Dulu waktu masih umur sekitar 4 tahunan, kakak agak sulit adaptasi dengan lingkungan baru. Dengan teman-teman baru. Lamaaa banget pemanasannya biar bisa akrab dan gabung sama temannya ikut main. Pas udah mulai blend dengan temannya, eehh udah waktunya pulang. Aku rada khawatir dulunya. Disarankan sama teman yang psikolog untuk menyekolahkan kakak agar dia "kecebur" di lingkungan yang bukan hanya kekuarga inti. Di usia 4 tahun 11 bulan kakak masuk sekolah dan alhamdulillah sekarang kakak tidak khawatir lagi dengan lingkungan baru. Begitu ketemu temannya, emaknya udah ditinggal begitu aja, asyik main sama temannya.
Rumah teman kami itu adalah salah satu compound/semacam komplek perumahan yang luxury dilengkapi berbagai fasilitas seperti playground, lapangan olahraga, kolam renang, sistem security yang sangat ketat dan banyak fasilitas lainnya. Masuk ke compound itu kita harus meninggalkan/mencatatkan ID kita (semacam KTP) dan harus ada resident di compound teesebut yang invite atau yang kita tuju. Jadi kita ga bisa sembarangan masuk ke compound. Sistem pengamanannya sangat ketat ma shaa Allah.
Sewa rumah setahun di compound bisa buat beli rumah di Indonesia. Kebayang kaan mahaalnya. Harga sewa rumah di sana berkisar antara 285jt- 500jt rupiah setahun. Kaan kayak beli rumah di Indonesia kaan. Itu sewa padahal. Belum lagi tuition fee sekolah anak-anak (umumnya mereka sekolah di British Int. School) yang setahunnya per anak bisa lebih dari 300jt. Kalau anak 3, berarti setahun yang dihabiskan hanya untuk 2 jenis kebutuhan yaitu sewa rumah dan sekolah (belum include biaya hidup, biaya makan, biaya shopping, biaya vacation, biaya asuransi kesehatan, dsb) ditotal adalah sekitar 1,2 M. Ma shaa Allah. Rasanya aku belum pernah lihat uang sebanyak itu secara langsung hehehe 😂.
Di sisi lain, saat aku berada di compound yang sama, bertemu dengan ibu-ibu Indonesia yang bekerja sebagai asisten rumah tangga yang sedang momong anak majikannya. Sempat bercerita sambil menemani anak-anak di playground tentang bagaimana kehidupan mereka, apakah dapat majikan yang baik atau enggak dan sebagainya.
Ah itulah kehidupan. Yang sejatinya adalah sebagai ujian. Diberi harta kekayaan; adalah ujian apakah kita termasuk hamba-Nya yang bersyukur. Diberi kekurangan harta; juga adalah ujian apakah bisa bersabar. Banyaknya harta, bukanlah maksud Allah untuk memuliakan. Karena mulia itu standar penilaiannya bukan harta melainkan taqwa. Bisa jadi, ibu-ibu yang bekerja sehari-hari momong anak majikan, jauh lebih panjang sujudnya di sepertiga malam, jauh lebih tinggi tawakkalnya kepada Allah dari pada kita yang--alhamdulillaah--Allah berikan banyak kemudahan dalam hidup dan kelapangan dalam harta. Bisa jadi pula, teman yang diberikan kelebihan harta oleh Allah tersebut, ternyata sedekahnya tersebar di mana-mana. Sudahlah diberi harta, taqwanya pun luar biasa. Iya, karena sejatinya semua adalah ujian saja.
Ujian di atas bumi yang masanya hanya sebentar ini. Apalah artinya 60-70 tahun dibanding 50.000 tahun di Masyar apalagi dibanding unlimited time di surga atau neraka. Kalau perbandingannya tentang waktu, maka kehidupan dunia ini memang tiada apa-apanya, sampai-sampai di akhirat kelak manusia mengira tinggal di muka bumi hanya sesore atau sepagi saja. Tapi, waktu yang singkat ini pula adalah waktu yang amat sangat menentukan, tentang bagaimana nasib di akhirat kelak. Itu yang harus aku ingat selalu. Apalagi, manisntya dunia ini sering banget membuat lena. Astaghfirullaah.
Sangat benar, bahwasannya ketika kita melihat ke atas tentang orang-orang yang diberi kelebihan harta, sangat mungkin dapat menggerus rasa syukur kita atas banyaknya karunia yang Allah berikan. Maka menyoal harta, kita mesti menunduk ke bawah. Melihat banyaknya orang yang tidak seberuntung kita sehingga kita lebih banyak syukurnya.
#sekelumitkisah
#menasihatidiri
#NtMS
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked