Dosen yang Mengapresiasi

Apa yang sebenarnya yang ada di benak mahasiswa ketika mengikuti suatu mata kuliah? Selain materi pokok dari kuliah itu sendiri, sepertinya ada hal yang lain yang lebih menarik untuk dibahas. Apa itu? dosennya! Ya, dosennya!

Mengapa dosennya? Hoho, karena, ternyata cara dosen menyampaikan, jadi evaluasi tersendiri bagi mahasiswa. "Eh, bapak ini gimana sih kuliahnya? Asyik gak?", "Duh, Aku ko ngga ngerti yah blajar sama ibu itu?" "Aku ndak paham nih materi bla..bla..bla.., abis dosennya cepet bener ngomongnya. Ndak bisa ngikutin!"
Coba deh liyat.... Selaluuu saja SUBJEK nya yang menjadi sorotan. Bukan OBJEK yang diterangkan dosennya...Iya kan yak? Atau, ada yang punya pendapat yang berbeda?

Aku secara pribadi sebenarnya juga sering melakukan 'evaluasi' tanpa kusadari. Aku lebih senang dosen yang tidak monoton dalam menerangkan setiap materi kuliah. Aku lebih senang dosen yang menggunakan media presentasi yang menarik, ketimbang yang datar-datar saja. Dan aku juga lebih senang dosen yang sugestif, bukan hanya sekedar transver of knowledge doang. Jadi at totally, aku sangat menyukai sistem pembelajaran yang begitu inovatif, dan juga penuh motivasi. Karena ilmu, sebenarnya bisa didapatkan di mana pun tho? Jadi, menurutku, rugi bener kalo cuma sekedar transfer of knowledge dengan membacakan slide yang begitu monoton, membingungkan, tanpa ekspresi, dingin, dan suram. Atau, karena aku begitu ekspressif, bersemangat dan sangat membenci kemonotonan kali yah? hihi...
Tapi kemudian, aku begiu terkagum pada salah satu dosenku. Masya Allah... Beliau bahkan tak menggunakan media-media yang masa kini. Beliau juga tidak sugestif dan nada bicaranya juga datar-datar saja. Tapi, kali ini benar-benar sangat 'menyihirku'. Oleh sebab satu hal saja... Beliau adalah sosok yang selalu mengapresiasi setiap mahasiswanya, sehingga motivasi itu tumbuh bukan karena sugesti beliau, melainkan karena apresiasi itu sendiri yang kemudian menumbuhkan motivasi. Memberikan apresiasi lalu kemudian membetulkan kesalahan kita. Tidak menghukumi secara 'sosial' maupun psikologis ketika kita salah.

Sebuah pelajaran menarik yang pengin aku petik dari sini.... Bahwa sesungguhnya, memperbaiki setelah sebuah apresiasi justru menghasilkan perbaikan yang jauh lebih baik ketimbang memperbaiki dengan menjatuhkan. 
coba perhatikan kalimat ini,
"Saya begitu apreciate dengan presentasi kamu. Sudah terlihat betapa kamu sungguh-sungguh dalam melakukannnya. Akan tetapi, sebaiknya ke depan bagaimana kalau presentasinya dibuat lebih sistematis, misalnya dengan mengguanakan bagan sehingga audience mengerti dengan apa yang kamu maksudkan. Ini pasti menjadikan kamu jauhh lebih baik dari ini."
dan kalimat ini,
"kamu ini bagaimana sih? ini benar-benar tidak sistematis! Belum tercapai apa yang menjadi tujuan utamanya. Seharusnya kamu tidak begini. Kamu kan bukan anak SMA lagi!"

manakah yang lebih senang mendengarnya?
kalimat pertama bukan? sebuah apresiasi yang membangun! bahkan untuk sebuah kekurangan sekali pun.

Seain itu, aku juga tidak begitu suka ketika ada pendidik yang hanya mengunggulkan seseorang atau sekelompok orang dan mengabaikan sebagian lainnya. semisal, "Nah, kalau si A pasti tau nih. Kan si A begini...begitu... Si B, koq dari tadi bengong-bengong melulu. Seharusnya juga bisa seperti si A." Si B pasti akan sangat terluka jika  dia dianggap tak selevel dengan si A walaupun misalnya kenyataannya memang begitu. Tak ada orang yang suka dibanding-bandingkan. Tak ada orang yang senang dinomorduakan, meskipun sebenarnya ia tak sebaik orang yang dinomorsatukan. Akan tetapi, jika saja kita memilih sikap lebih adil dan lagi-lagi mengapresiasi apa yang ada padanya, bukan tidak mungkin kan yah, si B bisa terpacu dua kali lipat lebih baik dari si A yang diunnggulkan tadi?

Hal ini menjadi sebuah catatan tersendiri bagiku...., bahwa aku sungguh ingin menjadi seorang pendidik yang bukan hanya transfer of knowledge, tapi lebih dari itu. Bahwa kita bukan saja sedang membangun para pemikir, tapi juga sekaligus membangun kepribadian dan jiwa-jiwa mereka. Membangun jiwa jauh lebih sulit dari pada mengisi batok kepala. Karena, lagi-lagi, bahwa ilmu itu bisa saja di dapatkan dimana-mana, bukan?

1 comment:

  1. hehe... stuju-stuju....
    dosenku sndiri mlah bilang, tujuan kita mendapatkan banyak ilmu itu adalah sebagai pembentuk kepribadian kita.

    Aku sendiri sama sukanya belajar dengan dosen yg ga kaku, ekspresif (coz suka lihat muka dosen) u nrima plajaran, inspiratif, wawasan luas (haiik... )

    Semoga tenaga pendidik bangsa ini benaar2 memahami permasalahan sesungguhnya ya ;)

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked