Teko hanya akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Jika isinya air teh manis, yang dikeluarkan juga adalah teh manis. Jika isinya air comberan, maka yang dikeluarkan dari teko tersebut juga air comberan. Meskipun tekonya hanya teko plastik tapi isinya madu, yang keluar darinya ketika kita tuang adalah madu. Sebaliknya meski teko terbuat dari emas sekalipun, tapi isi di dalamnya adalah air kubangan, tetap saja akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya tersebut; air kubangan.
Begitu juga dengan diri kita. Apa yang keluar dari mulut kita (atau yang kita tuliskan di komentar) adalah cerminan dari apa yang ada di dalam diri kita. Bacalah sekali lagi, tentang apa yang tertuang dalam setiap goresan yang kita tulis, baik berupa tulisan maupun komentar. Apakah berupa hujatan, cacian, ejekan, dan ujaran kebencian? Ataukah sudah berbaik-baik dalam berkata? Merasa menang dengan mengomentari berapi-api penuh luapan emosi yang disertai dengan cacian dan ejekan? Ah, jangan-jangan kita hanya tengah mempertontonkan apa yang menjadi "isi" dari diri kita, hati kita. Alih-alih merasa memenangkan perdebatan dan berhasil 'mengalahkan' lawan yang kita hujat dan hinakan, yang ada sebenarnya kita sedang mempertunjukkan diri kita yang sebenarnya.
Yuk, mari bijak dalam berkomentar. Jika tidak sesuai dengan kita, tidak harus dengan mengeluarkan kata kasar, hujatan dan hinaan kan? Bisa jadi, ajal kita datang saat tak sempat minta maaf kepada orang yang kita hina, ejek dan hujat. Kemanakah akan dicari orang yang kita hujat itu nanti di yaumul hisab untuk meminta maaf?
Sungguh sedih rasanya melihat hilangnya empati dan rasa kemanusiaan ketika diberitakan ada yang meninggal ketika aksi damai kemarin tapi dikomentari dengan kasar, ditertawakan bahkan dihina. Bisa saja mereka orang yang tak sengaja lewat ketika kebrutalan terjadi. Atau orang yang berniat di dalam hatinya memperjuangkan keadilan yang dirasa timpang. Lalu kita menertawakan kematian mereka. Padahal, boleh jadi mereka pergi dengan sebaik-baik kematian (misal karena terbunuh ketika kebetulan berada di sana atau niat mereka adalah tim medis yang berniat untuk membantu yang terluka). Kita tidak pernah tau akhir kehidupan kita nantinya akan seperti apa. Dapatkah kita menjamin diri kita lebih baik dari orang yang kita tertawakan tersebut? Atau jangan-jangan lebih buruk.
Duhai sahabat, semoga kita bisa lebih bijak dan lebih baik dalam berkata (berkomentar) ataupun dalam menuliskan sesuatu. Karena sejatinya, apa yang keluar dari mulut kita adalah cerminan dari apa yang ada di hati kita. Jangan hanya demi membela jagoan di pilpres, kita korban diri kita dengan berkata keji sehingga semakin menumpuklah timbangan keburukan kita. Membela kebenaran itu harus. Membela ketidakadilan itu mesti. Tapi, bukan membela dengan fantisme buta. Sehingga terpecah-pecahlah kita, padahal sama-sama mengaku umat Nabi Muhammad.
Semoga Allah senantiasa tunjuki kita akan sesuatu yang Haqq dan Allah kuatkan kita untuk mengikutinya. Dan semoga Allah tunjukkan kita pada kebathilan dan Dia kuatkan pula kita untuk tidak mengikutinya. Semoga Allah selamatkan bangsa Indonesia dari makar orang-orang dzalim. Aamiin yaa mujibassailin.
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked