Produk Gagal: Tentang Proses dan Sabar

Nah ini kelanjutan kisah sebelumnya ketika kau ingiiiin banget memiliki dompet bikinan sendiri seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Karena masih penasaran, lanjut ke project kedua. Niat awalnya ingin lebih baik dari dompet sebelumnya tersebut dan kali ini ingin pakai zipper di sekeliling dompet. Ketika berhasil memasangkan zipper di sekeliling dompet, dompetnya ternyata tidak seimbang dan jahitannya benar-benar sangat amburadul. Meskipun secara lipatan kali ini tidak salah, tapi secara penampakan ini produknya lebih kacauuu dari yang sebelumnya. Sayang belum sempat difoto sebelum didedel dan dirombak ulang. Nah, setelah dirombak beberapa kali sampai-sampai prosesi mendedel lebih banyak dari pada prosesi menjahitnya, inilah penampakan paling sukses untuk dompet ini. Suksesnya sih sama-sama amburadul dan bikin ketawa. Hihihihi...
produk gagal, patchwork wallet 2
Penampakan depannya? Sangat kusut dan berantakan! Selain sudah tak punya tenaga, emak Aafiya sudah kehabisan ide untuk memperbaiki dompet yang satu ini. Jadi, ya sudahlah dibiarkan begitu saja. Lagi-lagi, it's part of process. Ya ga?


Ya, begitulah, tidak ada proses yang instan-instan saja. Sekali belajar, masa' langsung pengen hasilnya langsung bagus kayak yang dijual di toko? Hihi... Hampir mustahil laah. Makanya belajar itu benar-benar butuh proses dan benar-benar mesti sabar.

Sebagaimana kisah nabi Musa yang berjumpa Khaidir dan beliau ingin tau kenapa Khaidir membocorkan perahu, membunuh seorang anak dan menegakkan kembali rumah yang rubuh padahal tidak diterima baik oleh penduduk di mana rumah itu berada?

Kisah ini mengajarkan kepada kita betapa pentingnya SABAR dalam proses belajar...
Suatu ketika, "Kenapa yaa, hasil jahitanku masih jauh dari harapan? Kenapa yaa hasil jepretannya ga pas banget angelnya. Kapan yaaa bisa hapal Dipiro? ‪#‎Ehh‬... Ini desainnya bagus bangeet, kapaan yaaa bisa bikin kayak giniii.. Padahal sudah utak-atik si potosop hampir 9 tahun." Keluhan semacam ini hadir di benak.
Di lain masa, di kelas Mustawa Tsani, murid-murid berebut tanya, "Limadzaa yaa mua'llimah... Limadzaa yaa mu'alimah... Kaif 'Araftu...?" Banyak pertanyaan..., "Kenapa begini kenapa begitu yaa Muallimah... Bagaimana saya mengetahui ini dan itu..."
Muallimah menjawab, "Sabr ya akhawaty... suai..suai..., Al lughatul 'arabiyah laisat al mustawa tsani faqath... fi mustawa tsalits, fi mustawa rabi', fi mustawa khamis..." Sabar wahai saudariku. Pelan-pelan... Bahasa arab bukan hanya mustawa tsani (level 2). Masih ada level 3,4,5 dan seterusnya...

Iya, ternyata SABAR dalam belajar itu tidaklah mudah, dan karena belajar itu sangat butuh proses. Hasil karbitan yang sangat instan tidaklah pernah sebagus setelah menjalani segenap proses panjang dan tempaan yang luar biasa. Karena dari sanalah kita belajar. Sebab dari proses yang di dalamnya terdapat sepaket kegagalan, hasil yang jauh dari harapan, itulah sebenarnya kita sedang beroleh value yang sesungguhnya--intangible value. Sesuatu yang terlalu berharga untuk kita lewatkan jika kita ingin segala yang instan, cepat jadi dan cepat saji.

Apalagi soal mendidik anak. Bukan hanya ilmu parenting saja yang perlu di-update tapi juga mesti menyiapkan selaksa KESABARAN. PROSES BELAJAR (long life learning) dan KESABARAN adalah satu paket yang tidak boleh dipisahkan. Keduanya saling ketergantungan.

Ahh, semoga selain terus meng-upgrade PROSESnya, kita juga sekaligus meng-upgrade serta me-maintenance SABARnya.
hihihi... penampakannya ga begitu indah dipandang :P
vkhvhk khkh

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked