Karena Sayapku Tak Pernah Patah, Insya Allah...

Hari ini, aku ujian kasus di RSCM. Alhamdulillaah satu fase terlewati. Kami menyebutnya Remisi Parsial. Sebab masih ada fase konsolidasi di masa-masa tesis, insya Allah. (Hehe, udah kaya kemo kanker darah ajah niih). Tadi, pas pulang, keretanya padeett luar biasa. Padahal Sabtu. Dan setibanya di stasiun UI, keretanya berhenti sangat lama. Padahal cuma satu stasiun lagi. Aku, Rinda dan Mba Dewi memutuskan untuk turun saja. Dan benar, terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwasannya ada gangguan sehingga keretanya berhenti lama. Dan kami akhirnya menunggu bis kampus saja. Tapi, bis kampus yang lewat tak satu pun yang berhenti. Udah gitu, sedang ujan. Akhirnya aku dan Rinda memutuskan untuk jalan kaki saja dari stasiun UI hingga ke Pocin. Lumayan juga sih. Heuu... Nah, sepanjang perjalanan itulah kami ngobrol dan aku teringat kembali dengan buku Serial Cinta nya Ust. Anis Matta tentang Sayap yang Tak Pernah Patah. Judulnya ajah sudah menyayat hati. hehehe.... Baiklah, aku lampirkan tulisan menggugah dari ustadz Anis Matta ini.

Mari kita bicara tentang orang-orang patah hati. Atau kasihnya tak sampai. Atau cintanya tertolak. Seperti sayap-sayap Gibran yang patah. Atau kisah Zainuddin dan Hayati yang kandas ketika kapal Vanderwicjk tenggelam. Atau cinta Qais dan Laila yang membuat mereka ‘majnun’, lalu mati. Atau, jangan-jangan ini juga cerita tentang cintamu  sendiri, yang kandas dihempas takdir, atau layu tak berbalas.

Itu cerita cinta yang digali dari mata air air mata. Dunia tidak merah jambu di sana. Hanya ada Qais yang telah majnun dan meratap di tengah gurun kenestapaan sembari memanggil burung-burung:

O burung, adakah yang mau meminjamkan sayap
Aku ingin terbang menjemput sang kekasih hati.

Mari kita ikut berbela sungkawa untuk mereka. Mereka orang-orang baik yang perlu dikasihani. Atau jika mereka adalah kamu sendiri, maka terimalah ucapan belasungkawaku, dan belajarlah mengasihani dirimu sendiri.


Di alam jiwa, sayap cinta itu sesungguhnya tak pernah patah. Kasih selalu sampai di sana. “Apabila ada cinta di hati yang satu, pastilah ada cinta di hati yang lain,” kata Rumi, “sebab tangan yang satu takkan bisa bertepuk tanpa tangan yang lain.” Mungkin Rumi bercerita tentang apa yang seharusnya. Sementara kita menyaksikan fakta lain.

Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejewantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai. Dalam makna memberi itu kita pada posisi kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru melakukan pekerjaan besar dan agung: mencintai.

Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang terjadi sesungguhnya hanyalah “kesempatan memberi” yang lewat. Hanya itu. Setiap saat kesempatan semacam itu dapat terulang.
Selama kita memiliki “sesuatu” yang dapat kita berikan, maka persoalan penolakan atau ketidaksampaian jadi tidak relevan. Ini hanya murni masalah waktu. Para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: “apakah yang akan kuberikan?” Tentang kepada “siapa” sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder.

Jadi, kita hanyalah patah atau hancur karena kita lemah. Kita lemah karena posisi jiwa kita salah. Seperti ini: kita mencintai seseorang, lalu kita menggantungkan harapan kebahagiaan hidup dengan hidup bersamanya! Maka ketika dia menolak hidup bersama, itu lantas menjadi sumber kesengsaraan. Kita menderita bukan karena kita mencintai. Tapi karena kita menggantungkan sumber kebahagiaan kita pada kenyataan bahwa orang lain mencintai kita


Read More

Andilau (ANtara DILema dan galAU)

Deuuhh... besok insya Allah sudah kembali ke kota perjuangan. Entah kenapa, terasa sangaaatt beraaatt. Dan setiap membayangkan bahwa kami akan berpisah dalam jarak dan waktu, aku selalu galau. Aku di Depok. Ibu di Solok. Ayah di Payakumbuh. Uluf di Padang. Dan Adek dan Liyah di Solsel. Hwaaa.... Betapa, momen libur menjadi momen yang sangat berharga untukku bisa berkumpul bersama. Dan, mungkin itu akan lama masanya bisa terwujud (jika Allah masih meminjamkan umur untuk kami)...

Sejujurnya, setiap aku membayangkan itu semua, aku selalu dilanda andilau (antara dilema dan galau). Aku sebenarnya berharap bisa mewujudkan cita-cita kecilku (ya, cita-cita kecil dan sederhana, sebab aku punya cita-cita yang jauh lebih besar dari itu insya Allah. Hehe) yaitu menimba ilmu jika sudah lulus nanti (sebagai seorang praktisi) di rumah sakit besaaarr (hihihi, cita-cita yang berdilatasi jauuhh...dari aku yang sebelumnya). Tapi, sepertinya itu akan menjadi pilihan terakhir, mengingat akulah satu-satunya di antara kami yang memiliki kesempatan (dan jika mau memilih) untuk pulang setelah selesai kuliah nanti. Tapi, mungkin akan banyak orang-orang heran, mengapa harus memaksakan diri untuk tinggal sementara aku (semisalnya) memiliki kesempatan untuk belajar sebagai seorang praktisi (dan itu mungkin sulit dilakukan di kampung halaman?) Ya, aku punya alasan lain dan itu mungkin bagi sebagian orang kedengaran sangat cengeng. Hehe... Tapi, aku mungkin takkan meng-aminkan dan meng-iyakan semua pendapat orang. Sebab, meskipun bertujuan baik, belum tentu semua pendapat itu menjadi cocok adanya jika diterapkan pada kondisi yang berbeda. Sama seperti tidak semua rumus cepat matematika bisa diaplikasikan pada semua soal. Hee...

Tapi, mungkin itu hanya sebuah persoalan kecil (tapi bikin galau, hehe). Ini masih belum apa-apa, dan mungkin akan terlihat sangat konyol, jika dibandingkan dengan saudara-saudara kita di Gaza, yang jika hari ini mereka masih bisa bertemu ibu mereka, ayah mereka, tapi esok mungkin sudah tiada. Esok telah syahid menjemput surga. Perpisahan itu menjadi nyata adanya. Dan mungkin kita perlu bersedih, bahwa kita mungkin tak memiliki kesempatan yang sama seperti mereka untuk mengakhiri kehidupan yang penuh senda gurau ini dengan cara yang manis.

Dan lagi, aku harus berdiri pada satu prinsip, bahwa berada di atas dunia ini, hanyalah fana belaka. Setiap kita memiliki obsesi dunia, maka setiap itu pula ia akan terus menyeret kita pada obsesi-obsesi berikutnya. Maka, yang perlu dikembalikan adalah apa niat kita berbuat? Dan lagi, perpisahan adalah sesuatu yang niscaya... Perpisahan dengan dunia adalah sesuatu yang Pasti adanya....
Read More

Mengajarkan Anak Berbohong

Dalam sendiri di rumah dan asyik-asyiknya ngutak atik internet (hemm...bisa konek itu seperti naik paus akrobatis yaah? Hahaha... <-- betapa ngaconya), tiba-tiba kedengeran suara anak-anak PAUD sebelah rumah beserta suara gurunya juga. Hihi...

Nah, ada satu nyanyinya yang membuat aku geli sendiri...
Lebih kurang isinya begini...

"Bakso Bulat seperti Bola Pingpong...
Jadi anak janganlah suka bohong...
Kalau bohong, digigit sapi ompong..."

Pernah denger?
Kurasa sih pernah, karena nyanyi ini cukup familiar di kalangan anak-anak. Hayooo.... semua kamu pasti pernah jadi anak-anak kan yah? Hihihi... :D

Hemm...kalo diperhatikan dengan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, bukankah ada sesuatu yang aneh dari lagu itu? Semacam kontradiksi gituuhh?
Mari simak kembali kata-katanya :

"Jadi anak janganlah suka bohong...
Kalau bohong, digigit sapi ompong..."

Hemm....aku sudah garis bawahi kata-kata yang menurutku agak sedikit menggelikan.
Jadi anak, jangan suka bohong. Ya, itu bagus, itu bener.
Tapi malah kalimat berikutnya membuat nasihat sebagus "jadi anak jangan suka bohong" menjadi tak bermakna karena nyanyi tersebut malah NGAJARIN BOHONG.
Coba, mana ada sapi yang doyan sama orang. Sapi mah senengnya gigit rumput, bukan gigit orang! Kalo kamu pernah liat sapi gigit anak orang, tolong kabari aku, biar aku klarifikasi tulisan ini. Heuu....
Itu kebohongan yang pertama...
Mari kita menuju ke kebohongan yang kedua.
Okelah, anggap si sapi nya memang demen nge-gigit anak-anak, lhaa... sapinya kan OMPONG. Mana punya gigi buat nge-gigit.  Bayi yang belum punya gigi ajah bisanya cuma makan bubur atau nasi tim. Nenek-nenek ompong juga makanannya pastilah makanan lunak. Lahh, bagaimana sapi ompong bisa nge-gigit anak-anak yang tentu saja lebih keras dari bubur. Srigala yang punya gigi tajam saja, belum tentu bisa menghabiskan tulang belulang manusia. Apalagi sapi yang ompong. Nah loohh....

Lagu itu menasihatkan agar anak jangan suka bohong. Tapi, lagu itu sendiri sebenernya adalah demonstrasi sebuah kebohongan yang secara tak langsung ngajarin anak bohong. Kenapa? Karena anak-anak biasanya tak begitu acuh dengan kata-kata, semisal "Nak, ayuk rajin sholat, nak ayok rajin nabung.", jika tidak diikuti dengan tindakan nyata. Jika hanya dikatakan "Jangan bohong" maka itu tak akan cukup karena mereka lebih senang MENIRU TINDAKAN yang dilakukan lingkungannya. Jika kita bilang, "Nak, ayuuk sholat." tapi kita sendiri kaga sholat, maka jangan harap anak akan shalat. Itulah yang kumaksud bahwa anak akan acuh dengan sekedar kata-kata saja. Maka, ketika kita ngajarin anak jangan bohong trus dengan terang-terangan langsung mengajarkan kebohongan, maka yang diperoleh si anak adalah justru BELAJAR BOHONG.

Hemm....setidaknya kisah yang menggelikan ini cukup jadi pelajaran buat kita, bahwa mengajarkan anak, bukan hanya sekedar kata-kata. Ngajarin anak, adalah dengan tindak nyata. Bahwa keluarga sebagai lingkungan mini yang paling memberi pengaruh pada anak harusla memberikan teladan yang baik.
Jangan pernah ajarin anak untuk jujur jika kau malah membisikan pada anak, "Jika si IBu X itu datang, bilang ibu lagi ndak di rumah yaa Nak." Secara langsung, kau telah mengajari anakmu berbohong.

#hehe, ini lagu kedua yang aku kritik setelah lagu kasidah yang ini. Hihi
Read More

Kapalku Masih di Dermaga

Aku melirik kapalku yang masih berada di dermaga. Ternyata, termaga ini tak pernah memberlakukan sistem seperti halnya pergudangan farmasi; FIFO, first in first out. Di dermaga ini, jika first in, belum tentu first out. Keberangkatan kapal-kapalnya adalah tergantung siapa yang terlebih dahulu load muatannya dan available nakhodanya. Dan sangat boleh jadi, ada kapal yang hanya sebentar merapat di dermaga, untuk kemudian segera berlayar tanpa menunggu lama. Ada pula kapal yang telah lama berada di dermaga, tapi belum berangkat jua. Ada pula yang lebih parah, sudah dihantam gelombang puting beliung terlebih dahulu, baru kemudian merapat ke dermaga sejenak, lalu berlayar lagi. Tapi, ini adalah seburuk-buruk kapal. Karena mereka memulai pelayaran dengan sesuatu yang amat buruk dan nista. Ya begitulah hukum yang berlaku di dermaga ini.

Mungkin ada yang ber-imaji akan menempuh perjalanan bak sang pesiar. Namun, ada pula yang penuh ketakutan akan gelombang badai yang menghadang. Apapun itu, setiap kapal mungkin memiliki imaji dan definisi tersendiri tentang siapa dan bagaimana bahtera yang mereka hadapi.

Kembali, aku melirik kapalku yang masih setia di dermaga, berjejer bersama kapal-kapal lain yang mungkin nasibnya sama dengan kapalku. Kemudian beralih pada kapal-kapal lain yang telah dahulu berlayar dan sedang siap-siap untuk berlayar. Menatap ekor kapal yang jauuuuhh sekali dari pandangan, sudah anteng berada di tengah bahtera lautan membiru. Bagaimana nasib mereka yang sudah berlayar? Bahagia kah? Atau malah sedang berjuang melawan amukan angin badaikah? Entahlah. Satu dua, masih sampai kabarnya dibawa angin ke dermaga ini. Tapi lainnya, tak terbawa angin. Mungkin terlalu berat si berita itu untuk dapat diterbangkan angin.

Kapalku masih di dermaga. Dan banyak sekali yang bertanya, "kapan kapalmu akan berlayar, Fathel?". Mungkin mereka merasa, kapalku ini sudah sepantasnya untuk berlayar. Tapi, aku pun tak tahu jawabannya. Jika aku punya jawaban, sudah sedari dulu aku kabarkan, bahwa kapalku berlayar tanggal sekian bulan sekian tahun sekian. Tampak-tampaknya, memang orang-orang,entah itu keluarga, tetangga, orang sekampung, sahabat sepenanggungan, suka sekali menanyakan pertanyaan sulit ini padaku. Sekali lagi, ini pertanyaann sulit! Aku tak punya jawabannya. Ya, setidaknya, belum punya jawaban.

Kapalku masih di dermaga. Menunggu nakhoda yang available untuk melajukan si kapal itu. Menunggu mesin-mesinnya ready to go dan bahan bakarnya full. Dan, sesungguhnya, ada satu hal yang yang mesti ditunggu sebelum si kapal ini siap untuk dilayarkan. Sesuatu itu adalah hal yang penting. Ia tak berkaitan sama sekali dengan kapal. Tapi, ia menyangkut keberlangsungan pelayaran kapal nantinya. Sebenernya, tanpa menunggu si sesuatu itu, kapal sudah ready untuk dilayarkan. Tapi, aku memiliki satu kekhawatiran bahwa tanpa menunggu sesuatu itu, kapalnya akan oleng di kemudian hari. Jika pun tak oleng, mungkin itu akan membuat seisi kapal termasuk nakhodanya menghadapi ujian yang berat. Tapi, aku tak ingin khawatir. Karena itu semua masihlah sebuah pra-kira. Dan lagi, aku yakin Allah pasti tak pernah sia-sia. Lagian, ujian-Nya pastilah sebatas kemampuan hamba-Nya saja.

Kapalku masih di dermaga. Maka, jika kau ingin bertanya lagi, kapankah kapal itu berlayar, kau tanyakan langsung saja sama Allah. Karena hanya Dia yang punya jawabannya. Untuk kesekian kalinya kutegaskan, bahwa aku belum punya jawabannya.

Kapalku masih di dermaga. Untuk setiap ketetapan-Nya, aku ingin selalu menyerahkannya pada-Nya. Di tangan-Nya lah segala keputusan itu. Dan aku ingin selalu berbahagia atas setiap keputusan-Nya. Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan Dia takkan sia-sia terhadap hamba-Nya.

Kapalku masih di dermaga..... Dan belum tahu kapan hendak berlayar. Mungkin esok dan bisa jadi lusa. Dan mungkin saja lebih lama dan lebih lama dari itu. Hehehe
Read More

Outbond Tahun Baru

Alhamdulillaah...tahun baru ini diisi dengan kegiatan yang super menyenangkan plus bonus banyak ibroh. Hee... Kemarin aku menemani si Adek buat periksain matanya yang katanya udah nge-blurr pandangannya. Ya aku sanggupi meskipun sebenarnya sedang deadline laporan. Maka, pagi Rabu ini (hari terakhir 1433 H) kami segera ke RSUD Solok Selatan. Ternyata tidak banyak pasien. Syukurlah. Jam 10, udah dapet resep kacamatanya. Hee... Dan setelahnya, aku ngajakin Adek buat ketemu dokter Rani. Hehehe... Ya, karena pas abis lebaran kemarin aku tak sempat ketemu Rani, maka ketika ke RSUD inilah aku memang menyengajakan diri untuk ketemu Rani. Sudah lama sekali tidak ketemu dan aku juga sudah kangen sangat! Penginnya sih ketemu dokter Aulia sekalian. Tapi Au lagi sibuk di ruang Oka, jadi cuma ketemu Rani sahaja. Sinyal ponsel kala itu agak sedikit bermasalah, jadi tak bisa dihubungi nomornya Rani. Jadi, aku keliling ajaahh deh rumah sakit. Wong rumah sakitnya kan kecil, jadii bisa saja mencari Rani dan Aulia di sana. Hee... Aku ketemu Rani di bangsal penyakit dalam. Surprise bangeett. Hihi... Dan sesungguhnya yang bikin aku lebih surprise lagi dan bener-bener ndak nyangka adalah Rani dan Aulia dapet internship nya di Solok Selatan. Hihi...

Nah, baru deh kemudian Rani ngajakin ikutan Outbond. Hemm... pada mulanya sih aku ragu mau ikutan, soalnya dari hari Sabtu lalu aku demam tinggi, apalagi sore dan malam. Hari rabu itu baru hari pertama perbaikan. Dan jika hari kamisnya ikut outbond, aku ndak yakin sama kesehatan aku sendiri. Hee... Tapi aku memutuskan untuk ikut karena juga sudah kangen sangat ngumpul dengan akhwat Solok Selatan. Dan akhirnya, kamis (1 Muharram 1434 H), aku ikutan Outbond ke Kaki Gunung Kerinci itu. Hehehe...

Banyak ibroh, banyak pelajaran yang kemudian aku petik. Apalagi setelah ngobrol panjang di angkot (ehh angdes ding, hehehe), dan kami mojok di bangku paling belakang. Pokonya, serrruu dan menyenangkan. Tapiii, sayangnyaa...malamnya langsung tewas dan tepaarr. Hehehe... Sekarang, setumpuk laporan Pediatri menunggu dan deadlinenya tinggal 2 hari lagi sedangkan laporan kasusku baru kelar 40 %! Gawatt niihh... Hayooo semangaaaatt. Hehehe

Oh iyaa, aku mau mengucapkan :

SELAMAT TAHUN BARU 1434 H
Semoga AKU (dan juga kamu) bisa jadi lebih baik!
Read More

Primitif

Sudah hampir satu minggu lamanya berada di kampung halaman tercinta. Dan sudah 1 minggu ini pula aku jauh dari yag namanya akses internet. Sp**dy di rumah sedang dalam masalah dan masalah sama si bapak telkomnya tak terselesaikan. Tampaknya penyelesaiannya adalah dengan memutus jaringan telpon saja. Sebab, selalu bayaar tapi tak bisa diapa-apain.

Hee... ternyata, jauh dari akses internet itu, seperti kaum primitif yaa? Hehe.
Dan disadari atau tidak, ternyata kebutuhan akan koneksi terhadap dunia itu semakin tinggi, dan mungkin saja menjadi kebutuhan primer. Bagi kalangan tertentu terutama....
Ckckck...jaman sekarang...
Padahal, dulu tak begini bahkan ketika aku masih SMP dulu. Baru beberapa tahun berlalu...
Dan bayangkanlah, bagaimana sepuluh tahun lagi saja?
Ada kemajuan apa lagi kah?
Jangan-jangan teknologi nanopartikel, ehm...di mana manusia jadi bagian dari nanopartikel yang dapat saja berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya hanya dengan perantara sinyal. Jangan-jangan...
Let's wait and see... eehh...ndak ding, jangan hanya menungguu...tapi jadi bagian dr perubahan (syaelaaahh...hihihi)
Read More

Purozento

Hari ini sebenernya ada jadwal pengambilan undian kasus yang akan menjadi final examination case di stase Pediatri jam 7.30. Tapi, karena aku berangkatnya (sengaja) telat, dan aku sudah mendelegasikan pengambilan undian ke temenku, Sri, jadi aku nyampe di RSCM jam 7.45 pagi. Secara jadwal sih kita masuk jam 8 ya. Tapi, stase Pediatri sering mengharuskan kita dateng jam 7-an. Itu artinya, abis subuh, trus rapih-rapih dan sudah harus cauuu.... Aku sebenernya tadi jam 5.45 sudah ready to go. But, jemuran setumpuk yang menunggu sang mentari, jadi berangkatnya diundurin hingga 6.20 ajah hee...
(Lagi-lagi dehh, prolog nya panjang bener!)

Nah, kereta Kota pertama lewat. Ndak bisa maksain diri buat masuk saking udah overloadnya. Kereta ke dua, ke Tanah Abang-Jatinegara, juga full bangeett... Kereta ketiga, barulah aku bisa masuk. Tapi, pas nyampe stasiun UI dan Lenteng Agung langsung diserbu penumpang. Jadi, kesimpulannya, kereta tetep overload dan berada di sana bagaikan dipepes macam ikan sarden. Heuu....

Pas di stasiun Pocin tadi, aku baru nyadar kalo ada yang tak beres dengan jilbabku. Ah iyaaa, purozento nya ilaaaaang... Huwaaaaa.... Innalillaah!
Purezento-ku itu sebenernya adalah hadiah dari Kak Ayumi, one of  my best friend semasa apoteker dulu. dan umur Purozento-ku itu sudah lebih kurang tiga tahun! Bros purozento itulah yang kemudian menjadi broz favorit aku.
Paniklah aku ketika menyadari Purozento itu tak ada dijilbab. Kemanaaaa diaaa??
Jadi ingat, tadi buru-buru mengejar kereta dan rebutan di depan pintu komuter. Aku berpikir, kecil harapan Purozento itu bisa ditemukan. Mungkin juga sudah jatoh ke kolong peron kali yah. Heuu... Dan aku menyadari hilangnya purozento itu mungkin sudah agak lama. Sudah 2 kereta yang aku lewatkan baru aku sadar. Makanya aku sudah pasrah banget. Sedih siiihh. Baruu kemarinnya aku kehilangan gantungan kunci FLP yang umurnya juga sudah nyaris 4 tahun. Hilang dengan cara yang sama, tak disadari.

Tiba-tiba, padanganku tertuju pada benda kecil yang tergeletak tak berdaya di pinggir peron. Alhamdulillaah, itu kan Purozento akuuu... Dalam sepersekian detik aku sudah menuju ke TKP, dan BENAR! Alhamdulillaah itu purozento ku yang jatuh. Alhamdulillaah... Senang sekali....

Purozento ku itu sudah mengalami nasib yang sama. beberapa kali nyaris hilang. 4 kali kejadian yang sama di stasiun, kalo ndak salah. Tapi, alhamdulillaah, masih diberikan amanah utk memilikinya..hehehe....

pelajaran dari kisah ini bagi aku adalah, SEBERAPAPUN RINTANGANNYA, SEBERAPAPUN HALANGANNYA, SEBERAPAPUN TERLIHAT AKAN LUPUT, JIKA MASIH REZEKI KITA, MAKA INSYA ALLAH TAK AKAN KE MANA. TAPI, JIKA BUKAN RIZKI KITA, SEBERAPAPUN ITU KITA UPAYAKAN, KITA JAGA, KITA PERTAHANKAN, TAPI TETAP SAJA AKAN LUPUT. Yakinlah, bahwa rizki kita takkan pernah tertukar dengan orang lain. Jadi tak perlu khawatir kan yah? Jika Allah takdirkan untuk memiliki maka, meski sejuta orang menghalangi, tetap saja kuasa ALLAH yang berlaku. Tetap saja kita tak dapat miliki. Sebaliknya, seberapa pun kita menghindarinya, tapi jika memang itu rizkinya kita, maka tiada kita punta kuasa untuk menolaknya. Jadi, jangan khawatir, wahai diriku :)

*bikin tulisan ini sudah 1 watt, sedang dalam keadaan ngantuk berat dan sudah somnolen. Jika kacau isi dan bahasanya, mohon dimaklumi yaahh. Hehehe
Read More