Aku melirik kapalku yang masih berada di dermaga. Ternyata, termaga ini tak pernah memberlakukan sistem seperti halnya pergudangan farmasi; FIFO, first in first out. Di dermaga ini, jika first in, belum tentu first out. Keberangkatan kapal-kapalnya adalah tergantung siapa yang terlebih dahulu load muatannya dan available nakhodanya. Dan sangat boleh jadi, ada kapal yang hanya sebentar merapat di dermaga, untuk kemudian segera berlayar tanpa menunggu lama. Ada pula kapal yang telah lama berada di dermaga, tapi belum berangkat jua. Ada pula yang lebih parah, sudah dihantam gelombang puting beliung terlebih dahulu, baru kemudian merapat ke dermaga sejenak, lalu berlayar lagi. Tapi, ini adalah seburuk-buruk kapal. Karena mereka memulai pelayaran dengan sesuatu yang amat buruk dan nista. Ya begitulah hukum yang berlaku di dermaga ini.
Mungkin ada yang ber-imaji akan menempuh perjalanan bak sang pesiar. Namun, ada pula yang penuh ketakutan akan gelombang badai yang menghadang. Apapun itu, setiap kapal mungkin memiliki imaji dan definisi tersendiri tentang siapa dan bagaimana bahtera yang mereka hadapi.
Kembali, aku melirik kapalku yang masih setia di dermaga, berjejer bersama kapal-kapal lain yang mungkin nasibnya sama dengan kapalku. Kemudian beralih pada kapal-kapal lain yang telah dahulu berlayar dan sedang siap-siap untuk berlayar. Menatap ekor kapal yang jauuuuhh sekali dari pandangan, sudah anteng berada di tengah bahtera lautan membiru. Bagaimana nasib mereka yang sudah berlayar? Bahagia kah? Atau malah sedang berjuang melawan amukan angin badaikah? Entahlah. Satu dua, masih sampai kabarnya dibawa angin ke dermaga ini. Tapi lainnya, tak terbawa angin. Mungkin terlalu berat si berita itu untuk dapat diterbangkan angin.
Kapalku masih di dermaga. Dan banyak sekali yang bertanya, "kapan kapalmu akan berlayar, Fathel?". Mungkin mereka merasa, kapalku ini sudah sepantasnya untuk berlayar. Tapi, aku pun tak tahu jawabannya. Jika aku punya jawaban, sudah sedari dulu aku kabarkan, bahwa kapalku berlayar tanggal sekian bulan sekian tahun sekian. Tampak-tampaknya, memang orang-orang,entah itu keluarga, tetangga, orang sekampung, sahabat sepenanggungan, suka sekali menanyakan pertanyaan sulit ini padaku. Sekali lagi, ini pertanyaann sulit! Aku tak punya jawabannya. Ya, setidaknya, belum punya jawaban.
Kapalku masih di dermaga. Menunggu nakhoda yang available untuk melajukan si kapal itu. Menunggu mesin-mesinnya ready to go dan bahan bakarnya full. Dan, sesungguhnya, ada satu hal yang yang mesti ditunggu sebelum si kapal ini siap untuk dilayarkan. Sesuatu itu adalah hal yang penting. Ia tak berkaitan sama sekali dengan kapal. Tapi, ia menyangkut keberlangsungan pelayaran kapal nantinya. Sebenernya, tanpa menunggu si sesuatu itu, kapal sudah ready untuk dilayarkan. Tapi, aku memiliki satu kekhawatiran bahwa tanpa menunggu sesuatu itu, kapalnya akan oleng di kemudian hari. Jika pun tak oleng, mungkin itu akan membuat seisi kapal termasuk nakhodanya menghadapi ujian yang berat. Tapi, aku tak ingin khawatir. Karena itu semua masihlah sebuah pra-kira. Dan lagi, aku yakin Allah pasti tak pernah sia-sia. Lagian, ujian-Nya pastilah sebatas kemampuan hamba-Nya saja.
Kapalku masih di dermaga. Maka, jika kau ingin bertanya lagi, kapankah kapal itu berlayar, kau tanyakan langsung saja sama Allah. Karena hanya Dia yang punya jawabannya. Untuk kesekian kalinya kutegaskan, bahwa aku belum punya jawabannya.
Kapalku masih di dermaga. Untuk setiap ketetapan-Nya, aku ingin selalu menyerahkannya pada-Nya. Di tangan-Nya lah segala keputusan itu. Dan aku ingin selalu berbahagia atas setiap keputusan-Nya. Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan Dia takkan sia-sia terhadap hamba-Nya.
Kapalku masih di dermaga..... Dan belum tahu kapan hendak berlayar. Mungkin esok dan bisa jadi lusa. Dan mungkin saja lebih lama dan lebih lama dari itu. Hehehe
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked