) terbiasa lalu kemudian menjadi bisa. Jika ada idiom, “ala bisa karena biasa”, maka bolehkah aku sedikit modifikasi jadi, “ala bisa karena terpaksa”. Hee…

Sedikit cerita, dahulu kala S-1, aku lulus di pilihan ke-2. Pilihan yang tidak aku komunikasikan kepada Allah untuk memilihnya. Aku memilihnya tidak dengan istikhoroh. Bahkan, aku isikan sejenak sebelum aku mengembalikan formulir SPMB ke panitia local 15 kala itu. Dan, qadarullaah, Allah luluskan aku di pilihan ke-2 itu. Alhamdulillaah…

Mungkin karena bukan minatku pada mulanya untuk berkuliah di bidang nge-drugs, jadi aku tak punya target apa-apa. Motivasiku juga tak sekuat dan semenggebu-gebu ketika aku SMA dulu, ketika aku sangat ingin kuliah ke seberang pulau sana, seperti halnya teman-temanku yang lainnya. Karena kebanyakan teman-temanku pada kuliah di seberang Sumatera sementara kedua orang tuaku merasa berat untuk melepasku kuliah ke sana. Wal hasil, kuliah kulalui dengan biasa-biasa saja. Tak ada motivasi dan target yang luar biasa. Bahkan, aku sama sekali tidak memasang target untuk tamat 3,5 tahun dengan IPK cumlaude. Hee… Aku hanya punya target, tamat tepat waktu dengan IPK di atas 3. Itu saja. Yang berbeda semasa kuliah adalah karena aku ikut di beberapa organisasi intra dan ekstra kampus. Itulah yang membuat hidupku terasa lebih dinamis ketika berada di kampus.

Read More

Menjadi Muslimah Berprestasi

  • Kuntum khoira ummah

Hari ini aku dapat sebuah motivasi yang menginspirasi dari kajian muslimah FKM. Sebenarnya sebuah ketidaksengajaan saja. karena nge-kos di belakang FIK, jadi secara otomatis, aku juga mesti melewati FKM setiap kali pergi dan pulang kuliah. Biasalah, syndrome males nunggu bis kampus. Jadi, selagi masih bisa jalan kaki, aku lebih memilih jalan kaki saja. Wong  dulu kalo dari Syakuro-Pasar Baru juga juga lebih jauh koq. Hee… Nah, siang jum’at ini, lagi-lagi aku lewat sana. Akan tetapi ada yang berbeda. Sepertinya ada kajian muslimah. Kalo’ di kampusku dulunya lebih familiar dengan Forum Annisa ( populernya adalah dengan sebutan FA). Berhubung sudaaaah lamaaaa sangat aku tak ikut FA, jadi aku bersemangat lagi deh buat mengikuti kajian itu. Dan masya Allah, ternyata acara kali ini diisi oleh sosok yang inspiratif banget. Muslimah shalihah yang cantik dan cerdas! Mahasiswa berprestasi FKM yang menamatkan studi 3,5 tahun dengan prediket cumlaude. Dan telah mengikuti berbagai event-event skala nasional maupun internasional. Heuu… Luar biasa dah pokoknya!

Karena aku ndak mau termotivasi dan terinspirasi sendirian (heuu…bukan sendirian kali yaaah? Ada puluhan mahasiswa lainnya juga yang ikutan. Hee…), maka aku pun ingin share isi kajian itu. semoga bermanfaat yaah, dan semoga juga ikutan tertular motivasinya. Semoga juga, inspirasi yang ditularkan oleh narasumber, menjadi investasi kebaikan baik bagi yang menyampaikan, menerima maupun yang menuliskan ini... Hihi…

Menjadi Muslimah yang Berprestasi!

Satu quote yang langsung aku catat di diari adalah :
“Ketika kita MENJADI yang TERBAIK, maka tak ada yang akan Menolak Kita!”
Karena kita adalah khoira Ummah, sebaik-baiknya umat.

Mungkin menjadi ketakutan tersendiri bagi sebagian orang, ketika menjadi sosok yang jilbaban, lalu kemudian ‘terisolir’ pada sebuah lingkungan tertentu saja dan sulit berkembang! Sulit untuk berprestasi. Sulit untuk menjadi yang terbaik! Dan juga, (dengan ke-ekslusifisme-an) tertolak secara lingkungan. Akan tetapi, semua itu telah terbantahkan dalam penyampaian kali ini. Dan itu bukan sekedar kata, tetapi juga disertai dengan bukti nyata! Bahwa menjadi muslimah, ternyata juga BISA MENJADI YANG TERBAIK! MENJADI MUSLIMAH, ternyata JUGA BISA BERPRESTASI!  Selama kita menjadi yang terbaik, takkan ada yang bisa menolak kita, di lingkungan mana saja kita berada. Karena Allah sendiri yang telah menjamin bahwa “Kuntum Khora ummah…” Jika Allah saja sudah menjamin bahwa KITALAH UMAT yang TERBAIK, lantas kenapa kita tidak bangga menjadi bagian dari itu, lalu mengoptimalkan segala potensi yang kita punya?

Ya, meng-optimalkan segenap potensi yang kita punya, itu kuncinya. Sungguh, Allah telah bekali kita dengan segenap potensi. Dan tugas kita (juga sebagai sebuah bentuk rasa syukur kita) mengoptimalkan segenap potensi itu!

Melelahkan? Tentu saja! karena sudah pasti upaya yang dilakukan dua kali lipat bahkan lebih dari pada orang yang hidupnya Cuma begitu..begitu..saja. senang-senang, kuliah, dan seterusnya. Akan tetapi, dunia ini memang tempatnya berlelah-lelah! Karena  tempat istirahat yang paling kita rindui itu hanyalah Jannah-Nya saja. jannah-Nya, di mana yang tersedia hanyalah kenikmatan! Tiada lagi kesusahan, tiada lagi lelah dan letih. Buat apa kita bersenang-senang di dunia jika hanya pada akhirnya mendapatkan keletihan yang tiada lagi bandingannya di akhirat sana?

Keletihan di dunia ini, sungguh adalah sebuah kenikmatan. Karena, di puncak keletihan, kita berjumpa puncak kenikmatan. Dan bukankah kita punya Allah, tempat mengadukan segala lelah. Ketika kita lelah, maka katakana “lillah”, dan cukuplah kepada-Nya saja kita sandarkan segala keletihan itu…
Sungguh, janji Allah itu PASTI, dan adakah yang lebih menepati janji selain dari pada-Nya? Dan sungguh Dia berjanji akan memberikan kepada kita kekuatan. Allah menyediakan kekuatan sebesar apa yang diminta oleh hamba-Nya. Jika kita meminta seember, maka hanya seemberlah kekuatan yang Dia berikan. Jika kita meminta seluas samudra, sungguh Allah akan memberikan seluas itu pula.

Tiadalahyang terindah dalam hidup ini selain cinta-Nya. Jadi, setiap apa pun yang kita lakukan, tetaplah Dia yang menjadi tujuannya, menyoal apapun itu! karena, ketika kita sudah sandarkan segalanya pada Allah, tiada lagi terasa berat, tiada lagi terasa sulit. Boleh saja kita menangis, tapi tangisan yang justru membuat kita semakin kuat!

Jadii, hayuk, katakan : AKU BANGGA MENJADI SEORANG MUSLIMAH, dan AKU AKAN OPTIMALKAN SEGENAP POTENSI YANG KUPUNYA HANYA UNTUK MENCARI RIDHA-NYA saja!
Hayuuk semangat yuuuuuk…

Mungkin ini sangat singkat dan tentu saja redaksionalnya berbeda. Dan mungkin tak semua juga dapat kurangkumkan di sini. Hee…. (Mohon dikoreksi jika salah yaah…). Dan satu lagi, semoga bermanfaat bagi kita semua. Hayuuu, tunjukkan pada DUNIA bahwa KITA insya Allah PASTI BISA! Karena Kita adalah sebaik-baiknya ummat! Lantas, apakah kita masih punya alasan untuk merasa rendah, merasa minder, merasa tidak memiliki apapun sementara Allah sendiri sudah menjamin bahwa kita adalah khoira ummah?!

Tiada kata terlambat untuk memulai… tiada kata terlambat untuk berbenah diri. Selagi kita punya azzam yang kokoh, PASTI Allah akan tunjukkan jalannya. Selagi kita masih memiliki tekad yang kuat, sungguh Allah menyediakan segenap kekuatan buat diri kita. Sungguh, tak pernah terlambat untuk memulai itu semua, sebanyak apapun kesempatan yang telah kita lewatkan…. Karena, ketika azzam sudah terpancang kokoh di hati, PASTI SELALU ADA JALAN!
Read More

Dosen yang Mengapresiasi

Apa yang sebenarnya yang ada di benak mahasiswa ketika mengikuti suatu mata kuliah? Selain materi pokok dari kuliah itu sendiri, sepertinya ada hal yang lain yang lebih menarik untuk dibahas. Apa itu? dosennya! Ya, dosennya!

Mengapa dosennya? Hoho, karena, ternyata cara dosen menyampaikan, jadi evaluasi tersendiri bagi mahasiswa. "Eh, bapak ini gimana sih kuliahnya? Asyik gak?", "Duh, Aku ko ngga ngerti yah blajar sama ibu itu?" "Aku ndak paham nih materi bla..bla..bla.., abis dosennya cepet bener ngomongnya. Ndak bisa ngikutin!"
Coba deh liyat.... Selaluuu saja SUBJEK nya yang menjadi sorotan. Bukan OBJEK yang diterangkan dosennya...Iya kan yak? Atau, ada yang punya pendapat yang berbeda?

Aku secara pribadi sebenarnya juga sering melakukan 'evaluasi' tanpa kusadari. Aku lebih senang dosen yang tidak monoton dalam menerangkan setiap materi kuliah. Aku lebih senang dosen yang menggunakan media presentasi yang menarik, ketimbang yang datar-datar saja. Dan aku juga lebih senang dosen yang sugestif, bukan hanya sekedar transver of knowledge doang. Jadi at totally, aku sangat menyukai sistem pembelajaran yang begitu inovatif, dan juga penuh motivasi. Karena ilmu, sebenarnya bisa didapatkan di mana pun tho? Jadi, menurutku, rugi bener kalo cuma sekedar transfer of knowledge dengan membacakan slide yang begitu monoton, membingungkan, tanpa ekspresi, dingin, dan suram. Atau, karena aku begitu ekspressif, bersemangat dan sangat membenci kemonotonan kali yah? hihi...
Read More

Curhat Tak Penting

Ini hanyalah sebuah postingan alay tanpa melalui processing quality assurance. Cuma curhatan GeJe yang mungkin ndak ada pelajaran yang bisa kamu petik. Jadiii, sebelum terlanjur membacanya dan menghabiskan waktumu hanya untuk sesuatu yang sedikit manfaatnya, mending cawww deeh, baca yang lebih bermanfaat. Hihi....
Yaah, kalo bagiku, setidaknya melepas segala sesuatu yang menggelayuti pikiran ajah nih... Mumpung gratisaaan (halaaaah..., giliran gratiissss ajah, baru deh...hehehe.... Tapi manusiawi kali yak? Wkwkwkwkwk...)
________________________________

Read More

KRL : Antara Pocin-Cikini

cikini to pocin
Antara Pocin-Cikini selau saja meninggalkan cerita yang tak pernah usai untuk kulukiskan lewat kata-kata. Selalu saja mengandung muhasabah yang tiada hentinya. Selalu saja banyak pelajaran yang membuat kita bersyukur, bahwa kita sesungguhnya jauh lebih beruntung dari mereka yang tak pernah memiliki kesempatan seperti yang kita miliki saat ini.

Akhir-akhir ini, perjalanan antara Pocin-Cikini menjadi sebuah agenda rutin bagiku. Bahkan bisa sampai tiga kali semingggu. Hee… Jika memang bukan karena keterlambatan, ataupun harus berdesak-desakan seperti pepes ikan, sesungguhnya aku lebih senang menaiki kelas KRL ekonomi ketimbang commuter. Selain harga tiket lebih irit (1 berbanding 4), banyak sekali pelajaran yang membuat kita tersenyum penuh syukur atas segala nikmat yang Dia curahkan untuk diri kita. Maka, jika masih belum jam 3 sore, aku lebih senang naik KRL ekonomi saja. hehe…

Cikini
Baru saja menjejaki langkah di atas KRL, di depanku sudah menanti nanyian seorang nenek tua yang beringsut sambil membawa sapu kecil. Butuh waktu beberapa menit bagiku untuk mencerna, apa yang sedang dilakukan sang nenek. Menyapukah? Memanyikah? Meratapkah? Atau bagaimana? Oou… rupanya ia melakoni ketiganya sekaligus sambil menenteng sebuah kaleng bekas minuman teh dan menyodorkannya pada penumpang. Ada yang merasa kasihan dan menatapi iba lalu memasukkan beberapa receh ke dalam bekas minuman kaleng itu. Tapi sebagian yang lain memilih untuk tidak mempedulikannya.

Manggarai
Seorang bapak-bapak naik dengan gerobak dorongnya. Sembari berteriak, “Melon neng, dua goceng..dua goceng…” ditimpali pedagang lainnya yang menjajakan jualannya. Kepala sang bapak bertumbuh uban-uban. Entah sudah berapa umur yang dia habiskan di atas KRL ini untuk mengaisi beberapa lembar rupiah.

Tebet
“Sabarlah sayaaang…sabarlah sebentaar..aku pasti pulaaaang…karena aku bukan…aku bukan bang toyyib.” Suara nge-dangdut ala perempuan muda dengan satu anak umur dua tahun dalam gendongannya menggema diantara deru rel bertemu roda KRL. Di gendongannya bukan saja ada sang bocah, tapi juga sebuah speaker yang mungkin tak kalah berat. Selain memegangi mikrofon, ia juga memegangi kantong bekas minuman instan. Membeli rasa kasihan orang-orang yang juga berada di KRL yang sama.

Cawang
Aku tak habis pikir ketika masih ada laki-laki setua ini memainkan alat music super duper sangat sederhana dengan suara yang tak jelas berjalan terseok-seok dari gerbong ke gerbong. Sudah setua ini. Bahkan untuk menyelamatkan tubuhnya yang ringkih saja, ia butuh energy ekstra. Apalagi ia harus berjalan di antara goyangan gerbong yang baginya mungkin cukup keras untuk bisa bertahan. Tapi, peran itu masih tetap harus dilakoni, entah sampai kapan…

Duren Kalibata
Seseorang menyodorkan cincin imitasi di hadapanku tiba-tiba. Seorang pemuda sekitar 30 tahun. Rupanya ia menjajakan dagangannya. Aku menggeleng. Tapi, masya Allah….rupanya tangan sang penyodor itu buntung! Masya Allah…kerasnya hidup…

Read More

Resistensi Kebaikan

Hari ini ada sebuah pelajaran yang menarik bagiku. Tentang resistensi kortikosteroid pada neonates. Heuu… mungkin karena ilmuku yang masih sangat sedikit, jadiii aku baru tau kalau syndrome nefrotik (sebuah penyakit yang berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal) itu bisa terjadi pada bayi yang baru lahir. Selama ini, aku berpikir, bahwa kerusakan fungsi ginjal, umumnya terjadi pada orang dewasa saja, jarang yang pada anak-anak, apalagi neonates (bayi yang baruuuu ajah kluar dari perut ibunya, alias baru lahir). Nah, salah satu pengobatan atau terapi yang diberikan itu adalah kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan obat dewa pada dulunya. (catet, ini bukan mahkota dewa loh yaah..hehe). kortikosteroid sebagai immunosupresan. Nah, ternyata, paparan yang terlalu banyak (karena adanya kekambuhan atau relaps, jadi harus diterapi lagi), maka sang bayi harus sering menerima terapi ini, atau karena ada sebab lainnya, ternyata kortikosteroid ini jadi RESISTEN bagi sebagian orang. Resisten berarti si obat ndak ngaruh mau dosis berapapun juga!

 Ehe, sesungguhnya aku tak ingin membahas soal sindrom nefrotik dan kortikosteroid lebih lanjut. Aku hanya ingin memunguti pelajaran menarik dari kisah resistensinya. Jika resistensi terjadi akibat paparan yang sering dialami, maka bolehlah kita ambil sebuah I’tibar dari peristiwa ini. Rentang resistensi kebaikan! Ya, resistensi kebaikan. Hmm… apakah benar kebaikan itu mengalami resistensi?

Uhm…begini…, realita berbicara bahwa segala kebaikan banyak dinilai hanya sebagai sesuatu yang memang seharusnya terjadi. Maksudnya, sesuatu yang biasa-biasa saja, sesuatu yang memang semestinya begitu. Tidak ada apresiasi maupun reward social untuk itu. Sebaliknya, keburukkan sedikit saja, langsung diuber-uber dan dibesar-besarkan dan diberikan punishment tanpa ampun. Hehe, masi bingung yah, dengan maksud yang aku sampaikan ini? Mari kita lihat contohnya saja yuuk. Misalnya sesuatu yang disampaikan media. Aku jarang sekali, bahkan amat jarang melihat nilai-nilai positif atau sebuah kebaikan yang menjadi topic utama suatu hot news. Yang menjadi hotnews kebanyakan adalah berita-berita keburukan semisal kasus korupsilah, kasus kekerasan lah, kasus moral, kasus tauran, kasus penganiayaan terhadap TKI, dan berbagai kasus lainnya. Aku kok jarang banget yah melihat berita tentang pemimpin yang bersih, cerita moral yang baik, pemuda-pemudi bangsa yang shalih, atau tuan rumah/bos tempat TKI bekerja yang buaikkk banget. Yang diexpose justru yang jelek-jelek sahaja. Ini entah karena aku yang ndak apdet dengan berita, entah karena berita keburukan memiliki nilai jual yang lebih tinggi ataukah entah karena KEBAIKAN YANG DIANGGAP BIASA-BIASA SAJA sehingga tak perlu lagi reward terhadapnya? Entahlah… Tapi yang jelas, tak melulu negeri ini didominasi oleh sesuatu yang buruk. Aku percaya, masih bahkan masih banyak orang baik di muka bumi ini. Salah satu contoh saja. tentang kasus TKI. Aku bukannya mendukung soal peningkatan jumlah TKI di luar negeri yah, hanya saja, aku pernah mendapatkan cerita-cerita baik soal TKI juga. Masih ada kok tuan rumah tempat TKI bekerja itu yang yang masya Allah, baik bangeet. Gajinya dipenuhi tanpa ada pemotongan, TKI di-haji-kan, bahkan juga ada yang dikuliahkan. Tetapi, kenapa berita ini tak pernah ada, coba? Apakah kebaikan itu dianggap sebuah hal yang niscaya sajakah? Atau, bagaimanakah?
Read More

Lukisan Asa di Kanvas Kehidupan


Waktu bergulir, silih berganti. Siang menuju malam. Dan malam menuju siang…
Banyak dari episode hidup ini adalah kejutan-kejutan yang benar-benar tak terduga dari-Nya…
Bahkan, kadang kita terheran-heran, sembari membatin “Ternyata begini yaah?”
Dinamisnya  kehidupan mengantarkan kita pada gelombang yang pasang surut. Kadang tinggi menggulung, dan kadang terhempas dan pecah di bibir pantai…
Akan tetapi, begitulah keniscayaan hidup, bahwa ia tak pernah stagnan…
Selalu berubah, selalu dinamis, dari waktu ke waktu…

Merasakan hal yang menyenangkan?
Tentu kita pernah…. Dan kita berbahagia atas itu…
Pun begitu halnya dengan sesuatu yang sama sekali tak menyenangkan, bukan?
Setiap kita PASTI pernah melaluinya… Dan mungkin kita pun bersedih atas itu…

Akan tetapi, kembali kita pada sebuah penyadaran, bahwa tak satu pun dari kejadian di muka bumi ini, termasuk apa yang terjadi pada diri kita, kecuali telah Dia tuliskan di lauh mahfudz…
Menyenangkan, ataupun tak menyenangkan bagi diri kita…

Tentang yang telah berlalu….
Meletakkan masa lalu pada tempat yang lalu adalah pilihan terbaik… Meski mungkin itu bukan hal yang menyenangkan, akan tetapi kita telah diberinya pelajaran, agar tak terulang pada masa mendatang…
Membiarkan diri terus dibayangi sesuatu yang telah lalu, hanya akan menyisakan sebuah penyiksaan bagi hati, apalagi untuk sesuatu yang sama sekali tak menyenangkan…
Yang harus kita yakini, bahwa Dia pasti selipkan hikmah luar biasa bersamaan dengan itu….

Setiap keputusan-Nya atas diri kita, adalah sesuatu yang terbaik yang telah Dia siapkan untuk diri kita, jauh sebelum kita mengenali tentang arti kehidupan dunia. Jadi, apapun yang telah terjadi, semua tak pernah luput dari-Nya. Apa pun itu…

Tentang masa yang akan datang…
Sungguh, kita tak pernah tau, seperti apakah ia nya?
Hanya saja, ketika kita yakin bahwa Dia PASTI akan memberikan yang terbaik untuk setiap jenak kehidupan kita, maka TAK ADA LAGI YANG PERLU KITA KHAWATIRKAN! Ini bukan berarti kita hanya berpasrah diri tanpa ikhtiar, tanpa harapan, dan tanpa cita-cita. Akan tetapi, sebuah ruang yang sengaja kita siapkan di lokus hati, untuk menerima segala catatan yang telah Dia gariskan untuk kita, meski kadang tak bersesuaian dengan catatan asa dan lukisan cita-cita yang kita ukir sebagai sebuah rencana dahulunya…

Maka dari itu….
Bersemangatlah wahai diriku!
Jika setiap jenak-jenak kehidupan memiliki nilai di mata-Nya, maka mengapa tak kau gunakan setiap detiknya untuk kebaikan?
Mannajah!

Read More

Bukan Ketegaran yang Kamuflase


Adalah sebuah kejutan, setiap jenak kehidupan ini. Berada di sini, bahkan bukan menjadi sebuah catatan asaku dahulunya. Meskipun ada banyak warna yang telah melukisi setiap kanvas kehidupanku, tapi aku tersadar bahwa cita-citaku mungkin saja masih sangat sederhana. Ya, sangat sederhana…

Banyak dari potongan fragmen kehidupanku yang membuatku melonggarkan sebuah dimensi harap dalam lokus-lokus hati. Ini bukan karena aku berputus asa, lantas tidak mau berharap. Bukan! Akan tetapi, ketika sebuah kegagalan menghampiri, semakin memperlebar ambang dimensi tak harap itu…. Sekali lagi, ini bukan berarti aku berhenti menuliskan catatan mimpi… Bukan begitu yang aku maksudkan.

Tapi, aku sudah di sini…
Aku sudah di sini….
Dan aku sungguh tak ingin membiarkan kesempatan ini berlalu begitu saja…
Aku ingin, setiap amtrong langkah, setiap detik yang berlalu, adalah dengan sebaik-baiknya pencapaian…
Aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang telah Dia berikan untukku… Kesempatan yang dahulu mungkin tak pernah terpikirkan olehku untuk dapat memilikinya. Memiliki kesempatan ini adalah sesuatu yang sangat berharga untuk kusia-siakan…. Memiliki kesempatan ini, mungkin bagi sebagian orang bukan hal yang begitu istimewa. Akan tetapi, inilah jalan yang tengah Dia catatkan untukku…

Aku pernah bercerita tentang ketegaran yang kamuflase, bukan?
Ah, sebenarnya bukan kamuflase. Tapi, ia lebih mirip regenerasi sel hepar sebagai sel yang paling aktif dan senantiasa melakukan regenerasi. Atau, ia lebih mirip protrombin ketika terjadi sebuah luka. Ia senantiasa melakukan reparasi dengan segera, setiap ada luka. Setiap ada luka. Kecuali ketika fungsinya mengalami kerusakan ketika jaringan-jaringan itu tidak lagi melaksanakan peran sebagai mana mestinya. Pelajaran protrombin dan fibrin ini memberikan kita hikmah bahwa selama belum ada kerusakan yang meng-inhibisi segala progress perbaikan, maka setiap luka, setiap kegagalan akan segera direcovery. Ya, akan segera direcovery. Sebab, Dia pasti telah menyediakan yang terbaik untuk diri kita!

Aku yakin, setiap orang BISA MENJADI LEBIH BAIK!
Dan Allah menyediakan spasial yang seluas-luasnya bagi manusia untuk mengerahkan segenap potensi yang telah Dia anugrahkan….
Aku percaya, bahwa SETIAP ORANG BISA BERPRESTASI. Prestasi yang bukan dalam lingkup kecil sebuah kompetisi belaka. Tapi prestasi yang lebih dari pada itu…
Read More

Lagi-Lagi : Hayuuuu Belajarrr!


Selepas pendidikan profesi, sesungguhnya sering pertanyaan datang kepadaku mengenai obat-obatan. Mulai dari efek samping, cara makan dan waktu makannya, dan segala hal yang berhubungan dengan obat-obatan. Setiap kali ditanya, sering kali aku harus kembali merujuk kepada ‘kitab-kitab’ kefarmasian. Heuu… Betapa ilmuku sendiri tidaklah begitu update. Kadang—atau sering ya?—aku merasa malu sendiri. Seperti ‘tidak kompeten’ saja. waahhh, masya Allah…ternyata masiiiih sangat jauuuhhh…

Sebenarnya, selain ilmuku yang masih minim dan cara belajarku yang mesti diperbaiki, sesungguhnya kurikulumku di jaman-jaman masih sekolah S-1 dulu juga tak begitu support. Lebih kurang tiga perempat dari kurikulum itu adalah farmasetik dan sains yang notabene bukan sesuatu yang sering dipertanyakan dalam kehidupan masyarakat. Farmasi klinis di kurikulumku bisa dibilang tak ada. Kami sama sekali tak mempelajari farmakoterapi. Paling juga farmakologi yang lebih kepada sains nya. Di tahun-tahun setelahku, perbaikan kurikulum sudah dilakukan demi farmasis ke depan yang lebih baik. Jadi, angkatanku adalah angkatan terakhir yang masih menggunakan kurikulum jadul. Aku baru dapatkan farmakoterapi, farmasi klinis, dan farmasi RS itu di jama-jaman kuliah profesi.

Tapii, aku tentu tak bisa menyalahkan kurikulum kan yah? Tinggal di kitanya saja, mau meng-update atau tidak ilmu kita, profesionalisme kita atau tetap bertahan dengan paradigm lama saja? segalanya tergantung kita. Jika kita mau, insya Allah kita bisa, menjadi lebih professional. Ya nggak? Jika kita mau belajar lebih banyak!
Read More

Cita-Cita Kecilku

Ada azzam, insya Allah ada jalan!

Di kala masih kecil-kecil dahulunya, kita sering ditanyai tentang cita-cita. “Nak, kalau sudah besar,nanti cita-citanya apa?” dan jawaban yang kita berikan relative hampir sama, yaitu jika bukan dokter, pastilah guru atau pun polisi. Ada juga pilot. Ini adalah cita-cita yang generic, alias banyak disebutkan oleh anak-anak TK maupun SD. Sebab, dokter, polisi, ataupun guru adalah profesi yang paling sering dijumpai dalam kehidupan dunia kecil anak-anak. Sedangkan pilot, juga adalah hal yang menarik bagi anak-anak karena pilot bisa terbang setiap saat. Dan, dalam dunia imajinasi anak-anak, terbang adalah hal yang sangat menyenangkan. Hehe, mungkin ini juga yang aku pikirkan dahulunya… Jika pun ada cita-cita yang lain, itu mungkin karena profesi ayah ibunya. Contohnya, seorang anak pisokolog, cita-citanya pun ingin jadi psikolog.

Akan tetapi, ketika sudah besar, ketika banar-benar dihadapkan pada kenyataan hidup yang sesungguhnya, mungkin hanya sedikit sekali yang kemudian menjadi apa yang mereka cita-citakan. Banyak dari teman-teman SD-ku yang di pelosok kampung itu dulunya yang bercita-cita ingin jadi dokter, tapi tak satu pun yang kemudian menjadi dokter. Tak satu pun. Banyak juga yang bercita-cita jadi polisi, tapi juga tak satupun yang menjadi polisi. Ada juga yang bercita-cita jadi guru, akan tetapi hanya satu orang yang menjadi guru honor di sebuah SD. Aku sendiri, dahulu bercita-cita jadi insinyur pembangunan (baca : arsitek), akan tetapi malah jadi apoteker. Yang lebih menyedihkan, banyak yang pada akhirnya terpaksa harus menghadapi kenyataan dengan menjadi buruh tani, dan lain sebagainya…

Entah karena kita diajarkan untuk bercita-cita tinggi, atau entah para tetua yang tiada realistis dalam mengajari kita dalam bercita-cita. Entahlah… Tapi yang jelas, banyak dari cita-cita itu hanyalah sebuah cita-cita saja. Hanya sebagai pelengkap tanya ketika masih kanak-kanak dahulunya… Akan tetapi, pada akhirnya kenyataan hidup membawanya pada kehidupan yang berbeda.

Kemarin, aku menyaksikan sebuah tayangan anak-anak. Ketika ditanya apa cita-citanya, salah satu dari anak-anak tersebut menjawab, “cita-citaku, ingin jadi tukang angkat sampah.” Ketika ditanyakan kembali “Mengapa demikian?”, ia menjawab, “karena tukang angkat sampah akan menciptakan kebersihan di lingkungan sekitar. Jika tak ada tukang sampah, pastilah bumi ini menjadi kotor.” Ck…ck…ck….sebuah jawaban yang menakjubkan, menurutku. Sebab, banyak yang kemudian menjadi tukang angkat sampah bukan karena cita-cita, melainkan karena memang tak punya pilihan lain atau karena terpaksa harus memilih pekerjaan itu.

Read More

Angku Seorang Pejuang!

Di waktu bersilaturrahim pada lebaran 1432 H, salah satu angku* aku bercerita tentang jaman-jaman beheulak. Heuu… Tampak-tampaknya beliau sedang terkenang dengan masa-masa dahulu kala, ketika masih muda-muda dulunya. Masa muda yang tentu sangat berbeda dengan masa-masa muda orang-orang sekarang yang penuh ‘kedamaian’, yang penuh dengan segala kemasakinian. Ya, tentu saja sangat berbeda. Masa muda beliau pahit. Dan mungkin takkan dirasakan lagi oleh pemuda-pemuda jaman sekarang. Sebab, model penjajahan sekarang ini berbeda sudah. Caranya lebih ‘halus’, tapi dengan akibat yang sama. Sama-sama menghancurkan.

Beliau adalah salah satu pahlawan kemerdekaan yang memang tak pernah disebutkan dalam sejarah. Sebab, beliau berjuang bukan karena popularitas. Bukan pula karena berharap suatu saat nama beliau diukir dalam buku-buku sejarah yang kita pelajari semenjak SMP. Beliau bahkan tak pernah sekalipun menerima tanda penghargaan maupun uang tanda jasa. Sekalipun tidak! Tapi, begitulah kehidupan beliau dahulunya. Bergeriliya dari satu tempat ke tempat lain. Setiap saat berhadapan dengan serdadu belanda. Suara meriam pun jadi santapan. Nyawa jadi tantangan. Bersembunyi di Bukit-bukit, hutan-hutan lebat, dengan persediaan makanan yang minim. Tentu saja tidak ada laptop canggih, internet, hendpon blackber*y, atau baju bagus. ‘Mainan’ paling polpuler kala itu adalah bamboo runcing, belati, ataupun bedil. Penyakit yang meraja lela. Pakaian dari kulit kayu. Makanan yang tidak sehat. Miskin. Terbelakang. Tanpa pendidikan. Jika pun ada, mungkin hingga selesai Sekolah Rakyat saja. Tidak seperti sekarang, hingga doctor.

Read More

Kaledioskop Syawal 1431-1432 H


Apapun yang terjadi, Tetap Ceria dan Selalu Bersemangat!


Heuu… mungkin ini bukanlah sesuatu yang penting untuk engkau baca, kawan… Maka, mungkin akan lebih baik jika engkau lewatkan saja… Hehe…

___________
Dari Syawal tahun lalu, hingga ke Syawal tahun ini, ada begitu banyak warna yang telah kujalani. Yah, warnanya lebih banyak dari pelangi. Merah yang bergradasi. Begitu pula hijau dan kuning. Ah, mungkin memang sederhana saja. Tidak seberliku kisahmu, mungkin. Tetapi, begitulah warna yang Dia tetapkan untukku…

Dari Syawal tahun lalu, hingga ke Syawal tahun ini, ada begitu banyak peristiwa yang telah terjadi. Ia nya adalah centrifus antara berbagai zat rasa : kebahagiaan, kesedihan, kepiluan, penuh harap, jatuh terhempas tak berdaya, kemonotonan, kesenangan, entah apa lagi itu. Tapi yang jelas, bagiku, kumpulan rasa itu benar-benar tak lagi mampu untuk kudefinisikan. Dan, menjadi pilihan kemudian, adalah membiarkannya berpadu dalam segumpal daging yang ada di dalam rongga dada. Hati.
Read More