Tantangan Membesarkan Anak di Era Gadget

Widihhh judulnya berat yaak.. Hehehe..
Baiklah, mari bercerita dengan seringan mungkin. Lagian siapa juga yang 'dengerin' siy Fathel? Wkwkwk... Lagi, ini sebenarnya lebih kepada pengingat diri. Ya, pengingat untuk diri sendiri...a

Ketika kita masih kecil (kitaaa? Kamuuh ajah kaliih Fatheeellh.. :P), sebutlah era akhir 80-an dan 90-an, sepertinya kehidupan kita tidak begitu 'terusik' dengan adanya telepon pinter alias gejet. Ibu-ibu apatah lagi ibu rumah tangga bisa dibilang lebih punya waktu full untuk bermain bersama anak. Sebaliknya, anak-anak pun bermain dengan bebasnya di halaman, di lapangan, di mana saja dengan permainan 'ala kadarnya' namun sarat dengan koneksi sosial yang bukan maya. Nyata. Bermain bersama. Tertawa bersama. Dan juga berantem bersama.

Tak pernah terbayangkan, hanya dalam kurun waktu 20 tahun saja, zaman berubah dengan pesatnya. Dulu, tak pernah membayangkan bisa ngobrol dan saling tatap muka dengan ribuan mil jarak hanya dengan menggunakan perangkat kecil segenggaman. Dahulu, bahkan menelpon pun susah (apalagi yang tinggal di pelosok macam akuuuh.. hihi... >.<), dengan tagihan yang mahaaal pulak. Berkirim pesan singkat pun, yang paling kilat adalah telegram (bukan aplikasi telegram lho yaa.. hihihi...) yang tiap hurufnya berbayar. Itupun tidak langsung sampai. Perlu hitungan hari juga.
Hari ini? Seolah dunia dalam genggaman. Informasi begitu mudah didapat cukup dengan mengetikkan jemari di layar pintar.
Masih adakah tugas sekolah berupa mengirim telegram, berkirim surat dan tugas sejenis? Agaknya, jaman sekarang anak SD pun tugasnya sudah menyentuh ranah internet. Tak ada lagi tugas berkirim telegram, barangkali.

Ya begitulah. Tidak ada perubahan yang tanpa konsekuensi. Begitupula dengan kehidupan sosiocultural pasca berubahnya zaman. Jangan ditanya dampaknya. Selain hal positif, hal negatif juga banyak yang menyertai. Pornografi misalnya. Na'udzubillaah...

Kita tidak akan merunut satu persatu dampak perubahan jaman menjadi era digital alias era gadget ini. Cukup satu dampak saja, yaitu... tantangan dalam mendidik dan membesarkan anak di era serba internet ini. Tak bisa dipungkiri, banyak dampak positifnya; misalnya lebih mudah untuk mencari infomasi terkait apa saja dunia parenting, adanya grup-grup dan komunitas (bahkan pesertanya dari berbagai penjuru dunia) cukup dengan login di jejaring maya, dan sederet manfaat lainnya. Tapi,.... (ada tapi nya) ternyata mendidik anak di era gadget ini juga punya tantangan yang luar biasa.

Daya tarik gadget kadang (bahkan sering) membuat para ibu (dan juga bapak) terlena. Hampir tiap menit, jemari asik menari-nari di atas layar pintar. Asyik sendiri. Maka, tidak heran pula, di manapun kita berada, anak-anak di berbagai level usia pun asyik masyuk dengan layar pintar di depannya. Berbagai games lebih menarik dari pada bermain nyata (meskipun punya segudang mainan), berbagai tontonan lebih seru untuk dilihat melalui gadget dari pada bermain dengan teman seusianya. Ahh.. ini sebuah tantangan yang berat bagiku terutama.

Aku mengatakan ini, bukan berarti aku 'bersih' dari hal tersebut. Aku adalah salah satu orang yang juga terkena dampak tersebut. Di manapun berada, hampir dipastikan selalu ada gadget. :'(

Belakangan ini aku baru menyadari betapa itu sesuatu yang kurang bagus, apalagi jika itu selalu disaksikan oleh Aafiya. Sebenarnya sih sudah lama sadar (dan pasti kebanyakan orang juga sangat menyadari hal ini), tapi belum take action aja sebelum-sebelum ini. Kita (aku dan suami) memang commit untuk tidak memberikan gadget pada anak di usia dibawah 3-4 tahun. Tapi, komitmen saja tentu tidak cukup jika tidak dibarengi dengan aksi. Bagaimana mungkin kita hanya melarang saja jika anak menyaksikan kita menjadi pelakunya? Bukankah action speaks loader?

Berawal dari aku yang 'memperkenalkan' Aafiya dengan gadget untuk memperlihatkan foto-fotonya. Hanya foto saja. "Ini foto Aafiya...". Hanya foto saja. Tidak ada games. Tidak ada tontonan. Tapi, walaupun hanya sekedar foto saja (dan Aafiya juga tidak aku ajarkan mengoperasikan gadget) tetap saja menimbulkan addict bagi Aafiya. Walaupun addict nya alhamdulillah belum seberapa (masih bisa dialihkan dengan mengajaknya membaca atau menulis/menggambar). Hanya sekedar memperlihatkan foto saja sudah sebegitu daya tariknya, apalagi jika diperkenalkan dengan games dan tontonan. Begitu pikirku.

Maka, sebelum terlanjur addict berat sehingga sulit berlepas dari gadget, alangkah lebih baiknya segera dihentikan. Langkah pertama adalah, aku sebagai ibunya yang harus menghentikan addict dan ber-gadget ria itu di depan Aafiya terutama. Simpan gadget dan bermainlah bersama anak. Lagian, ini adalah masa 'emas' untuk mengajarkan dan menanamkan pondasi pada anak yang terlalu berharga untuk disiakan. Gunakan gadget jika sedang tidak bersama anak, misal ketika anak tidur.

Aku sudah mencoba mempraktekkannya. Selama Aafiya tidak melihat gadget, dia tidak pernah memintanya. Pokonya, jangan sampai si gadget itu terlihat sama Aafiya. Hayoo semangat emak Aafiyaaa! Hehehe... Just keep your gadget... :D

Jadi, haruskah kita 'mengembalikan' anak ke zaman 'purba' tanpa gadget? Sebenarnya tidak juga. Pada usia tertentu (di atas 4 tahun misalnya), beberapa tontonan edukatif mungkin bermanfaat untuk anak. Tapi, bersyarat. Dengan pengawalan ketat. Dengan didampingi. Dan dengan adanya batasan waktu. Harus ada 'deal' antara orang tua dan anak berapa lama ia diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas gadget. Dan pasti, emak sama bapaknya juga harus ikutan komitmen dengan batasan waktu tersebut. Terkecuali misalnya ada orang tua yang bekerja dan membutuhkan gadget (macam Abu Aafiya yang ada oncall jadi mesti HP selalu dalam jangkauan jika tidak ingin menimbulkan masalah), maka anak perlu diberi pengertian. Hadeuhh teori banget yaaak. Tapi, in shaa Allah dengan memulai untuk no gadget bagi orang tua saat bersama anak (walaupun kadang berat) in shaa Allah sudah menjadi langkah kecil melawan arus gradiensi perubahan zaman yang benar-benar serba digital seperti saat ini. Hanya langkah kecil, in shaa Allah berdampak besar. :)

Okeh... just reminder buat diri sendiri terutama... ;)
Semoga Allah jadikan aku dan kamu semua istiqomah untuk tidak ber-geadget sepanjang waktu. Masih banyak hal-hal bermanfaat lainnya yang bisa dikerjakan selain mantengin gadget. Ya, bukan berarti 100% meninggalkan gadget. Nda juga. Perlu juga euy buat komunikasi. Tapi, belajar lebib proporsional dalam menggunakannya. ;)

Hayok berbenah, Fathel!
Ingatlah... ni'mat waktu adalah sesuatu yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Maka, sudahkah digunakan untuk hal-hal yang penuh kemanfaatan?


0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked