Aku lupa kapan terakhir kali menulis di blog. Sudah lama sekali tidak disambangi blog ini. Hehe. Waktu dan kesempatan plus mood nulis yang merosot. Jadinya banyak tulisan yang hanya berhenti di draft. Alhamdulillaah 'ala kulli haal.
Alhamdulillaah, september 2023 yang membahagiakan. Di penghujung september ini alhamdulillaah Allah karuniakan kami amanah keempat, bidadari kami yang lahir di 27 september 2023 jam 6.42 pagi. Alhamdulillaah aladzi binni'matihi tatimmussalihaat. Semoga Allah menjadikannya anak yang shalihah, bertakwa, qurrata' a'yun. Senantiasa diberikan-Nya hidayah, kesehatan, dan iman yang kokoh. Aamiin yaa Rabb...
Dengan ini, genaplah 4 orang anak² shalihah kami. Alhamdulillaah.
Kami menamainya "Khadijah". Khadijah Altahira.
Ketika lahir anak kedua dulu, kami berniat memberi nama anak perempuan dengan nama wanita penghulu surga yaitu Aasiya, Maryam, Khadijah dan Fatimah. Niat ini baru hadir ketika di kelahiran anak kedua. Ketika anak pertama belum terlintas niat ini. Akhirnya si Kakak protes hehe. "Harusnya nama kakak itu Fatimah. Biar pas. Bisa ndak diganti namanya, Bunda?" Tanya kakak. Sayangnya mengganti nama sangatlah tidak mudah. Apalagi dokumen ada di 2 negara. KSA dan Indonesia. Jadi, mengganti nama bukanlah ide yang bagus untuk saat ini mengingat administrasinya yang buanyaaak banget. Gapapa yaa kak? 🤗😀
Setiap kelahiran memiliki ceritanya masing-masing. Dan ma shaa Allah, meski lahir dari rahim yang sama, tapi proses kelahirannya sangat sangat berbeda kisahnya. Dan di antara empat kelahiran bidadari kecil kami, kisah Khadijah adalah kisah yang paing berliku dan paling penuh perjuangan! Ma shaa Allah. Semoga Allah menjadikannya anak yang kuat dan tangguh sebagaimana proses kelahirannya yang lebih penuh tantangan.
Seyogyanya--menurut teori manusia--kelahiran anak keempat dengan normal delivery harusnya jauh lebih mudah dibanding kelahiran sebelumnya. Karena sudah pernah 3x melahirkan sebelumnya. Tapi, berbeda dengan teori, justru kelahiran anak keempat ini adalah kelahiran yang paling banyak kesulitannya. Terbukti bahwa teori manusia itu tidak selalu benar 😊.
Selama proses kehamilan, memang ini agak menguras energi dan lebih mudah mengalami kelelahan karena usia sudah di atas 35. Baiklah, bagiku ini not a big deal. Masih bisa dijalani alhamdulillaah. Tapi yang berat adalah ketika proses persalinannya. Aku merasakan kontraksi yang cukup meyakitkan itu sudah sejak usia kandungan 35 week. Pada kehamilan sebelumnya, di 35 week itu sudah ada pembukaan 1. Dengan riwayat kelahiran anak-anak yang selalu lebih cepat dari due date, aku pikir di week 36 itu sudah ada pembukaan juga. Tapi ternyata the servix still close di usia kehamilan segini. Padahal aku sudah merasakan kontraksi yang sakit dan teratur. Dan itu berlangsung selama 2 minggu berikutnya sampai aku tidak bisa tidur karena sakitnya kontraksi.
Di akhir minggu ke 38, sudah ada pembukaan 1-2 cm. Kontraksi makin sakit. Bahkan kontraksi sesakit itu aku rasakan ketika kelahiran anak ketiga ketika pembukaan 7 atau 8. Tapi ini masih 1-2 cm. Cukup mengherankan kenapa progressnya sangat lamban.
Persis di minggu ke 39, ketika jadwal rutin check up, di sorenya, dokter mengatakan "sure, in shaa Allah tonight" untuk lahiran. Kami diminta untuk datang ke ER sekitar jam 8 an. Setelah membereskan makan malam, anak² sudah pada tidur, kami berangkat ke ER. Dengan riwayat kelahiran ketiga yang progressnya cepat alhamdulillaah, prediksi kami (dan juga dokternya) akan segera lahir malam ini juga.
Ketika sampai di ER, ternyata masih pembukaan 3. Padahal kontraksi yang intens dan sakit suda terasa sejak siang. Sempat dokter di ER bertanya-tanya, "beneran nih?" Katanya. Beneran udah kontraksi yang reguler. Karena kebetulan pas sampai ER kontraksinya agak merenggang. Tapi setelah itu menguat lagi. Akhirnya setelah dilakukan pegecekan, dokter memutuskan untuk admit ke LDR (labor and delivery room).
Di LDR dipasang CTG. Memang prosedurnya di sini ketika di LDR dipasag CTG jadi ga bisa jalan/moving lagi. Pengalaman lahiran 4 anak selalu gini. Hehe. Kontraksi semakin intens dan sakit. Subhanallaah, sakit yang luar biasa! Orang-orang bilang lahiran anak pertama adalah lahiran yang paling menyakitkan. Tapi, aku merasakan kontraksi anak keempat ini justru jauh lebih sangat sangat menyakitkan. Dan sayangnya pembukaannya hanya mentok di pembukaan 7. Dan itu sudah berganti tanggal. Sudah beberapa jam. Kontraksi ketika anak 1-3 masih bisa ditahan. Tapi, kontraksi anak keempat ini aku benar-benar sudah ga bisa tahan lagi. Sakit sesakit-sakitnya. Subhanallaah.
Karena mentok di pembukaan 7, akhirnya dokter memutuskan untuk emergency SC. Mesti ada sesuatu, kata dokternya. Kalau lahiran anak keempat harusnya cepat. Ini ga ada progress. Mau ga mau harus SC. Aku iyakan dengan segera karena sudah tidak tahan dengan sakit yang luar biasa. Meskipun suami sempat ragu berharap ada second opinion tentang SC ini. Tapi dokternya tetap kekeuh buat emergency SC.
Di ruang operasi SC, dokter mencoba untuk menyuntikkan obat bius melalui spinal. Tapi, 3x dicoba ternyata gagal. Karena aku mengalami kontraksi tanpa jeda. Jadi sulit untuk menyuntikkan lewat spinal. Akhirnya terpaksa dilakukan bius total. Pengalaman pertama mengalami SC dan itu dalam kondisi yang tidak begitu siap.
Ternyata setelah SC baru diketahui bahwasannya posisi bayi yang miring. Posisi ini ternyata yang membuat bayi sulit untuk "turun" dan pembukaan yang tidak kunjung bertambah. Posisi bayi yg miring juga salah satu indikasi untuk dilakukannya persalinan secara SC. Mungkin karena itu juga kontraksi yang aku rasakan sangat sakit dibanding kontraksi kelahiran anak 1 sampai 3 (kalau ini mungkin asumsiku aja). Karena aku merasa berada di puncak sakit yang luar biasa yang belum pernah aku rasakan di kelahiran sebelumnya.
Setelah SC pun, ternyata aku harus berhadapan dengan spinal headache. Di mana sempat 3x dimasukkan obat anastesi lewat spinal tapi gagal. Ini sakit kepala terberat yang pernah aku alami sampai rasanya mau bangun dari tidur itu merasa sedikit ngeri dengan sakitnya. Pain killer sama sekali tidak membantu sedikitpun. Subhanallaah.
Alhamdulillaah--dengan pertolongan-Nya--spinal headache berangsur pulih di hari ketiga pasca pulang dari RS.
Pada titik ini aku jadi refleksi. Sakit kontraksi yang luar biasa ini, belum apa-apanya dibanding sakitnya sakartul maut. Ya Allah. Terasa persiapan untuk "pulang" yabg sesungguhnya masih sangat jauh. Perbekalan yang masih sangat sedikit.
Tapi, setiap kesulitan pasti ada kemudahan dari-Nya. Dan DIA adalah Dzat yang tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Ma shaa Allah tabaarakallaah.
Dengan pertolongan Allah; support dari suami sangat sangat berarti di masa-masa seperti ini alhamdulillaah. Jazakallahu khair katsir Zaujiy ❤❤. Terharu banget lihat suami, ayah dari anak-anakku yang menjadi orang paling sibuk di rumah, menghandle segalanya di kala aku ga bisa ngapa-ngapain. Mulai dari nyiapin 3 anak ke sekolah (nyuci nyetrika baju mereka), nyiapin sarapan dan bekal, antar jemput, bantuin bikin PR mereka, masak, nyiapin makanan, beberes rumah, bantu handle baby ketika aku masih mengalami spinal headache, mijitin aku juga, ngurus dokumen bayi, dan masih banyak lagi. Barakallahu fiik yaa Zaujiy. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan beliau 🤲🤲❤. I love him so much more ❤❤❤.