Resistensi Kebaikan

Hari ini ada sebuah pelajaran yang menarik bagiku. Tentang resistensi kortikosteroid pada neonates. Heuu… mungkin karena ilmuku yang masih sangat sedikit, jadiii aku baru tau kalau syndrome nefrotik (sebuah penyakit yang berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal) itu bisa terjadi pada bayi yang baru lahir. Selama ini, aku berpikir, bahwa kerusakan fungsi ginjal, umumnya terjadi pada orang dewasa saja, jarang yang pada anak-anak, apalagi neonates (bayi yang baruuuu ajah kluar dari perut ibunya, alias baru lahir). Nah, salah satu pengobatan atau terapi yang diberikan itu adalah kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan obat dewa pada dulunya. (catet, ini bukan mahkota dewa loh yaah..hehe). kortikosteroid sebagai immunosupresan. Nah, ternyata, paparan yang terlalu banyak (karena adanya kekambuhan atau relaps, jadi harus diterapi lagi), maka sang bayi harus sering menerima terapi ini, atau karena ada sebab lainnya, ternyata kortikosteroid ini jadi RESISTEN bagi sebagian orang. Resisten berarti si obat ndak ngaruh mau dosis berapapun juga!

 Ehe, sesungguhnya aku tak ingin membahas soal sindrom nefrotik dan kortikosteroid lebih lanjut. Aku hanya ingin memunguti pelajaran menarik dari kisah resistensinya. Jika resistensi terjadi akibat paparan yang sering dialami, maka bolehlah kita ambil sebuah I’tibar dari peristiwa ini. Rentang resistensi kebaikan! Ya, resistensi kebaikan. Hmm… apakah benar kebaikan itu mengalami resistensi?

Uhm…begini…, realita berbicara bahwa segala kebaikan banyak dinilai hanya sebagai sesuatu yang memang seharusnya terjadi. Maksudnya, sesuatu yang biasa-biasa saja, sesuatu yang memang semestinya begitu. Tidak ada apresiasi maupun reward social untuk itu. Sebaliknya, keburukkan sedikit saja, langsung diuber-uber dan dibesar-besarkan dan diberikan punishment tanpa ampun. Hehe, masi bingung yah, dengan maksud yang aku sampaikan ini? Mari kita lihat contohnya saja yuuk. Misalnya sesuatu yang disampaikan media. Aku jarang sekali, bahkan amat jarang melihat nilai-nilai positif atau sebuah kebaikan yang menjadi topic utama suatu hot news. Yang menjadi hotnews kebanyakan adalah berita-berita keburukan semisal kasus korupsilah, kasus kekerasan lah, kasus moral, kasus tauran, kasus penganiayaan terhadap TKI, dan berbagai kasus lainnya. Aku kok jarang banget yah melihat berita tentang pemimpin yang bersih, cerita moral yang baik, pemuda-pemudi bangsa yang shalih, atau tuan rumah/bos tempat TKI bekerja yang buaikkk banget. Yang diexpose justru yang jelek-jelek sahaja. Ini entah karena aku yang ndak apdet dengan berita, entah karena berita keburukan memiliki nilai jual yang lebih tinggi ataukah entah karena KEBAIKAN YANG DIANGGAP BIASA-BIASA SAJA sehingga tak perlu lagi reward terhadapnya? Entahlah… Tapi yang jelas, tak melulu negeri ini didominasi oleh sesuatu yang buruk. Aku percaya, masih bahkan masih banyak orang baik di muka bumi ini. Salah satu contoh saja. tentang kasus TKI. Aku bukannya mendukung soal peningkatan jumlah TKI di luar negeri yah, hanya saja, aku pernah mendapatkan cerita-cerita baik soal TKI juga. Masih ada kok tuan rumah tempat TKI bekerja itu yang yang masya Allah, baik bangeet. Gajinya dipenuhi tanpa ada pemotongan, TKI di-haji-kan, bahkan juga ada yang dikuliahkan. Tetapi, kenapa berita ini tak pernah ada, coba? Apakah kebaikan itu dianggap sebuah hal yang niscaya sajakah? Atau, bagaimanakah?

 Resistensi kebaikan lain yang terjadi adalah soal jilbab. Jika di negeri kita dewasa ini, melihat wanita yang berjilbab, atau melihat mesjid-mesjid ada di mana-mana adalah hal yang biasa-biasa saja, mungkin akan menjadi berbeda ketika kita berada di Negara yang minoritas nonmuslim. Melihat wanita berjilbab adalah hal yang langka, melihat mesjid adalah hal yang amat jarang. Nah, di tengah kehidupan yang begitu terbiasa dengan nilai kebaikan tersebut, lantas itu dianggap sebuah hal yang biasa-biasa saja, atau sesuatu yang memang semstinya saja? apakah kebaikan telah mengalami resistensi karena begitu seringnya kita mendapati hal yang demikian? Semoga tidak…

Aih, sungguh…. Alangkah lebih baiknya jika setiap kebaikan itu adalah seperti infeksi. Yang menular. Kebaikan yang menular dari satu orang kepada orang lainnya. Bukan resistensi, yang memberikan asasemen kemestian, “ooh, dia memang seharusnya begitu” lantas tak menular kepada kita kebaikannya… Semoga…

Heuu, maaf yaah, kali ini postinganku acakadut bener. Kok ya, struktur bahasanya berantakan gini? Udah gitu, ndak ketemu juga meeting point nya. Hee… Tapi, setidaknya, semoga ada sesuatu yang bermanfaat yang kita petik dari sini, terutama untukku.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked