"Don't judge the book by the cover..."
Nasihat ini terdengar begitu klise. Jangan nilai buku dari covernya, jangan nilai orang dari penampilannya.
Klise, bukan?
Sederhana, bukan?
Tapi... pada penatalaksanaannya; tak semudah pengucapannya.
Dulu sebelum berangkat ke Riyadh, aku dikira TKW yang akan bekerja di sektor domestik. Pun saat memenuhi persyaratannya. Sempat diperlakukan semena-mena dan dipandang "rendah". Tak mengapa. Bukan masalah bagiku. Hehe
Tapi hal yang sangat berharga adalah, aku jadi mengerti ternyata beginilah nasib orang-orang yang tidak seberuntung kita, yang memilih untuk bekerja di sektor domestik karena memang tidak punya pilihan lain. Mestinya kita yang sempat mengenyam pendidikan yang lebih (bukan berarti lebih baik dan lebih tinggi!) Lebih banyak bersyukur dan juga sekaligus ujian; apakah ilmu yang didapat sudah memberi kemanfaatan bagi sesama.
Nah... di apartemen kami kan multinasional tuh yah... Biasanya Abu Aafiya "mengenalkan" beberapa penghuni dari mobilnya. Misal, "bapak yang punya mobil ini adalah orang saudi asli. Orangnya baik dan ramah." "Yang punya mobil ini adalah dokter, sangat taat beribadah dan hampir selalu datang awal untuk shalat berjama'ah. Ma syaa Allah." Begitulah cara kami "mengenali" tetangga. Bukan kenalan secara langsung (khusus perempuan). Hehe.. Beda sosioculture tentunya. Kalau sesama laki-laki sih seperti biasa, kenalan, salaman, ngobrol singkat. Tapi kalau wanita, nyaris tertutup dan tidak saling berkenalan dengan siapapun. Pun mengenakan niqob kan yah. Hehe...
Nah suatu ketika, Abu Aafiya bercerita serius tentang salah satu tetangga kami. Pada mulanya, kata Abu Aafiya, si tetangga terlihat sangat sederhana dan biasa saja. Penampilannya sama seperti teman-temannya yang berasal dari Bangladesh pada umumnya. Tapi, di luar dugaan... ternyata dia adalah seorang dokter spesialis anak yang bekerja di rumah sakit milik kerajaan khususnya bidang pertahanan. Sudah menyelesaikan pendidikan doktor (S3) di Jepang.
Setelah sering ngobrol, bareng ke masjid, dan interaksi lainnya, Abu Aafiya cukup dekat dengan sang tetangga ini. Setelah lebaran nanti in syaa Allah mereka pindah ke Jepang se keluarga. Baru kali ini Abu Aafiya terlihat sedikit merasa kehilangan. Dengan sosioculture yang sangat menjaga privacy dan kehidupan pertetanggaan yang tidak begitu intens, berganti tetangga adalah hal yang lumrah dan tak ada rasa kehilangan. Toh akan berganti dengan tetangga baru lagi. Hehe... Namun kali ini kata Abu Aafiya, ada sedikit kesedihan ketika mendengar mereka akan final exit.
Hmm...
Benar yaah... don't judge book by the cover. Mudah sekali mengucapkannya. Tapi pada pelaksanaannya; tak semudah mengucapkannya!
Jadi... mari belajar berprasangka baik terhadap siapapun.. :)
****
Suatu ketika kami berdiskusi tentang; 'seberapa penting mengedepankan penampilan ketika bepergian.' Penampilan di sini bukan berarti tabarruj.. penampilan rapih dan necis lebih tepat konteksnya.
"Penting sih. Tapii... not too mandatory." Ini jawaban Abu Aafiya. Sering kali kalo para engineer itu ngantor cuma pake jeans dan kaos oblong ajah. Hihihi... Tapi aku suka euy. :P
Kadang (atau sering bahkan) aku juga terlalu easy going dan cuek soal penampilan. Apalagi di negeri Riyadh yang semua terbungkus Abaya hitam. Jadii, cuek ajah daah mau pakek apapun sebelum 'dibungkus' Abaya. Hihihi...
Aku menyadari dengan sesadar-sadarnya bahwasannya kecuekan itu sangat mengundang perhatian para madam-madam yang sedang mencari ART alias asisten rumah tangga dan melakukan penawaran untuk menjadi ART atau sekurang-kurangnya; menananyakan 'ente punya link kaga nyariin ART buat ane'. Hehe...
Tapi walaubagaimana pun, berpenampilan baik (bukan dalam hal tabarruj) tentu lebih baik dari pada berpenampilan cuek bin amburadul. Setidaknya, kita menjaga orang lain dari prasangka judge book by the cover.
Setuju?
Yang ga setuju bole komen koq.. :P
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked