Ketika Memutuskan untuk Menyekolahkan Anak (2)

Calon sekolah si Kakak ketika itu... yang kini jadi sekolahnya
Lanjutan dari cerita kemarin. Hehe.

Ketika memutuskan untuk sekolah, akhirnya kami berusaha untuk collect informasi sebanyak-banyaknya terkait calon sekolah Aafiya. Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan tentunya dalam memilih sekolah. Pertama, kurikulumnya. Kedua, Jarak tempuh dari rumah. Ketiga, biaya.

Soal kurikulum tentu jadi pertimbangan, meskipun memang sulit untuk mencari kurikulum seperti sekolah di Indonesia semisal TK IT begitu. Setiap negara, tentu memiliki ciri khas pendidikan masing-masing. Tapi, untuk anak TK sepertinya tidak begitu 'mandatory' ya. Namanya juga masih TK. Masih main-main. Hehehe... Tapiii.. (ada tapinya, nanti aku ceritakan yaa lebih detil in shaa Allah di next postingan).

Kedua, pertimbangan yang paling utama sebenarnya buat kami; jarak tempuh dari rumah. Ini berkaitan dengan antar jemput anak ke sekolah. Di sini, ga semudah di Indonesia untuk bepergian kan ya. Meskipun sekarang ada fasilitas uber dan careem (semacam g*jek/gr*b kalo di Indonesia), tapii buat aku emak beranak 3 ini cukup sulit. Kalau terpaksa mungkin bisa. Karena harus angkut 3 anak, 1 masih bayi. Rempoong cyyyn. Hehehe... Jadi, jarak tempuh yang masih dalam taraf bisa diantar jemput suami adalah opsi yang paling utama.

Ketiga, biaya. Tentu saja, menyekolahkan anak butuh biaya. Perlu dong kita kalkulasi, kira-kira biaya sekolahnya masuk budget atau tidak. Meskipun, tiada yang sia-sia dalam menuntut ilmu. Segala biaya yang dikeluarkan dalam menuntut ilmu dan kemudian anak yang menuntut ilmu itu menjadi anak yang ilmunya bermanfaat bagi banyak orang, bukankah itu adalah amal jariyah? Meski sekarang masih TK. Tapi itu bukankah salah satu jenjang menuju pendidikan yang lebih tinggi nantinya? Makanya di sini, banyak banget orang yang berlomba-lomba jadi muhsinin untuk oara mahasiswa, mulai dari menyediakan rumah, memberi makanan (sembako) dan banyak lagi. Ma shaa Allah.
Meski demikian, kita ga bisa naif juga kaan. Ga mungkin kita memilih sekolah yang super-super over budget. Itu naif namanya. Hehehe...


Ada beberapa opsi sekolah.
1. Sekolah Indonesia di sini (SIR)
Sebenarnya, untuk target kami menyekolahkannya biar kecebur ke lingkungan baru, sekolah Indonesia adalah pilihan yang tepat. Sekolahnya menggunakan kurikulum Indonesia. Bahasanya adalah bahasa Indonesia. Tidak ada kecanggungan bahasa. Pun, jika kita kembali ke Indonesia suatu saat, tidak ribet pindah dengan berbeda kurikulum gitu kan. Bisa masuk sekolah negeri. Kayak pindah sekolah aja sama seperti di Indonesia pindah sekolah dari suatu dareah ke daerah lain. Di segi biaya pun, SIR sendiri biayanya bisa dibilang tidak terlalu mahal jika berdomisili di dekat lokasi sekolah (daerah Ummul Hamam dan sekitarnya). Masalahnya, SIR berlokasi jauh dari tempat tinggal kami. Jarak 30 km-an. Bolak-balik 60 km. Waktu anak selesai sekolah dengan jam istirahat ayahnya juga tidak matching sehingga tidak mungkin ayahnya anak-anak menjemput. Dan kami belum bisa mempercayakan Aafiya kepada orang asing untuk diantar jemput. Maka opsi sekolah di SIR terpaksa tidak kami ambil.

2. DAR (Sekolah Arab).
Sekolah Arab untuk level tamhidi (setingkat TK) di sini sebenarnya gratis. Buku juga disediakan. Sekolahnya sore.Tapi, terkendala dengan persyaratan bahwa ibunya harus sekolah juga di sana untuk kelas bahasa Arab atau tahfidz Al Qur'an. Dan tetap menyaratkan antar jemput juga walaupun berjarak 5 km-an maximal dari rumah karena setiap Hayy (district) itu menyediakan DAR. Aku tidak bisa meninggalkan Bayi dan Si Uni Aasiya untuk ikut sekolah bersama Kakak Aafiya tentunya. Bahasa pengantar adalah bahasa Arab. Masalah bahasa sebenarnya tidak begitu masalah untuk Anak, karena Anak biasanya menyerap lebih cepat dan bisa memahami bahasa tanpa mesti "ditranslate" dulu di otaknya. Gak kayak kita orang dewasa yang ketika berbahasa asing, otak kita mesti mentranslate dulu ke bahasa kita, diproses, lalu direspon dan ditranslate lagi ke bahasa asing๐Ÿ˜†๐Ÿ˜‚. Kalau anak, memahami bahasa sama seperti mereka memahami bahasa ibu (bahasa utamanya). Tapi, karena waktunya tidak match dan juga tidak ada yang bisa jagain Maryam dan Aasiya, tentu opsi ini tidak bisa dipilih. Sebenarnya, opsi ini benar-benar opsi terakhir dan tidak kami masukkan ke list sih. Hehehe...

Ada juga DAR yang pagi dan menyediakan hadonah (nursery) untuk anak dan bayi. Ini juga ibunya harus sekolah juga di sini. Dan menyediakan kelas tamhidi untuk anak. Opsi ini sempat kami sebut pada awalnya. Tapi, aku sulit meninggalkan Maryam dan Aasiya di Hadhonah. Lokasinya juga sangat jauh dari rumah. Lagi-lagi terkendala jarak kan. Tapi, karena jam berangkat dan jam pulangnya matching dengan waktu istirahat Suami, sebenarnya masalah transport masih bisa disiasati. Kendala utama karena aku tidak bisa meninggalkan Maryam terutama. Si Bayi ini sangat sulit diasuh/dipegang orang lain. Aku tak ingin meninggalkan 'trauma' dan luka di hatinya karena ditinggal ibunya sekolah. Lain cerita kalau sekiranya usia Maryam sekarang sudah 3 tahun dan sudah bisa dikenalkan dengan tempat baru. Mungkin opsi ini akan aku pilih.

3. Sekolah Internasional
Sekolah internasional masuknya sama dengan sekolah pagi pada umumnya. Jam pulangnya juga sama dengan jam istirahat siang suami sehingga bisa antar jemput. Soal jarak juga tidak masalah karena hanya 5-10 menitan dari rumah. Soal biaya juga sebenarnya akan sama dengan SIR jika kami menggunakan jasa transport. Karena kalau memilih opsi SIR, 80% total biaya adalah untuk transportasi. Jadi, tentang biaya sebenarnya bisa dikatakan masuk budget. Kekurangannya, adalah kurikulumnya bukan kurikulum Indonesia. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum amerika. Tapii, alhamdulillaah tetap ada kurikulum agamanya. Meskipun sekolah internasional, ada kurikulum agama yang belajar tentang iman, menulis huruf hijaiyah, dan juga menghafal Al Qur'an. Jadi, kayak mix antara kurikulum amerika dan kurikulum arab gituh. Bahasa pengantar adalah bahasa inggris. Kekurangannya, jika nanti sekiranya pulang ke Indonesia, sulit menyesuaikan kurikulum karena ketika pulang ke Indonesia, kemungkinan besar kami tidak akan menyekolahkan anak di sekolah Internasional. Opsi yang kami pilih kemungkinan besar adalah sekolah semacam SDIT, SMPIT dan SMAIT. Tapii, masih bisa disiasati. Di SIR sendiri setiap weekend ada paket khusus untuk yang anak-anak non-SIR. Jadi untuk memperoleh NIS (nokor induk siswa) ada semacam paket khusus gitu. Anak sekolah hanya di hari libur (weekend) di SIR.

Bagaimana jika anak belum lulus SD tapi udah pulang ke Indonesia misalnya. Ada opsi untuk mengikuti jejak teman-teman yang homeschooling di sini tapi memakai kurikulum di Indonesia. Mereka nanti ikut ujian, bayar semacam lisensi gitu (aku belum tanya detil gimananya) dan bisa mendapatkan NIS.


Dari sekian opsi di atas, opsi yang paling memungkinkan yang kami pilih adalah... menyekolahkan Aafiya di sekolah internasional. Dan finally, setelah sekolah berjalan 5 minggu, Aafiya kami daftarkan di sebuah sekolah internasional yang cukup dekat dengan rumah kami.


Bersambung ke postingan berikutnya... in shaa Allah.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked