Menikmati Gerimis





“Jika memang akan sendiri pada akhirnya, kenapa harus takut menghadapi kesendirian”
Itu kata-kata di sebuah SMS yang pernah kuterima. Dan hari ini, aku memang benar-benar sendiri! Bahwasanya aku adalah seseorang dengan gaya kelekatan insecure-proccupied yang lebih senang bersama-sama, kemudian harus sendiri.

Ah, tidak!
Meskipun demikian adanya, kadang, aku menyukai kesendirian. Sebab, sendirian berarti ketika sisi-sisi terdalam dari hatiku memunculkan suara-suara bisikan –terserah kau menyebtnya sisi melankolis, atau apa—

Gerimis!
Sungguh,aku menikmati gerimis siang ini. Menikmati gerimis berarti menikmati kesendirian!
Menembusnya tanpa sekat…, Saat ini aku tak ingin menghalanginya dengan payung ataupun mantel hujan.
Kubiarkan saja serat kapiler jilbabku menyerapnya, mengambang…hingga ia membentuk bundaran-bundaran kecil di atas kain biru muda itu.
Aah, tiba-tiba aku jadi sangat menyukai gerimis!



Tujuanku, Taman Budaya!
Seperti biasa, ada anak-anak TK yang latihan menari diiringi suara saluang, talempong dan gendang.
Mereka yang menggemaskan. Lucu. Dengan gerak-gerik, menggal-menggol, lincah! Laga-laga Taman Budaya masih sepi. Dan tentu saja harus menunggu kedatangan teman-teman lainnya.
Aah, taman budaya! Satu potongan mozaik hidupku tertinggal di sini. Di ssini, aku bertemu sebongkah semangat untuk berkarya. Terus. Bersama teman2 FLP.
Episode Taman Budaya memang selalu manis untuk dikenang. Membuatku selalu saja ingin ke sana, sebab setelahnya, aku bisa menyinggahi pantai! Memandangi lautan yang membentang luas, dan membiarkan jilbabku berkibar diterpa angin darat. Dan ini, selalu saja menciptakan pesona yang berbeda bagiku.

Biasanya, selepas Asyar di Mesjid Jamiak Al Munawwarah, sebuah mesjid di pinggiran pantai Padang, kusempatkan jua untuk menyinggahi pantai. Karena aku memang menyukainya. Apalagi, di pertengahan bukan hijriah. Ombaknya lebih besar karena pasang surut. Dan ini –sekali lagi--, mencipta pesona yang berbeda bagiku.

Kali ini aku sedang ingin memperpanjang episode perburuan pantai itu. Ingin aku berlama-lama menatap indahnya langit menjelang senja. Deburan ombak bertemu pasir, berpacu. Ia seperti datang dan pergi. Selalu begitu. Silih berganti!

Menelusuri bibir pantai. Deru kereta wisata dan wajah-wajah bahagia di atasnya. Penjual jagung bakar yang mengibas-ngibas arang dengan mimik mereka, entah apa yang ada di kepala itu. Dan, teriakan anak-anak pengendara bum-bum car. Semuanya hanya ada pada satu kata. Bahagia!

Bahagia!
Sekali lagi, bahagia!



Tiba-tiba, aku ingin berkotempelasi tentang satu kata itu. Bahagia! Ku ingin bertanya? Berapa harga sebuah kebahagiaan? Dan dengan nilai rupiah berapa kebahagiaan itu mesti dibeli?

Ada orang yang membeli kebahagiaan dengan berlayar dengan pesiar. Apakah mereka benar-benar menemukan kebahagian itu?
Ada yang bahagia dengan harta yang berlimpah. Tapi, benar-benar bahagiakah? Atau, kedudukan terhormat, jabatan tertinggi, sanjungan? Tapi, benar-benar bahagiakah? Adalah mereka yang duduk di istana megah, dengan taman-taman yang indah, luas, tapi mereka mengatakan “aku tidak bahagia”. Ada orang yang telah menduduki posisi tertinggi di perusahaan-perusahaan berkelas, menikmati pelayanan layaknya raja diraja, tapi ia mengatakan, “tidak bahagia”. Lalu, berapa mahalkah harga kebahagiaan? Hendak dicari kemanakah?

Ahh, tidak! Tidak! Tak perlu mencarinya hingga ke ujung dunia. Tak perlu menyewa kapal pesiar untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Karena kebahagiaan itu dekat. Teramat dekat! Ia ada di hati. Di hati kita masing-masing.

Pernahkah kau lihat, bahagianya seorang ibu ketika sang anak melahap makanan yang dimasaknya?
Bahagianya seorang penghafal Qur’an ketika ia telah menyelesaikan satu ayat saja dari hafalannya?
Bahagianya seorang penjual ketika seorang pembeli menawar dagangannya?
Bahagianya seseorang ketika ia memberi?
Bahagianya sang perindu Tuhan ketika ia bertemu Tuhannya.
Semuanya hanya pada satu gumpalan di dada itu saja. Hati!








Cihaaaaa…., ternyata aku melan banget yaaah? Koq baru nyadar yaah? Hihi… Tapi, sungguh, aku ingin menikmati setiap jenak-jenak ini dengan satu kata saja, bahagia! Meski, sedih jua adalah niscaya! (meski aku tak begitu interest dengan puisi, toh, dulu2 aku jugah adalah penulis puisi. Hehehe…)

3 comments:

  1. wuiss..

    dalm..

    keep posting K!

    ReplyDelete
  2. bahagia itu datangnya dari Allah..
    so kalau mo bahagia, minta aja ma allah

    ReplyDelete
  3. @Ojik :
    hehe..daleeem (berapa meter yah??)hihi..
    Ojik, keep posting jugah yah...semangat!

    @Anonymous :
    hmm..bener...bener...
    trima kasih...

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked