Kemudian--yang diudang maupun yang punya hajat--menyebarkan foto-foto acara tersebut baik di sosmed maupun di status. Bagi yang tidak di undang, mungkin ada perasaan-perasaan "kenapa saya tak diundang?" dan sebagainya. Meski sebenarnya di masa pandemi ini, kita harus memaklumi situasi dan kondisi. Memahami saudara/teman yang tak mengundang bukan karena mereka melupakan dan tak ingin mengundang, melainkan karena kondisi pandemi yang membatasi pengunjung hanya sekian orang saja. Tidak masalah sebenarnya. Dan sudah sepantasnya kita mengerti dan memahami. Lagian, tidak diundang mungkin akan lebih baik karena kita jadi tidak berkewajiban untuk menghadiri di masa-masa pandemi seperti ini. Ahsan. Ini tentu kondisi yang lebih baik. Tapi, yang pengen aku simpulkan di sini adalah yang diundang tentulah hanya orang-orang dalam lingkaran pertemanan terdekat saja. Orang-orang yang prioritas saja. Tak diundang, berarti kita bukanlah orang-orang yang berada di lingkaran pertemanan terdekat.
Lain cerita dengan orang yang diundang di acara (sebutlah) kepresidenan dan istana. Seperti halnya salah seorang teman adik yang diundang ke istana negara karena dia menjadi salah seorang lulusan terbaik di akademi pemerintahan. Bangga? Tentulah membanggakan orang tuanya. Begitu pula orang-orang lainnya yang diundang ke istana. Pastilah orang-orang yang diundang adalah orang-orang limited. Dan ini sudah umum disebut orang sebagai sesuatu kebanggaan. Tidak semua orang dengan mudah untuk masuk ke istana negara tentunya. Kesimpulannya adalah tidak semua orang dapat masuk ke sana dan hanya orang tertentu (sebagian dengan prestasi tertentu) saja yang bisa masuk ke tempat orang nomor satu dalam hal pemerintahan di negeri kita ini tentunya.
Kedekatan dengan manusia saja sebegitu membanggakan. Apalagi kedekatan dengan Rabb Maha Pemilik Semesta. Dari yang punya hajatan/kondangan, gubernur, hingga pak Presiden tentu hanyalah manusia biasa. Pasti punya khilaf dan salah. Tapi kita bisa berbangga ketika bisa menjadi "lingkar" terdekat seseorang apalagi hingga ke level presiden, seharusnya kita lebih berupaya untuk bisa mendekati Dzat yang Maha Tinggi, pencipta kita, Yang Maja Raja Diraja, yang sebenar-benar Raja. Dia tak men-syaratkan punya IPK tinggi, punya jabatan maupun kedudukan untuk bisa mendekati-Nya. Sungguh Kasih Sayang-Nya amatlah sangat besaaar. Sehingga makhluk lemah, dhaif, bodoh dan banyak men-dzalimi/menganiya diri sendiri seperti kita tetap dapat kesempatan untuk mendekati-Nya dengan taubat dan amal shalih.
Menjadi dekat dengan pejabat itu sudah cukup untuk membuat seseorang begitu bangga dan ada upaya untuk mendapatkan posisi itu. Sudah seharusnya seseorang juga berusaha untuk mendekat pada Rabb nya, yang mengetahui segala tindak tanduknya, bahkan yang terlintas dalam benaknya sekalipun.
Mendekat pada-Nya tidak selalu harus menjadi terkenal di hadapan manusia, dan menjadi seseorang yang banyak followernya. Bahkan sering kali orang yang tersembunyi bisa lebih dekat dengan Rabb nya. Tapi, bukan berarti orang terkenal sebaliknya, tidak bisa menjadi dekat dengan Allah. Tetap saja ia adalah sosok yang dekat dengan Rabb nya selama ia mengerjakan hal-hal yang Allah ridha.
Tapi sayangnya kadang nafsu dan kecendrungan jiwa adalah pada hal yang sebaliknya. Ia senang dengan pujian, senang ketika kebaikannya diketahui khalayak, dan kelezatan jiwa lainnya. Yang tersembunyi pun juga dibayangi dengan rasa ujub. Maka, hanya pada Allah saja kita bermohon, agar ditolong-Nya untuk senantiasa berada di jalan yang DIA Ridhai.
Smoga kita bisa menjadi bagian dari orang-orang yang berusaha untuk mendekat kepada-Nya. Baik dengan kondisi berlari, berjalan cepat, berjalan biasa ... bahkan meski dengan merangkak. Maka kita memohon pertolongan-Nya agar bisa menjadi bagian dari ini.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked