Tetangga Terbaik

Di perantauan, tiadalah yang lebih baik dari pada tetangga yang baik. Tetangga yang sudah seperti saudara sendiri. Ma shaa Allah tabaarakallaaah.
Sungguh hari ini kami dapat limpahan kebaikan dari tetangga terbaik kami, mba Tyas sekeluarga. Ma shaa Allah tabaarakallaah. Pagi jum'at yang gerimis dengan aroma petrichor. Pagi jum'at terakhir di tahun 2021. Sebentar lagi, 2022 menjelang. Berganti tahun masehi bukanlah sesuatu perayaan spesial bagi kami. Tapi tetap saja, berganti hari, berganti bulan, berganti tahun ... berarti jatah hidup semakin berkurang.

Beberapa hari ini kondisi kami memang lagi not feeling well sehabis safar. Memang musimnya juga. Meskipun deg-degan dengan omicron, kami berharap ini bukanlah seperti yang kami pikirkan. Kadang, pandemi bikin kita banyak overthinking ya, hehe.

Ma shaa Allah tabarakallaah, mba Tyas datang pagi-pagi bawain dua goodie bag besar isinya macam-macam. Ma shaa Allah. Lima porsi bubur ayam, 2 pack bakso frozen, 3 pack kaldu daging siap pakai, tauge, 1 tray jeruk, lemon, 1 botol besar madu (750 gr), 1 botol bawang putih goreng. Plus juga buku anak-anak. Ma shaa Allah.. terharuu. Sungguh sangat baik sekali. Semoga Allah membalas begitu banyaaaak kebaikan mba Tyas sekeluarga.

Ini bukan kali pertama. Sering kali tiba² mba Fyas bawain makanan, snack atau apa saja. Membantu kami dalam banyaak haal. Dulu, waktu aku lahiran Aasiya, nitip Aafiya yang masih 2 tahun juga ke mba Tyas sekeluarga. Pas lahiran Maryam, ada dua anak yang dititip ke mba Tyas lagi. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Begitu banyak kebaikan yang mba Tyas sekeluarga berikan. Hanya kepada Allah kami memohon, agar kebaikan-kebaikan beliau dibalasnya dengan balasan yang lebih baik di sisi-Nya. Aamiin yaa Rabb ...

Memiliki tetangga yang baik itu adalah rezeki dari Allah. Alhamdulillaah di sini kami memiliki beberapa tetangga orang Indonesia dan alhamdulillah dapat tetangga yang baik. Dan mba Tyaas adalah tetangga yang paling dekat (paling dekat secara pertemanan). Juga paling lama bertetangga. Kami sudah bertetangga sejak pertama kali datang ke Riyadh (8 tahun). Tetangg terbaik kami, ma shaa Allah tabaarakallaah.

Barakallaahu fiik mba Tyaaas sekeluarga ❤❤😘😘
Atas segala kebaikannya ... ❤❤❤
Read More

Royal Suite Room; Kamar Hotel Mewah dengan Fasilitas Super

Dalam vacation kami kemarin, kebetulan salah satu teman suami pernah menjadi asisten direktur di hotel yang kami booking. Alhamdulillaah sempat bersilaturrahim dengan keluarga beliau. Aku ngobrol banyak dengan istrinya. Dan anak kami benar-benar seumuran sehingga mereka pun asyik bermain bersama. Senang rasanya bisa bertemu dan bersilaturrahim setelah 3 tahun tak berjumpa. (Kalau suami sering ketemu karena sama-sama punya hobi yang sama yaitu badminton dan ketemu di lapangan).
(note: gambar ini hanya ilustrasi saja. Bukan kamar royal suite room)

Nah, dalam kesempatan silaturrahim tersebut, kami diajak melihat salah satu kamar Royal Suite room (note: cuma lihat saja tidak menginap di sana). Kamar paling mewah di hotel tersebut. Begitu masuk, kakak Nasamah langsung komentar "Woooww.. ma shaa Allah!". Iya, hotel dengan fasilitas lengkap dan sangat mewah. Harga sewa semalamnya adalah sekitar up to 50juta rupiah. Itu semalam ajaa. Subhanallaaah sangat mahal yaa... Dan itu lebih mahal dari sewa rumah kontrakan kami di Riyadh buat setahun. Heuheuheu .... 


Jadi refleksi tersendiri buatku. Untuk menikmati fasilitas kemewahan dunia yang hanya semalam saja, amat mahal bayaran yang harus dikeluarkan seseorang. Padahal hanya dinikmati tidak sampai 24 jam. Check in jam 4 sore dan jam 12 pagi esoknya sudah harus check out. 

Lalu bagaimana dengan fasilitas surga? Yang kenikmatannya berjuta kali lebih nikmat dari pada kenikmatan hotel berbintang lima kamar royal suite? Tentu saja kita "membayar" dengan lebih banyak lagi. Bukan soal berapa uangnya, akan tetapi sebesar apa upaya kita. Meskipun, segala amalan kita tidak akan mampu membayar surga karena surga itu adalah diperoleh oleh seorang hamba Allah dengan rahmat-Nya, tapi tiket untuk mendapatkan rahmat Allah tak terlepas dari seberapa pahala dan amal kebaikan yang kita lakukan. Tak ada yang bisa masuk surga dengan amalannya. 

Dengan uang seharga 1 kamar hotel royal suite tersebut, mungkin sudah banyak yang bisa terbantu. Uang 50 juta bisa memberi paket makan 1000-2000 fakir miskin dan anak terlantar. Atau digunakan untuk memberi wakaf yang selama digunakan akan tetap memberikan pahala jariyah meski si pemberi sudah tiada. Kita tidak pernah tau amalan apa yang membuat kita memperoleh tiket surga. Dan kita juga tidak pernah tau, bisa jadi keburukan kita yang tidak kita sadari, menjadi penahan kita memasuki surga--na'udzubillaah.

Refleksi kedua adalah tentang sebentarnya dunia. Ibarat menginap di hotel mewah, tak akan menetap selamanya. Hanya sebentar saja kemudian harus check out. Paling hanya beberapa hitungan hari saja. Begitu pula seseorang yang dikaruniakan Allah harta berlimpah, tapi ternyata masa di dunia ini hanyalah sementara saja. Jika tak pandai mempergunakan pemberian Allah tersebut untuk berinvestasi di rumah masa depan (akhirat), maka hanya kesenangan dunia yang sejenak saja yang bisa diraih. Sementara. Sebentar. Dan tidak 100% selalu senang. Ada masa sulit, ada masa cemas, ada masa gelisah dan sebagainya. Jika tidak dihabiskan dalam kebaikan, bisa jadi harta tersebut hanyalah sesuatu yang dihambur-hamburkan atau menjadi rebutan ahli waris saja. 

Ini pelajaran berharga untukku tentunya. Tentang dunia yang menyilaukan, semerbak tapi menipu. Apakah kita bisa lulus dari fitnahnya atau terlena. Semoga kita menjadi orang-orang yang menjadikan dunia sebagai tujuan terbesar dan puncak ilmu tertinggi. Aamiin yaa Rabb.

Read More

Do'a, Harapan, dan Kelegaan

Alhamdulillaah, vacation kami berjalan lancar. Vacation kali ini benar-benar anugrah banget rasanya. Karena jika dilihat-lihat dari awal, rasanya hampir ga mungkin kami dapat vacation di Desember 2021 ini. Pertama, "antrian" cuti teman se tim suami yang pada "numpuk" di akhir tahun. Semua pada pengen cuti. Dan syaratnya tidak boleh 2 orang cuti sekaligus. Jadi, peluang kami buat cuti lebih kecil karena sebagian cuti sudah diambil di pertengahan tahun lalu. Kedua; resident permit kami yang belum renewal. Rasa-rasa hampir tak mungkin. Tapi, bagi Allah, sesuatu yang tidak mungkin dalam pandangan manusia, sangat bisa menjadi WUJUD NYATA jika Allah berkehendak. Dan itulah yang terjadi. Alhamdulillaah tsumma alhamdulillaah.


Perjalanan kami kali ini ga cuma pakek mobil di mana suami nyetir seperti biasa, tapi kami mencoba pengalaman baru dengan naik kereta cepat (highspeed railway) dan juga bus express. Berhubung dua moda transportasi ini tidak begitu common bagi anak-anak, maka kami ingin "mengenalkan" pengalaman ini kepada mereka. Dan alhamdulillaah mereka excited dengan pengalaman ini. Meskipun sempat harus sekolah sambil jalan hehe (alhamdulillaah anak-anak masih sekolah online).

Di perjalanan kali ini juga diumumkan hasil tes CPNS tahun 2021 yang mana hasilnya alhamdulillaaah, aku ndak lulus. Berarti do'a kakak Nasamah terkabul hehehe. Ini tidak lulus yang paling melegakan kayaknya. Alhamdulillaaah. 

Apa yang dilakukan seseorang ketika menginginkan sesuatu? Seseorang biasanya akan berikhtiar. Ikhtiar itu dalam bentuk usaha secara fisik (misal belajar, dll) dan berdo'a tentunya. Ada berbagai keinginan yang aku "langitkan" semenjak dahulu. Di antaranya, ada yang diijabah-Nya, dan sebagian lainnya digantikan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagainnya, mungkin tidak diijabah-Nya karena menghindarkan dari keburukan dan aku sangat berharap tidak diijabahnya sebagian do'a itu menjadi simpanan yang kelak diperlihatkan dan dibalaskan di akhirat sana. Untuk CPNS kali ini aku tak pernah memohon kepada Allah untuk diluluskan sebagai dosen CPNS di tahun 2021 ini. Aku hanya meminta agar Allah memberikan yang terbaik untukku dan keluarga serta untuk akhirat dan dunia kami. Jika memang dengan menjadi dosen itu lebih baik untuk akhirat dan dunia kami, maka aku memohon agar dimudahkan. Jika memang bukan sesuatu yang baik untuk kami, maka aku memohon untuk dihindarkan dari segala keburukannya. Itu saja yang aku pinta pada-Nya terkait CPNS kali ini. Beberapa kali Nasamah dan Rumaisha bilang "Kakak ga mau bunda luluus." demikian juga si Uni. Dan jawabanku selalu sama untuk mereka, "Kakak, Uni ... do'a sama Allah." 


Sepanjang beberapa masa hitungan tahun berlalu. Dahulu aku ingin kuliah di luar Sum-Bar (sebagaimana teman-temanku banyak yang lulus di ITB, UI, UGM, Unpad dll) tapi, hanya diijinkan di Sum-Bar. Ada kesedihan? Tentu. Dulu pernah memilih FK. Tapi lulus di Farmasi. Sedih. Iya, lumayan sedih. Dulu, pernah ikut tes CPNS (2010) dan berharap lulus, tapi tidak lulus. Sedih? Iya, waktu itu sedih, meskipun sekarang malah senang ketika sudah tau apa hikmahnya. CPNS 2021, tidak lulus ... apakah sedih juga? Ketidaklulusan di tahun ini beda penyikapannya. Jika dipersentasekan, sedihnya paling cuma 1-5% aja. hehe.. Sedih kenapa nilai microteaching dan wawancara koq rendah amat. Hehehe. Apa aku seburuk itu dalam wawancara dan mengajar? Rasanya aku senang mengajar. Meskipun tidak selalu mengajar mahasiswa, tapi aku pernah mengajar anak SMP dan SMA. Sekarang aku juga "me-mentoring" beberapa mahasiswa dan anak SMA. Tapi ternyata, di tes CPNS ini nilai mengajarku rendah banget. Jadi sedih dan auto evaluasi diri  jangan-jangan mereka selama ini tidak mengerti yang aku ajarkan sampai nilaiku serendah itu?! Hehehehe.... 


Sedihnya hanya 1-5%, sementara legaaa nya adalah 95-99%. Kenapa lega? Karena ... alhamdulillaaah nothing change setidaknya dalam setahun ke depan in shaa Allah. Aku malah sangat galaaauu rasanya bila lulus CPNS kali ini. Pertama, aku kayaknya beraaat banget harus LDR (apalagi beda negara dan berpisah sejarak 6000 an kilometer) dengan suami. Kedua, aku ga kebayang gimana bawa anak-anak mondar mandir ngurus berkas, dan bertempat tinggal di daerah yang sama sekali asing dan belum pernah aku kunjungi dan tak pula ada saudara dan kerabat yang tinggal di sana. Anak-anak nanti sama siapa. Di mana aku tinggal? Sekolahnya  anak-anak gimana? Bagaimana mereka adaptasi dengan lingkungan yang sama sekali berbeda sementara emaknya harus ngampus dan tidak bisa mendampingin full setiap hari. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang muncul di benakku jika aku lulus. Tapi, jika sekiranya lulus, maka segala tantangan ini memang harus aku hadapi. Ketika tau tidak lulus, ada kelegaan yang benar-benar lega. Segala pertanyaan-pertanyaan yang tadi ada di benak, tidak membutuhkan jawaban lagi dan aku tidak perlu memikirkan apa jawabannya.


Ada banyak cerita tentang CPNS tahun ini (dan mungkin di tahun sebelumnya juga). Sebagian (aku katakan SEBAGIAN lho yaa enggak semua) merasa "dicurangi" terutama ketika kampus yang mewawancarai dan menilai microteaching "membuat SETTINGAN" agar dosen tetap non PNS, dosen kontrak atau pun dosen luar biasa di kampus tersebut diluluskan. Microteaching dan wawancara memiliki total Bobot 40% dari SKB. Nilai ini tentu sangat signifikan mempengaruhi hasil akhir. Jika ada yang yang memang disengaja untuk diluluskan, maka diberikan nilai sempurna, sementara saingannya nilainya dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Aku mendengar sendiri kesaksian langsung dari peserta dari beberapa universitas (kebetulan tergabung di suatu grup WA) yang nilainya di SKD maupun CBT itu tinggi (dan kebanyakan paling tinggi), tapi sengaja diberikan nilai dibawah passing grade ketika di wawancara dan MT (microteaching), sehingga "hak" yang seharusnya ada pada orang yang mememiliki CBT dan SKD yang tinggi itu seolah "dicekal". Makin jelas "settingannya" ketika "orang dalam alias dosen yang memang sudah mengajar di kampus tersebut diberikan nilai sempurna yaitu 90-100. Ada yang sudah memiliki pengalaman mengajar 7 tahun di kampus swasta, sudah memiliki jabatan fungsional di kampusnya, dan juga sudah memiliki sertifikasi dosen; bisa-bisanya wawancara (yang notabene seputar dunia perkampusan, alasan menjadi dosen dll) yang pasti sudah khatam sama dia, plus pengalaman mengajar selama 7 tahun yang pasti udah melakukan teaching ratusan kali, dapat nilai hanya 50-an saja. Jadi, selama ini dia ngajar ga becus gitu? Atau emangnya dia lagi stand up comedy? Enggak kaan yaa. Naaah kaaaan, kelihatan bangeeettt yaak "kecurangan" dan "settingannya" hehehe. 


Tapi, ini bukan berarti semua yang mendapat nilai sempurna sampai 100 itu adalah settingan. Sebagian memang mendapat nilai tersebut karena they deserve to get it. Memang mereka berhak mendapat nilai tersebut. karena kemampuan mereka. Selain itu, penilaian wawancara dan MT ini sifatnya sangat subjektif menurutku karena penilainya manusia, yang dipengaruhi berbagai faktor. Bisa jadi mood pengujinya sedang buruk, bisa jadi lagi kesel, bisa jadi sedang lapar, lagi cape dan jenuh karena harus menguji dari pagi atau ada "titipan" dari atasan. Berbeda dengan CBT (tes yang berbasis komputer) yang menurutku nilainya murni. Tak ada unsur pengaruh manusia.


Dalam penilaian beberapa kampus yang kadang terlihat seolah seperti "settingan" itu adalah kejomplangan yang amat sangat antara satu peserta dengan seperta lainnya. Satu peserta (yang diunggulkan dan diplot untuk diluluskan) mendapat nilai sempurna 90-100. Sementara peserta lainnya mendapat nilai sangat rendah (40-60). Dulu (tahun sebelum-sebelumnya) malah nilai wawancara dan microteaching dikasi cuma 10-20 aja. Apakah memang "sebodoh" itu peserta yang mendapat nilai rendah? Bukankah mereka yang diuji itu adalah orang-orang yang berpendidikan minimal S2 yang notabene sudah sering melakukan presentasi?! 

Di sebagaian kampus lainnya penilaiannya terlihat lebih fair menurutku. Salah satunya di almamater S-1 ku. Penilaiannya menurutku sangat wajar tanpa settingan di mana nilai peserta sebarannya hampir sama yaitu sekitar 70-80 an rata-rata. Dan tidak jomplang yang sangat antara pesertanya. Tidak jomplang banget laaah. Enggak yang satu orang menjulang tinggi sementara yang lain nilainya rendah gitu.

Di formasi yang aku pilih sendiri, memang yang lulus adalah dosen kontrak di kampus tersebut. Meskipun alhamdulillah nilai CBT-ku (dari 4 mata ujian yaitu etika dan tridarma perguruan tinggi, literasi bahasa inggris, penalaran dan pemecahan masalah, dan dimensi psikologi) jika ditotal nilaiku paling tinggi di antara tiga peserta SKB (alhamdulillaah, senang juga saingan sama anak muda di mana emak-emak bisa mengungguli, dan bukan karena emak-emak ini hebat melainkan haadzaa min fadhli Rabbi), tapi wawancara dan microteaching nilaiku rendah dan ini sangat menentukan hasil akhir kelulusan. Yang lulus di formasiku itu (dosen kontrak di kampus tersebut) nilai wawancaranya 100 dan microteachingnya 90. Sementara nilaiku masing-masing 68 dan 66. Hihihi. Jadi lumayan jomplang laah yaaa. Heuheu... Jika nilai MT dan wawancara kami berkisar di nilai yang sama, bisa jadi aku dan dia memiliki nilai akhir yang hampir sama. Karena utk SKD sendiri, nilai kami kalau ditotalkan pun selisihnya hanya 1 poin saja (aku 30 dia 31). Sementara di SKB utk CBT nilaiku lebih unggul 3 poin. Nilai 60% dari 3 poin adalah 2 poin. Tapi, mungkin memang dia memiliki kemampuan sangat hebat dalam wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai sempurna. Dan aku mungkin memang ga pinter wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai rendah. Hehehe. Rasanya pas microteaching aku sudah menginputkan semua yang diminta dalam microteaching seperti tujuan pembelajaran, penggunaan multimedia, quiz interaktif dan juga resume pembelajaran. Aku juga menggunakan slide berbahasa inggris walaupun dalam penyampaiannya berbahasa Indonesia. Karena kampus yang dituju prodi farmasinya masih baru, dalam pikiranku belum akan memiliki kelas internasional. Jadi tidak masalah presentasi dengan bahasa Indonesia. Tapi mungkin itu tidak memenuhi espektasi penguji. Qadarallaaha ma shaa a fa'al.

Kadang aku jadi penasaran juga, sehebat apa sih wawancaranya sampai dapat nilai 100? Xixixi. Mungkin memang sangat-sangat hebat dan sempurna jawabannya. Disclaimer: Aku sama sekali tidak menuduh di formasiku itu ada "kecurangan" atau "pesanan" untuk meluluskan seseorang lho yaa. Barangkali memang begitu adanya. Hehehehe.... Sudah menjadi rezekinya dia. Khair in shaa Allah. Sangat khair... Sangat baik.

Nilai Akhir yang lulus CPNS di formasi yang aku pilih. CBT 38.72, Wawancara 100, MT 90

Nilai akhirku (CBT 41,65; wawancara 68, Microteaching 66)


Alhamdulillaah 'ala kulli haal. Senang rasanya sudah melewati serangkaian tes CPNS kali ini. Punya pengalaman baru. Punya teman baru juga. Punya insight baru. Apalagi tes di luar negeri yang pesertanya dapat jamuan makan siang dan dapat perlakuan istimewa ma shaa Allah. Kalau di SKD aku dapat burgerking, di SKB (CBT) aku dapat McD yang super jumbo paket lengkap. Enaaak banget deeh tes CPNS di luar negeri khususnya Riyadh hehehehehehe. Dan in shaa Allah tidak menjadi penyesalan kelak, karena aku sudah mencoba di kesempatan terakhir untukku ikut tes CPNS. Jika memang ada "hak-hak" nilai yang dikurangi (cases teman yang mendapat kecurangan di atas), kalau aku prinsipnya apa yang menjadi hak kita, pasti akan kembali kepada kita. Enggak di dunia, pasti di akhirat. Seseorang yang "mendzalimi" orang lain, mencekal nilainya, memberikan nilai yang tidak seharusnya, PASTI harus mengembalikan "hak" orang yang terdzalimi di pengadilan Allah kelak. Sayangnya di sana sudah ga ada mata uang lagi untuk membayar. Bayarnya pakai pahala atau dosa. Seorang hakim/juri/penilai, setengah kakinya di neraka. Apabila ia memberikan nilai dengan seadil-adilnya, maka ia mendapat pahala in shaa Allah. Tapi, jika dia tidak memberikan nilai dengan adil, maka Allah pasti akan mengadili ketidakadilannya itu di akhirat kelak. Jadiii, tak perlu bersedih bagi teman-teman yang sengaja dicurangi. Hak teman-teman akan kembali koq in shaa Allah. Di sisi lain, teman-teman sudah "diselamatkan" dari instansi yang "memfasiitasi" kecurangan tersebut. Meskipun maksudnya adalah "mengapresiasi" jasa dosen kontrak/dostap di suatu perguruan tinggi dengan memplot kelulusan, perbuatan mencurangi nilai orang lain tetap adalah suatu tindakan yang tidak punya integritas. Note: jika memang kecurangan itu terjadi.


Sekian cerita panjang kali ini. Alhamdulillaaah, Alhamdulillaaaah. Aku menuliskan ini pun penuh dengan kelegaan atas ketetapan terbaik yang Allah gariskan untukku dan keluarga.

Read More

Kesulitan dan Kemudahan

Desember.
Dingin mulai terasa di kota Riyadh. Suhu berkisar antara 8-9° C di pagi hari. Tapi musim dingin kali ini sebenarnya sudah cukup "hangat" dibanding musim-musim dingin tahun sebelumnya. Dulu, di 2 Desember (kalau tidak salah tahun 2017 atau 2018) suhunya 2° C. Sekarang masih di 8-9 an.
Desember ini adalah Desember yang sangat berkesan bagi kami. Tentang kesulitan dan kemudahan. Di Desember ini adalah bulan pengeluaran yang bertubi-tubi. Hehe. Mulai dari renewal sewa rumah, bayar pajak dependent fee hingga uang sekolah (tuition fee) anak-anak. Tapi yang paling menjadi highlight itu adalah tentang perpanjangan resident permit/iqoma.
Pada tahun-tahun sebelumnya, renewal untuk resident permit sudah bisa dilakukan sebulan sebelum expire date. Tapi, tahun ini ada kesulitan di mana agency suami di hold sama pemerintah. Alasannya adalah agency tersebut statusnya merah. Jadi, di sini agency atau suatu perusahaan akan diberikan nilai green, yellow dan red. Red jika citizen yang nasionality nya adalah negara ini (KSA) alias penduduk lokal lebih sedikit yang menjadi karyawan di perusahaan tersebut dibanding expatriate. Yellow untuk citizen dan expatriate yang sebanding. Dan green untuk citizen yang lebih banyak dari pada expatriate yang tercatat sebagai karyawan perusahaan tersebut. Kebetulan agency suami statusnya kemarin itu red jadi untuk resident permit renewal akhirnya di-hold.

Ini cukup membuat kami resah. Karena hingga iqoma/resident permit kami melewati tanggal expire, belum ada tanda-tanda renewal. Bahkan belum disarankan untuk membayar dependent fee (yang jumlahnya juga ga sedikit yaitu sekitar 400 SAR per kepala per bulan dan diakumulasi selama setahun. Dan 1 SAR nya sekitar Rp3,8K). Sementara cuti tahun ini yang tersisa 2 minggu rasanya sayang sekali untuk dilewatkan jika hanya di Riyadh saja. Sebab kami agak sedikit khawatir melakukan vacation di kondisi resident permit yang sudah expire. Selain itu, kami sudah plan sejak 2 bulan yang lalu akan vacation ke Haramain in shaa Allah.

Hanya kepada Allah segala urusan ini kami serahkan. Ma shaa Allah tabaarakallaaah. Sungguh Allah MAHA BAIK. Jika DIA berkehendak memudahkan, maka tak ada satu pun yang sulit. Dan sungguh, Dia-lah yang telah memudahkan untuk kami segala kesulitan-kesulitan ini.

Setelah kesulitan-kesulitan itu, lalu datang bertubi-tubi kemudahan. Ma shaa Allah. Alhamdulillaah binni'matiHi tatimmushalihaat. Ibarat kesulitan itu hanya 1 lalu Allah datangkan 10 kemudahan. Sungguh beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh...

Kemarin tanggal 15 Desember, alhamdulillaah kami dapat notifikasi dari Ministry of Interior bahwasannya resident permit/iqoma kami sudah diperbarui. Alhamdulillaaaah tsumma alhamdulillaah. Ini adalah satu dari sekiaaaaaaan banyaak kemudahan yang Allah berikan. Allahu akbar.

Pelajaran berharga:
Sungguh tentang apapun itu, senantiasalah minta pertolongan kepada-Nya. Meski hal yang kita pandang kecil. Jangan pernah merasa bahwa capaian-capaian yang kita peroleh adalah oleh sebab kemampuan diri kita. Sungguh, itu semua adalah pertolongan... sekali lagi pertolongan dari Allah. Dulu para sahabat dan tabi'in, hanya untuk perkara yang remeh seperti tali sendal yang putus, mereka meminta pertolongan kepada Allah, mengangkat tangannya dan berdo'a. Lalu, kita? Yang tiada seujung kuku pun dibanding generasi hebat tersebut, beranikah menyandarkan pada kemampuan diri yang amat sangat lemah dan tiada berdaya ini?!

Salah satu do'a yang diajarkan Rasulullaah pada dzikir pagi dan petang (semoga Allah mudahkan aku mengamalkannya dan diselamatkan dari kelalaian yang persistent):


يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، أَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

Ya hayyu yaa qoyyumu birohmatika astaghiitsu, ashlih lii sya'nii kullahu walaa takilnii ilaa nafsii thorfata 'ain.

Artinya : “Wahai Tuhan Yang Maha Hidup, wahai Tuhan Yang Maha Tegak, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan-Mu, perbaikilah segala urusanku dan jangan Engkau limpahkan aku kepada diriku walau sekejap mata.” (1)


Catatan Kaki
(1) HR. An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no.575, al-Hakim dalam Mustadrak(1/545), dan dishahihkan oleh Al-Albani, lihat Shahih At-Targhib wa Tarhib no.661

Kandungannya :
(Wahai Tuhan Yang Maha Hidup), yaitu Allah kehidupannya azali dan abadi, berbeda dengan makhluk yang kehidupannya diawali dengan ketiadaan, atau sebagian makhluk (seperti penghuni surga dan neraka) mereka hidup kekal abadi akan tetapi keabadian mereka tidak dengan sendirinya melainkan karena diabadikan oleh Allah dengan kekuasaanNya.
(wahai Tuhan Yang Maha Tegak) yaitu Allah Maha Tegak berdiri sendiri dan tidak membutuhkan sama sekali kepada makhluknya, dan sekaligus Allah menegakkan yang lainnya. Yaitu makhluk hanya bisa tegak berdiri apabila ditegakkan oleh Allah, dan mereka tidak bisa berdiri sendiri.
Dua nama ini Al-Hayyu al-Qoyyuum merupakan ismullah al-a’dzom (nama Allah yang termulia). Karena nama Al-Hayyu mencakup seluruh sifat-sifat sempurna Allah, karena seluruh sifat-sifat sempurna Allah merupakan konsekuensi dari sifat Maha Hidup.  Tidak ada kelemahan pada suatu dzat kecuali karena lemahnya dan tidak sempurnanya sifat hayat (hidup)nya. Adapun Al-Qoyyum maka ini mengandung kesempurnaan sifat Maha Kaya Allah, Maha tidak perlunya Allah kepada yang lain, dan menunjukan Maha Kuasa nya Allah, karena tidak ada makhluk yang bisa berdiri kecuali jika ditegakkan/diberdirikan oleh Allah (Lihat Badaai’ul Fawaaid 2/184)
(dengan rahmat-Mu) yang meliputi segala sesuatu (aku minta pertolongan-Mu)
(perbaikilah segala urusanku) yaitu umum mencakup urusan dunia maupun akhirat. (jangan Engkau limpahkan aku kepada diriku walau sekejap mata) karena (1) diriku lemah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhanku, (2) bahkan jiwaku terkadang menjadi musuh terbesar dibandingkan musuh-musuhku yang lain, dan (3) diriku tidak mengetahui apa yang baik bagiku dan apa yang buruk. Bisa jadi aku menerjang suatu perkara yang aku sangka baik ternyata justru mendatangkan kemudorotan. (Mirqootul Mafaatiih 4/1697)
(Dikutip dari applikasi Bekal Islam, Dzikir Pagi dan Petang UFA)
Read More

Dua Sisi

Kamis lalu aku diajak teman untuk kumpul emak-emak plus anak-anak playdate di rumah salah satu teman kami. Aku senang banget dengan undangan tersebut karena anak-anak bisa ketemu teman-temannya. Karena masih sekolah online, anak-anak butuh ketemu teman-temannya secara langsung dan emak juga bisa me time ngobrol bareng, ngeteh bareng, makan camilan bareng. Alhamdulillaah. 

Dulu waktu masih umur sekitar 4 tahunan, kakak agak sulit adaptasi dengan lingkungan baru. Dengan teman-teman baru. Lamaaa banget pemanasannya biar bisa akrab dan gabung sama temannya ikut main. Pas udah mulai blend dengan temannya, eehh udah waktunya pulang. Aku rada khawatir dulunya. Disarankan sama teman yang psikolog untuk menyekolahkan kakak agar dia "kecebur" di lingkungan yang bukan hanya kekuarga inti. Di usia 4 tahun 11 bulan kakak masuk sekolah dan alhamdulillah sekarang kakak tidak khawatir lagi dengan lingkungan baru. Begitu ketemu temannya, emaknya udah ditinggal begitu aja, asyik main sama temannya.

Rumah teman kami itu adalah salah satu compound/semacam komplek perumahan yang luxury dilengkapi berbagai fasilitas seperti playground, lapangan olahraga, kolam renang, sistem security yang sangat ketat dan banyak fasilitas lainnya. Masuk ke compound itu kita harus meninggalkan/mencatatkan ID kita (semacam KTP) dan harus ada resident di compound teesebut yang invite atau yang kita tuju. Jadi kita ga bisa sembarangan masuk ke compound. Sistem pengamanannya sangat ketat ma shaa Allah.
Sewa rumah setahun di compound bisa buat beli rumah di Indonesia. Kebayang kaan mahaalnya. Harga sewa rumah di sana berkisar antara 285jt- 500jt rupiah setahun. Kaan kayak beli rumah di Indonesia kaan. Itu sewa padahal. Belum lagi tuition fee sekolah anak-anak (umumnya mereka sekolah di British Int. School) yang setahunnya per anak bisa lebih dari 300jt. Kalau anak 3, berarti setahun yang dihabiskan hanya untuk 2 jenis kebutuhan yaitu sewa rumah dan sekolah (belum include biaya hidup, biaya makan, biaya shopping, biaya vacation, biaya asuransi kesehatan, dsb) ditotal adalah sekitar 1,2 M. Ma shaa Allah. Rasanya aku belum pernah lihat uang sebanyak itu secara langsung hehehe 😂.

Di sisi lain, saat aku berada di compound yang sama, bertemu dengan ibu-ibu Indonesia yang bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sedang momong anak majikannya. Sempat bercerita sambil menemani anak-anak di playground tentang bagaimana kehidupan mereka, apakah dapat majikan yang baik atau enggak dan sebagainya.

Ah itulah kehidupan. Yang sejatinya adalah sebagai ujian. Diberi harta kekayaan; adalah ujian apakah kita termasuk hamba-Nya yang bersyukur. Diberi kekurangan harta; juga adalah ujian apakah bisa bersabar. Banyaknya harta, bukanlah maksud Allah untuk memuliakan. Karena mulia itu standar penilaiannya bukan harta melainkan taqwa. Bisa jadi, ibu-ibu yang bekerja sehari-hari momong anak majikan, jauh lebih panjang sujudnya di sepertiga malam, jauh lebih tinggi tawakkalnya kepada Allah dari pada kita yang--alhamdulillaah--Allah berikan banyak kemudahan dalam hidup dan kelapangan dalam harta. Bisa jadi pula, teman yang diberikan kelebihan harta oleh Allah tersebut, ternyata sedekahnya tersebar di mana-mana. Sudahlah diberi harta, taqwanya pun luar biasa. Iya, karena sejatinya semua adalah ujian saja.

Ujian di atas bumi yang masanya hanya sebentar ini. Apalah artinya 60-70 tahun dibanding 50.000 tahun di Masyar apalagi dibanding unlimited time di surga atau neraka. Kalau perbandingannya tentang waktu, maka kehidupan dunia ini memang tiada apa-apanya, sampai-sampai di akhirat kelak manusia mengira tinggal di muka bumi hanya sesore atau sepagi saja. Tapi, waktu yang singkat ini pula adalah waktu yang amat sangat menentukan, tentang bagaimana nasib di akhirat kelak. Itu yang harus aku ingat selalu. Apalagi, manisntya dunia ini sering banget membuat lena. Astaghfirullaah.

Sangat benar, bahwasannya ketika kita melihat ke atas tentang orang-orang yang diberi kelebihan harta, sangat mungkin dapat menggerus rasa syukur kita atas banyaknya karunia yang Allah berikan. Maka menyoal harta, kita mesti menunduk ke bawah. Melihat banyaknya orang yang tidak seberuntung kita sehingga kita lebih banyak syukurnya. 

#sekelumitkisah
#menasihatidiri
#NtMS
Read More