Charger

Seberapa penting kah sebuah benda yang bernama charger? Ketika batrai tetiba drop, serta merta tangan meraih si charger dan tidak sampai dalam hitungan menit, terhubunglah ia ke arus listrik. Butuh. Iya, sangat butuh untuk terus mengisi sumber daya itu.

Seberapa pentingkah charger dan sumber listrik?
Jawablah ketika listrik padam berhari-hari. Tidak ada sumber dari mana pun.

Aahh, sesungguhnya ada yang lebih butuh untuk di-charger. Ia lah hati. Yang sumberdayanya pun sangat bisa meredup bahkan padam oleh banyaknya maksiat dan ghaflah. Astaghfirullaah... Astaghfirullah.
Adalah hati, yang jauh lebih butuh charger, renewal sumber daya dari Rabb penerima taubat, memohon pengampunan atas segenap catatan-catatan dosa yang berlimpah dan kelalaian yang mencuri banyaknya waktu...
Adalah hati... iya.. hati lebih butuh untuk di-charger...

Ramadhan sebentar lagi. Ahh alangkah ruginya diri ini, jika Ramadhan pergi tanpa ampunan dari-Nya... Alangkah ruginya...
Ya Rabb... ampunkan kamii...

Read More

Ngabuburit di Saudi

Mumpung Abu Aafiya lagi day-off, akhirnya kitah memutuskan untuk jalan sore kemarin. Tujuannya adalah Khurais Mall. Karena butuh membeli jumper buat Aafiya dan juga celana kerja buat Abu Aafiya.

Apa yang kamu bayangkan ketika datang ke mall sore-sore menjelang berbuka (1,5 jam sebelum berbuka)? Mall yang penuh sesak? Foodcourt yang fullbooked sehingga mencari kursi buat duduk saja susah? Pusat perbelanjaan yang meriah dan ramai dikunjungi?

Jika kamu di Indonesia, itulah yang terjadi. Mall yang penuh sesak dan foodcourt yang fullbooked. Tapi, pemandangan seperti ini takkan engkau temui di Saudi!

Ketika kami sampai di Khurais mall sekitar jam 5 sore yang kami jumpai adalah: SEPI!

Ya begitulah ngabuburit di Saudi...
Takkan kamu jumpai orang2 berdesakan di mall di jam berbuka. Bahkan foodcourt nya pada tutup semua... :)
Shopping mall nya tutup jam 5.30 pm. Untungnya kami masih sempat membeli jumper dan celana sebelum tokonya tutup. Hehe...

Abis itu jalan ke Khaleed bn Waleed menuju resto Indonesia, Rindu Alam. Tapiii tutup jugaaa.. Hihi.. Ya karena kemarin mereka emang libur juga sih... Tak apalah, lumayan bisa mampir ke baqala juga... beli lengkuas, kunyit, tahu, tempe, daaan sirup marjan yang memang diimport dari Indonesia... hehe...

Naah pas di Prince Amir Bander street, kami belok kiri. Ternyata niatnya samaaaa! Sama-sama pengen beli cake di Sadeddin Pastry. Hihi...
"Masi buka nda yaa?" Kita bergumam... kita pikir juga tutup. Pas sampai di sana... ternyata masih bukaaaa... alhamdulillaah... senangnyaaa...

Akhirnyaaa berbuka ditemani cake Sadeddin deeh... ^^

Read More

Halaman "Rumah" Baru

Fiuufffft... akhirnya beberesnya hampir selesai jugaak... Alhamdulillaah... ^^
Beberes "rumah" maya dan mengganti halamannya, mengganti "cat"nya, mengganti desain "rumahnya"... dan segala sesuatu tentang si rumah... Masih ada beberapa "furniture" yang perlu ditambahkan... in shaa Allah next time... :)

Yeeey... proudly present, "rumah" mayaku yang baruuuu... hehehehe...
Bukan keputusan yang mudah memang untuk mengganti desain "rumah" mayaku ini. Idenya sudah lamaaa banget muncul... Sudah lirik2 beberapa calon desain (templates) tapi masih maju mundur. Makluum... aku "menempati" rumah ini sudah  sejak waktu yang cukup lamaaaa... (9 tahun yang lalu), dan desain "rumah" yang sebelum ini juga penuh "perjuangan" untuk mengotak-atiknya menjadi seperti itu sejak 2010 lalu kalau nda salah... Aku pun sukaaa bangeet, karena merasa sudah pas banget di hati dan nyaman untuk "ditempati". Meriaaah syekaliiii... hihihi...
Beberapa tamu pun sering berkunjung. Tidak begitu banyak memang... Tapi masih ada yang mau bertandang ke rumahku yang meriaah.. xiixixi..

wajah "rumah" yang sebelum ini ^^
Nah, beberapa bulan terakhir ini (terutama sejak februari hingga mei), si rumah sepertinya sudah berdebu dengan tebalnya. Laba-laba bersarang di sana-sini. Rumput di halamannya sudah sudah setinggi lutut. Hehe... Si rumah terabaikan. Dan mana ada yang mau berkunjung lagi jika sudah begitu.. Heuu...
Di bulan Mei lalu, aku kembali membenahi rumah mayaku. Tapii, untuk mengganti "desainnya, catnya, perabotannya", semuanya masih berpikir-pikir.

Hingga... keputusan akhirnya dibuat. Ganti "wajah rumah" akhirnya menjadi final decision. Apa alasannya hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengganti rumahku yang sebelumnya cukup "meriah" setelah penuh perjuangan dulunya untuk mengotak-atiknya? Padahal, sejak 2010 silam itu aku sudah bertekad untuk tidak menggantinya lagi setelah capek-capek "merias"nya.

Salah satu alasannya, Rumah lamaku itu, meriah karena banyak perabotan "widget" nya. Aksesorisnya banyak banget, tapi kebanyakan nda usefull... Sekedar pemanis "ruangan" sahaja. Meskipun berat terasa, akhirnya aku memutuskan untuk "membuang" perabotan widget itu ke tong sampah. Sebagian masih ada yang disimpen sebagai "kenang-kenangan". I Just save it as a html in notepad. Hihi... Sebab, Banyaknya widget ini membuat loading menjadi lebih berat.
Ada beberapa yang sebenarnya sayang untuk dibuang dan nda bisa disimpan dalam bentuk html, seperti link "referensi". Sayang sih. Tapi aku putuskan untuk ikut di-delete juga karena mostly aku nda nge-klik. Cuma sebagai sarana nyimpen link doang. Ehehehe... Toh, ujung-ujungnya juga kalo butuh, nyarinya pake mba gugel, lagi mbah gugel lagi. Ahahaha
..
Link follower, recent comment, tags cloud/label dan box berisi buku2 yang bisa didonlot juga ikut dibuang. Alasannya, di rumah baru ga ada space lagi. Hehehe...
Yaa, finally banyak sekali widget yang aku delete-delete-in. Hiks... hiks...

Alasan berikutnya, yaaa ganti suasana juga... Mana tau bikin menulis makin bersemangaat lagi. Walau bagaimanapun, life is so dynamic kan yaa.. Kekekeke...

Alasan selanjutnya, perubahan orientasi(?). Wakakakaka.. alasan macam apaah iniiih?>.<
Yaa, gini lebih tepat penjelasannya, mungkin karena dulu masi alay, masi labiil, belum ada yang men-stabilkan...wkwkwk.. jadii senengnya yang meriah-meriah, hebooohh, rameee (apa hubunganya yaa???). Yaa begitu deeeh...
Sekarang setelah jadi emak-emak, senengnya yang simple dan kalem (beneran kalem fatheeel? Hahahaha...). Mungkin penyebab utamanya karena aku ter-sibghoh sama the most influencer person in the world yaituuuu suamikuuuuhh yang memang lebih suka yang simple-simple dan nda banyak aksesoris, akhirnya aku juga ikutan pengen yang simple-simple buat blog.

Naah inilah wajah rumah baruku yang hampir mencapai finish pengerjaannya (setelah memilih beberapa template dan menggonta-gantinya). Jauuuh jauuuhh lebih simple dari rumah sebelumnya. Iyaa kaaan? Iyaa kaaan? Iyaa kaaan?
Sederhana. Minimalis. Nda banyak perabotan (baca: widget). "Cat"nya juga sederhana. Nda banyak warna-warninya.

Kelebihannya yang sekarang lebih responsive (ikut kekinian gituuuh). Itu yang membuat aku seneeng sama rumah yang sekarang ini. Karena sifatnya yang "responsive". Sebenarnya pengeeeen banget yang model one-page blog gituuh. Udah dicobain juga tapi kayaknya lebih cocok buat blog portofolio. Kurang cocok buat blog curhat macam blog akuuh iniih.. hehehe..


Welcome in my new home... ;)
Marhaba... Marhabaa... ^^
Read More

Sewing Project: Patchwork Zipper Tote

Patchwork Zipper Tote

Setelah kegagalan sebelumnya, kali ini alhamdulillaah bisa bikin senyum mengambang... hihi... Zipper Tote... Tote yang ada zippernya... Salah satu pelajaran baru. Projectnya cukup kilat. Sekitar 1,5 jam an lah.

Diisi buku ^__^
Di antara semua tas yang pernah dibikin,  yang ini paling aku suka dan udah exist dibawa ke mana-mana... hehe.. Alhamdulillah bini'mati-Hi... Baru sempet nulis ajah siy.. Jadinya udah dari semingguan yg lewat... ^_^

^__^
Udah segitu ajah.. Cuma postingan singkat... ^_^ dan pamer ajah :P
Read More

Sewing Project: Messenger Bag

Messenger Bag

Sudah lamaaa banget pengen bisa bikin messenger bag. Ini model tas jaman SD dulu yang dibikinin sama Ayahku. Model messenger bag. Cuma kalo ayah bikinnya level advenced, karena banyak pocketnya. Aku baru bisa bikin yang simple ajah... Hihihi..


Sebenarnya, cikal bakal messenger bag ini sudah seleaai dibikin sebelum si tote bag. Sudah diajak mejeng juga ke Khurais mall.. Kira-kira sebulanan yang lalu. Tapi modelnya masi bener-bener simple dan masih kurang sreg di hati. Sama seperti kurang sreg nya hasil rombakan dari celana jeans menjadi tote bag yang aku kerjakan sebelumnya. Akhirnya, muncullah ide untuk merger kedua tas tersebut,dijadikan satu dan dibikin lebih kuat dan lebih sreg di hati. Sayang nda sempat foto yang sebelum rombaknya... heuheu...
messenger bag tampak depan

Senangnya.. messenger bag nya sesuai dengan harapan, meskipun tadinya sempat bingung mencantumkan talinya. Mestinya sebelum dijahit keliling dan dibalik. Akhirnya dicantum diluar sahaja... :)
^__^
Kekurangannya tentu masih banyak. Maklum baru belajar. Di antaranya, karena menggunakan staplek sebagai pelapis, dan kainnya cukup keras, pas dibalik, jahitannya jadi kelihatan karena butuh upaya extra untuk membaliknya. Mungkin butuh tips dan trik lagi. Dan bagian zippernya juga ada sedikit kesalahan jadi jahitannya keliatan banget ga begitu rapihnya. Hihi.. overall aku cukup puas dengan hasilnya. More than my expectation alhamdulillaah... Jadi makin semangat untuk eksplorasi lagi... Tapi selama Ramadhan mau off dulu aahh... :)
Read More

Tantangan Membesarkan Anak di Era Gadget

Widihhh judulnya berat yaak.. Hehehe..
Baiklah, mari bercerita dengan seringan mungkin. Lagian siapa juga yang 'dengerin' siy Fathel? Wkwkwk... Lagi, ini sebenarnya lebih kepada pengingat diri. Ya, pengingat untuk diri sendiri...a

Ketika kita masih kecil (kitaaa? Kamuuh ajah kaliih Fatheeellh.. :P), sebutlah era akhir 80-an dan 90-an, sepertinya kehidupan kita tidak begitu 'terusik' dengan adanya telepon pinter alias gejet. Ibu-ibu apatah lagi ibu rumah tangga bisa dibilang lebih punya waktu full untuk bermain bersama anak. Sebaliknya, anak-anak pun bermain dengan bebasnya di halaman, di lapangan, di mana saja dengan permainan 'ala kadarnya' namun sarat dengan koneksi sosial yang bukan maya. Nyata. Bermain bersama. Tertawa bersama. Dan juga berantem bersama.

Tak pernah terbayangkan, hanya dalam kurun waktu 20 tahun saja, zaman berubah dengan pesatnya. Dulu, tak pernah membayangkan bisa ngobrol dan saling tatap muka dengan ribuan mil jarak hanya dengan menggunakan perangkat kecil segenggaman. Dahulu, bahkan menelpon pun susah (apalagi yang tinggal di pelosok macam akuuuh.. hihi... >.<), dengan tagihan yang mahaaal pulak. Berkirim pesan singkat pun, yang paling kilat adalah telegram (bukan aplikasi telegram lho yaa.. hihihi...) yang tiap hurufnya berbayar. Itupun tidak langsung sampai. Perlu hitungan hari juga.
Hari ini? Seolah dunia dalam genggaman. Informasi begitu mudah didapat cukup dengan mengetikkan jemari di layar pintar.
Masih adakah tugas sekolah berupa mengirim telegram, berkirim surat dan tugas sejenis? Agaknya, jaman sekarang anak SD pun tugasnya sudah menyentuh ranah internet. Tak ada lagi tugas berkirim telegram, barangkali.

Ya begitulah. Tidak ada perubahan yang tanpa konsekuensi. Begitupula dengan kehidupan sosiocultural pasca berubahnya zaman. Jangan ditanya dampaknya. Selain hal positif, hal negatif juga banyak yang menyertai. Pornografi misalnya. Na'udzubillaah...

Kita tidak akan merunut satu persatu dampak perubahan jaman menjadi era digital alias era gadget ini. Cukup satu dampak saja, yaitu... tantangan dalam mendidik dan membesarkan anak di era serba internet ini. Tak bisa dipungkiri, banyak dampak positifnya; misalnya lebih mudah untuk mencari infomasi terkait apa saja dunia parenting, adanya grup-grup dan komunitas (bahkan pesertanya dari berbagai penjuru dunia) cukup dengan login di jejaring maya, dan sederet manfaat lainnya. Tapi,.... (ada tapi nya) ternyata mendidik anak di era gadget ini juga punya tantangan yang luar biasa.

Daya tarik gadget kadang (bahkan sering) membuat para ibu (dan juga bapak) terlena. Hampir tiap menit, jemari asik menari-nari di atas layar pintar. Asyik sendiri. Maka, tidak heran pula, di manapun kita berada, anak-anak di berbagai level usia pun asyik masyuk dengan layar pintar di depannya. Berbagai games lebih menarik dari pada bermain nyata (meskipun punya segudang mainan), berbagai tontonan lebih seru untuk dilihat melalui gadget dari pada bermain dengan teman seusianya. Ahh.. ini sebuah tantangan yang berat bagiku terutama.

Aku mengatakan ini, bukan berarti aku 'bersih' dari hal tersebut. Aku adalah salah satu orang yang juga terkena dampak tersebut. Di manapun berada, hampir dipastikan selalu ada gadget. :'(

Belakangan ini aku baru menyadari betapa itu sesuatu yang kurang bagus, apalagi jika itu selalu disaksikan oleh Aafiya. Sebenarnya sih sudah lama sadar (dan pasti kebanyakan orang juga sangat menyadari hal ini), tapi belum take action aja sebelum-sebelum ini. Kita (aku dan suami) memang commit untuk tidak memberikan gadget pada anak di usia dibawah 3-4 tahun. Tapi, komitmen saja tentu tidak cukup jika tidak dibarengi dengan aksi. Bagaimana mungkin kita hanya melarang saja jika anak menyaksikan kita menjadi pelakunya? Bukankah action speaks loader?

Berawal dari aku yang 'memperkenalkan' Aafiya dengan gadget untuk memperlihatkan foto-fotonya. Hanya foto saja. "Ini foto Aafiya...". Hanya foto saja. Tidak ada games. Tidak ada tontonan. Tapi, walaupun hanya sekedar foto saja (dan Aafiya juga tidak aku ajarkan mengoperasikan gadget) tetap saja menimbulkan addict bagi Aafiya. Walaupun addict nya alhamdulillah belum seberapa (masih bisa dialihkan dengan mengajaknya membaca atau menulis/menggambar). Hanya sekedar memperlihatkan foto saja sudah sebegitu daya tariknya, apalagi jika diperkenalkan dengan games dan tontonan. Begitu pikirku.

Maka, sebelum terlanjur addict berat sehingga sulit berlepas dari gadget, alangkah lebih baiknya segera dihentikan. Langkah pertama adalah, aku sebagai ibunya yang harus menghentikan addict dan ber-gadget ria itu di depan Aafiya terutama. Simpan gadget dan bermainlah bersama anak. Lagian, ini adalah masa 'emas' untuk mengajarkan dan menanamkan pondasi pada anak yang terlalu berharga untuk disiakan. Gunakan gadget jika sedang tidak bersama anak, misal ketika anak tidur.

Aku sudah mencoba mempraktekkannya. Selama Aafiya tidak melihat gadget, dia tidak pernah memintanya. Pokonya, jangan sampai si gadget itu terlihat sama Aafiya. Hayoo semangat emak Aafiyaaa! Hehehe... Just keep your gadget... :D

Jadi, haruskah kita 'mengembalikan' anak ke zaman 'purba' tanpa gadget? Sebenarnya tidak juga. Pada usia tertentu (di atas 4 tahun misalnya), beberapa tontonan edukatif mungkin bermanfaat untuk anak. Tapi, bersyarat. Dengan pengawalan ketat. Dengan didampingi. Dan dengan adanya batasan waktu. Harus ada 'deal' antara orang tua dan anak berapa lama ia diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas gadget. Dan pasti, emak sama bapaknya juga harus ikutan komitmen dengan batasan waktu tersebut. Terkecuali misalnya ada orang tua yang bekerja dan membutuhkan gadget (macam Abu Aafiya yang ada oncall jadi mesti HP selalu dalam jangkauan jika tidak ingin menimbulkan masalah), maka anak perlu diberi pengertian. Hadeuhh teori banget yaaak. Tapi, in shaa Allah dengan memulai untuk no gadget bagi orang tua saat bersama anak (walaupun kadang berat) in shaa Allah sudah menjadi langkah kecil melawan arus gradiensi perubahan zaman yang benar-benar serba digital seperti saat ini. Hanya langkah kecil, in shaa Allah berdampak besar. :)

Okeh... just reminder buat diri sendiri terutama... ;)
Semoga Allah jadikan aku dan kamu semua istiqomah untuk tidak ber-geadget sepanjang waktu. Masih banyak hal-hal bermanfaat lainnya yang bisa dikerjakan selain mantengin gadget. Ya, bukan berarti 100% meninggalkan gadget. Nda juga. Perlu juga euy buat komunikasi. Tapi, belajar lebib proporsional dalam menggunakannya. ;)

Hayok berbenah, Fathel!
Ingatlah... ni'mat waktu adalah sesuatu yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Maka, sudahkah digunakan untuk hal-hal yang penuh kemanfaatan?


Read More

Produk Gagal: Tentang Proses dan Sabar

Nah ini kelanjutan kisah sebelumnya ketika kau ingiiiin banget memiliki dompet bikinan sendiri seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Karena masih penasaran, lanjut ke project kedua. Niat awalnya ingin lebih baik dari dompet sebelumnya tersebut dan kali ini ingin pakai zipper di sekeliling dompet. Ketika berhasil memasangkan zipper di sekeliling dompet, dompetnya ternyata tidak seimbang dan jahitannya benar-benar sangat amburadul. Meskipun secara lipatan kali ini tidak salah, tapi secara penampakan ini produknya lebih kacauuu dari yang sebelumnya. Sayang belum sempat difoto sebelum didedel dan dirombak ulang. Nah, setelah dirombak beberapa kali sampai-sampai prosesi mendedel lebih banyak dari pada prosesi menjahitnya, inilah penampakan paling sukses untuk dompet ini. Suksesnya sih sama-sama amburadul dan bikin ketawa. Hihihihi...
produk gagal, patchwork wallet 2
Penampakan depannya? Sangat kusut dan berantakan! Selain sudah tak punya tenaga, emak Aafiya sudah kehabisan ide untuk memperbaiki dompet yang satu ini. Jadi, ya sudahlah dibiarkan begitu saja. Lagi-lagi, it's part of process. Ya ga?


Ya, begitulah, tidak ada proses yang instan-instan saja. Sekali belajar, masa' langsung pengen hasilnya langsung bagus kayak yang dijual di toko? Hihi... Hampir mustahil laah. Makanya belajar itu benar-benar butuh proses dan benar-benar mesti sabar.

Sebagaimana kisah nabi Musa yang berjumpa Khaidir dan beliau ingin tau kenapa Khaidir membocorkan perahu, membunuh seorang anak dan menegakkan kembali rumah yang rubuh padahal tidak diterima baik oleh penduduk di mana rumah itu berada?

Read More

Haruskah Selalu Memakai Barang Branded?

Akhir-akhir ini, aku punya kebiasaan sedikit unik. Yaitu, memperhatikan tas milik ibu-ibu jika ada suatu perkumpulan ibu-ibu yang lagi ngumpul. Ahahaha... Bukan buat nyolong tasnya lho yaaa. >.<
Tapi, aku lagi merhatiin desain-desain tasnya. Mana tau ada inspirasi untuk bikin model tas tertentu. Xixixixi...

Nah, pada suatu pertemuan di sebuah perkumpulan ibu-ibu di sini, dengan hobi baruku memperhatikan tas, aku baru menyadari jika ternyata tas-tas yang dimiliki oleh kebanyakan ibu-ibu itu adalah tas-tas branded. Ya, aku menyadari kebanyakan dari ibu-ibu tersebut memang terlihat lebih 'sosialita'. Hihi... Bertebaran di ruangan tersebut tas bermerek sebut saja Gucci, Furla, Michael Kors, Calvin Klein, Charles and Keith, hmm... apa lagi yaa? Zara, Longchamp, Channel, keluaran Debenhams dan sederet tas branded lainnya. Aku tau, tas mereka bukanlah tas-tas KW. Itu produk original. Bertebaran di sini toko-tokonya dan di sini hampir-hampir kita tak menemukan produk-produk KW. Aku dulu sempat bertanya, di sini ada produk KW nda sih? Kayaknya nyaris nda ketemu produk KW kecuali di tempat tertentu saja (dan aku belum pernah bertemu yang KW sih) karena sulit memasukkan produk KW ke sini (kecuali ilegal mungkin ya).

Ya, tak ada salahnya memiliki tas-tas tersebut. Bukan sebuah dosa. Bisa jadi, bisa jadi, sangat bisa jadi mereka telah berhemat sekian puluh juta rupiah dan menahan diri untuk tidak membeli tas lebih mahal dari yang mereka gunakan saat ini. Boleh jadi, boleh jadi dan sangat boleh jadi sedekah mereka jauuuuhh lebih banyak dari harga jutaan yang mereka keluarkan untuk membeli tas-tas tersebut. Hanya saja, catatan berikut ini sekedar evaluasi buat diriku sendiri terutama (mana tau ada yang lain yang ikut kecipratan juga). Ya, evaluasi buat diriku terutama.

Read More

Sewing Project: Patchwork Wallet


Patchwork wallet
Baiklah, mari sedikit bercerita tentang dompet. Kemarin ituuh kepingin banget punya dompet bikinan sendiri. Akhirnya gugling tutorial dan mulailah menjahit dengan penuh semangaat. Di sela-sela waktu Aafiya bobo, pas sambil main sama Aafiya juga sebentar, pas Abu Aafiya pulang kerja dan lagi main sama anak gadisnya, emaknya menjahit daah.

Pertama-tama bikin slot kartu dulu. Alhamdulillah senang, hasilnya sesuai harapan. Pas bikin kantong yang ada zippernya, lumayan seneng, karena not too bad lah. Berhasil jahit zipper dompet itu senengnya ma shaa Allah.

Nah, harusnya dompet ini ada bisban atau bias tape nya, tapi karena 2 alasan: pertama nda punya bahan bisban nya. Kedua, sebenarnya bisban nya bisa bikin sendiri, tetapi aku masih belum bisa mengoperasikan blind hem foot, meskipun sudah punya si presser foot yang satu ini. Akhirnya aku memutuskan untuk menjahit kelim tanpa bisban ajah tuh si dompetnya.

Read More