Segenggam Kenangan


(khatmil hifzul Qur'an, Minang Kabau Village, 20 April 2005)

Sahabatku, saudara-saudariku, mari sejenak kembali ke belakang. Kembali menengok masa lalu. Bukan…, bukan bermaksud mengajakmu kembali ke pada masa lalu itu lagi. Bukan! (kan ga ada kendaraan yang mengantarkan kita untuk kembali yah?) Aku hanya ingin mengajakmu menengok ke belakang. Itu saja.

Kenapa aku ingin menuliskan ini? Entahlah, dari sekian banyak memori yang pernah ada di Kota Kecil bernama Padang Panjang, ini adalah satu-satunya kisah yang selaluuu ingin kukenang. Selaluuu…, karena setiap mengenangnya, kembali mencuatkan semangat baru di hatiku.

Kenangan apa yang ingin kuputar di setiap lembaran memori? Yah, kenangan manis itu. Manisss sekali, membuatku selalu saja ingin mengulanginya, tak hanya sekali, tapi berkali-kali. Tentang masa bahagia. Tentang hari-hari penuh kedekatan, dengan-Nya. Sebab, di tempat ini jua, aku diperkenalkan lebih dekat kepada-Nya. Diperkenalkan dengan indah-Nya menangis di hadapan-Nya. Tentang kebiasaan indah, yang –sekali lagi—selalu ingin kuulang, meski masa tak lagi pernah sama.

Apa yang membuatku ingin sekali menuliskannya? Pertama, Kemaren-kemaren, aku kembali membuka file-file lamaku. Membongkar semua diari2ku. (Waaahh, dulu tuh yaaa, aku benar2 kerajingan nulis diari. Diari setebel itu, ludesss, habis dicoretin dalam jangka 3 bulan saja). Betapa, berasa sekaliii…fase-fase itu. Semangat itu. Kegelisahan itu. Kemunduran itu. Kebangkitan itu. Semuanya. Aku sempat terkaget-kaget jugah, “waaaah..ternyata aku begini dulunya. Waaah, gak nyangka, ternyata aku bisa berfikirnya seperti ini, dulunya. Waaa, ternyata fiqrohku seperti ini dulunya.” (baca diari ternyata lebih menarik dari baca novel. Seperti membaca novel kehidupanku sendiri. Hehe)

“Saranku : dokumentasikanlah setiap apa pun kejadian di diari atau sisakan satu file di komputermu. Apakah itu kekesalan, kebahagiaan, pemikiran, ide-ide baru, atau sekedar lintasan-lintasan hati, hasil kotempelasi, atau apa saja, karena suatu saat, itu akan menjadi reminders, mengingatkanmu, dan bisa jadi adalah solusi dari permasalahanmu. Percayalah, mungkin kamu takkan percaya bahwa kamu pernah berpikir seperti ini dulunya.”

Kedua, kenapa aku ingin menuliskan ini, adalah karena aku benar2 tersentuh (sampai2 nangis begituu) oleh taujih Ust. Urwatul Wutsqo, LC pas Jalasa Ruhiy. Pas banget! Pas! Bener2 pas. (insya Allah aku tuliskan juga setelah ini. karena aku tak ingin merasakannya sendiri. Aku juga ingin, dirimu semua ikut mendapatkan taujih dari ustadz)

Ketiga, aku berharap, dengan menuliskan ini, bisa kembali mengingatkanku. Bisa kembali menyemangatiku. Dan, aku berharap juga, ada yang ikut terinspirasi dengan kisahku (hehe, ke-PD-an boleh kan?!)

“Saranku : ceritakanlah bagaimana awal kamu mendapat hidayah dan bagaimana kamu menerima cahaya itu untuk kali pertamanya. Ceritakanlah, bagaimana awal kamu tersentuh dengan indahnya jalan ini. Mungkin, suatu saat, ada yang mengalami hal yang hampir sama denganmu, kemudian dia terinspirasi, dan ketika dia mengikutimu, kamu secara tak langsung telah menjadi perantara terhadap dapat hidayahnya seseorang.”

Ba’da maghrib ini, hujan cukup deras. Namun, untuk suatu keperluan, kami (aku dan Cuul-ku) harus keluar wisma. Tepatnya ke Pasar Baru saja sih. Tak jauh. Dingin menusuk belulangku. Padang yang dingin! Aku merapatkan mantel hujan, dan berselindung di balik payung yang Uul pegang. Sepayung berdua^^.

Kau tahu? Dingin dan hujan, selalu saja mengingatkanku pada Kota Kecil Padangpanjang. Dari dulu, aku memang sangat mencintai kota hujan itu. Sangat! Separuh kenangan hidupku tertinggal di sana (hehe, lebay!). Tapi iya, aku menghabiskan 6 tahun masa adolensia, di sana! Enam tahun, masa remaja berikut begitu banyak kenangan yang menyertainya, di Padangpanjang. Alasan apalagi coba, yang membuat aku tidak mencintai kota kecil itu? (meski mati-matian aku melenyapkan sebagian besar kenangan itu, --karena terkadang, aku malu pada sebagian masa laluku--, tapi, tetap saja aku tak bisa. Karena aku terlanjur cinta padanya, kali yaaah? Hehe)

Duluu, sebelum masa itu datang, aku termasuk siswi yang “brutal” (hehe, ini lebay ajah niiih). Jail. Trus, cuek. Slenge’an. Suka telat. (bayangkan, aku mandi pagi di jam istirahat pertama…haha…, masa-masa ituuu…). Childish. Ambisius. Dan, SUKA NGERJAIN orang. Keisengan. Bener2 sukaaa iseng. Sensasional jugah. Di masa itu, aku udah suka nulis jugah. Tapi, cerpen yang kutulis itu apa cobaaa, waaah…na’udzubillah, skarang mungkin aku eneg jika membaca itu cerpen. Jahiliyah abiis. Betapa dangkalnya persepsiku tentang cinta waktu itu. Untungnya, semua cerpen2 itu (jumlahnya udah mencapai angka 70 lebih loh), udah “kubuang” abis-abisan. Maksudnya, aku tak menemukan lagi di mana keberadaannya kini. (eihh, masih tersisa satu bundle ding. Soalnya isinya nyampur. Ada jugah cerpen2 ba’da hijrah di sana).

Lalu, berawal dari keisengan diriku, --nyobain jilbabnya Yama—sahabatku, trus iseng beli jilbab yang agak lebar sikit dari ukuran biyasanya (nyari sensasi ajah awalnya). Nah, kliyatan mulai brubah gituuuh (walau niat awalnya Cuma iseng), rupa-rupanya, aku adalah “mangsa” dan “target” berikutnya yang akan “dijerumuskan” ke jalan yang lebih lurus (sebelumnya bengkok apa yaah?). Aku diajakin ikut halaqoh sama Yama jugah di penghujung kelas dua. Tapi, baru mau ikutan itu yang bener2 di awal-awal kelas 3. Bersama uniku, uni murrabiyah pertamaku, uni murabbiyah terbaikku, Uni Sri Astuti Al Hafidzah. Sosok luar biasa yang benar2 inspiratif bagiku. Aku terlanjur kagum padanya. Pada keteduhan wajahnya. Wajah sang hafidzah.

“Untuk ini, aku benar-benar ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, syukran katsiran, jazakillahu ahsanal jaza’ kepada dua sosok, Ledy Rahma Sonar Amd sahabatku, dan Uni Sri Astuti Alhafidzah. Terima kasih untuk satu masa indah yang takkan mungkin kulupa.”

Aku, benar-benar menikmati masa indah ini. Masa yang takkan mungkin pernah kulupa. Aaaa, sungguh, aku tak mampu lagi membahasakannya dengan apa. Aku menikmati sekali “terjerumus” dan “terperangkap” di jalan ini.

“Sungguh, ketika hatimu merasakan ada sesuatu yang menggerakkan, ada sesuatu yang mengajakmu pada cahaya-Nya, kala ada sisi bening hatimu yang bicara, MAKA JANGAN DIABAIKAN! Jangan diabaikan! Karena, bisa jadi ia tak datang dua kali.”

(rihlah plus kunjungan FSI SMA 1 Pdg Panjang ke Rohis SMA N 1 Pariaman, 2005)


(masi di lokasi yang sama.... Ini versi akhwatnya...^^
Waah. Kangen euy. Pada dimana yah sekarang?)




 >>insya Allah be continued lagiih..
blom slese, soalnya ini jugah nyangkut samau taujihnyaustadz, hee...
Jadi, skalian deh sm taujihnya ustadz....insya Allah,
hehe



3 comments:

  1. kakak pernah maen k rohis SMAN 1 pariaman..
    wuii.... keren...
    yah..kakak ga dateng pas c ada, huhu...
    kakak masih kenal senior2 c waktu itu skrg?

    ReplyDelete
  2. Hehehee...

    pernah Ce..
    2005 dulu
    Ce masih SMP yah?

    kenalnya sama senior2 02 Ce,
    kan waktu itu seniornya dari abang2 dan kakak2 di FK jugah..

    gimana Rohis disna skrang Ce?
    kayaknya lagi berkembang (biak) banget yaah, hihi...
    Subhanallaah, slaut sama SMA 1 pariaman!Luar biasa!!
    Tetap semangat!

    ReplyDelete
  3. adakah yang tau kontaknya uni ledy rahma sonar?
    Saya adek kelasnya di STAN
    saya kangen sm uni

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked