Elegi Rumah Sakit
Jika ingin merasakan nikmatnya sehat, maka sesekali, berkunjunglah ke rumah sakit. Sebab, kondisi sehat sering kali membuat kita abai mengenai masalah ini. Dulu, waktu aku masih harus cek up sekali 21 hari, aku sering berkeliling2 M.Djamil (hooo, lebay! Gak sampai sekeliling siih. Cape jugah kalo iyah. Hanya tempat2 tertentu saja) melihat-lihat orang sakit. Banyak hikmah yang kita peroleh. Banyak juga ilmu yang didapat setelahnya. Setidaknya, sebuah rasa syukur bahwa alhamdulillaah Allah masih mempercayakan nikmat kesehatan itu pada diri kita. Nikmat yang sangat sering diabaikan oleh manusia.
Dan, lagi-lagi aku melakukan episode perburuan rumah sakit ituu. Bukan di Padang lagi. Kali ini aku tak perlu menyebutkan rumah sakitnya. Karena, ini menyangkut nama baik si rumah sakit. Aku hanya ingin mengambil pelajaran dari rumah sakit ini.
Bangsal yang paling pertama kukunjungi adalah bangsal kebidanan. Karena, tujuan utamaku ke RS memang menjenguk si kakak, yang dulu pernah bersama keluargaku,yang baru saja melahirkan. Tetapi, ada masalah dengan melahirkannya, sehingga harus dirujuk ke RS yang lebih lengkap fasilitasnya. Kalo kutimbang2 siih (pake apa yah, nimbangnya?? Heehehe) ini rumah sakit kayaknya tipe D.
Tak dinyana, ketika ngurus-ngurus administrasinya, si bayinya keburu meninggal. Kurasa bayi itu tak mampu lagi bertahan karena sudah sangat laaamaaa prosesnya. Dari jam 2 siang, hingga jam 6 pagi keesokan harinya. Bayi itu dirasakan tak bergerak ketika jam 5.30 pagi. Janin polos itu, pergi sebelum sempat menghirup udara dunia, innalillaah. (Tak apalah nak, berarti Allah sangat sayang padamu. Kau tak perlu rasakan betapa fananya dunia ini…)
Huuuufffffhh…., betapa rumitnya urusan peradministrasian. Apalagi untuk pasien miskin. Harus dibentak-bentak sana-sini. Harus dioper2 seperti bola. Padahal kondisinya CITO loh! Darurat. Peripulum inmora! Waktu aku masih rutin cek up dulunya, aku seeeerrrrrriiiiiiiiiiing banget menemukan hal2 yang sangat memiriskan dan memilukan hati. Seorang nenek2 usia 79 tahun 9 bulan, nyaris 80 tahun, dibentak-bentak, di suruh sana-sini macam bola pingpong. Huuhuu, sedihnya! Apalagi si nenek tak punya keluarga lagi. Di usianya yang sudah demikian senja, ia harus menjalani semua ini dengan kesendirian!
Kembali ke masalah si kakak, Aku tak ingin menyalahkan si rumah sakit karena barangkali memang protapnya seperti itu. Bisa jadi juga ini karena keterlambatan prosesnya, karena ibunya si janin tidak mau mengejan. Atau karena pasien telat dibawa ke RS. Sakitnya dari jam 2 siang, tapi baru dibawa ke RS jam 3 malam. Hanya saja, dari cerita keluarganya, kudengar bahwa si kakak di kasih suntik angin alias suntik oksitosin sekitar jam 2 malam. Yang aku sesalkan, siapa siiiih yang kasih suntik oksitosin begitu cepat? Padahal, si ibunya belum bisa mengejan dengan sempurna, dan sepertinya belum sampai bukaan delapan. Suntik oksitosin baru boleh diberikan jika bukaan lebih dari 8. Karena 19 detik setelah disuntik, langsung terjadi kontraksi hebat di rahim si ibu. Dan, secara otomatis bayi memang harus dikeluarkan. Dan, jika tetap di kasih sebelum bukaan lebih dari 8, lalu kontraksi terjadi, tapi bayi tak bisa dikeluarkan, maka besar kemungkinan bayi akan meninggal di dalam. Bisa jadi juga ini penyebab kematian bayinya si kakak tersebut.
Allahu’alam.
Melihat fenomena ini, aku hanya berharap smoga kualitas kesehatan di negeri ini lebih meningakat dari sebelum-sebelumnya. Jangan hanya orang kaya yang boleh sakit (lho??). Maksudnya, biayanya jangan tinggi laah, biar orang miskin juga dapat fasilitas perobatan yang lebih baik! Biar ga ke dukun terus (lha?? Orang kaya jugah banyak yang ke dukun, tho?).Trus, jangan ada lagi mafia-mafia kesehatan yang berani bermain2 dengan nyawa orang banyak, jangan lagi ada pengobatan-pengobatan yang tak penting yang hanya mubadzir saja, jangan lagi ada kesalahan-kesalahan fatal dalam perubatan sehingga harus mengobankan nyawa orang lain! Semoga….semoga sajaa… (berharap mode : on). Kata dosenku, sebenarnya 60 % dari dana suatu RS adalah untuk pembelian obat dan alkes. Nah, berarti yang 60 % ini adalah tanggungjawabnya farmasis. Semoga, adanya revolusi peran farmasis (bener ga yah revolusi?? Hehe) akan lebih berkompeten dalam menangani masalah perobatan! Amiiiin.
Eiiihhh yaa, pasien kedua yang kuunjungi adalah pasien pediatric. Satu-satunya pasien anak yang di rawat di sana. Ga ada yang lain. Di rawat karena step dan ga sadarkan diri selama seminggu. Nah…nah…, berhati-hatilah dengan step pada anak. Karena, ketika mengalami step, banyak sel-sel otak yang mati, sehingga sulit bagi anak untuk bisa berpikir cerdas setelah dia besar. Makanya, hati-hati dengan demam pada bayi. Jangan dibiarkan saja dengan mengompresnya atau Cuma dikasi “bungo rayo putiah jo talua ayam kampuang” heee. Harus segera dibawa ke pihak yang berwenang (lho??) hehe, ke dokter maksudnya.
Pasien ketiga adalah pasien geriatric. Nenek2 skitar 80-an. Hmm…, si nenek, kasihan banget. nafasnya tinggal atu…atu… Memang siih, semakin tua kita, semakin organ kita mengalami penurunan fungsi dan fisiologi. Plajaran yang dapat diambil : di usia muda yang masih sangat produktif, jangan disia-siakan! Manfaatkanlah! Apapun yang bisa dilakukan! Karena, jika Allah memanjangkan umur kita, akan tiba masa di mana kita tak lagi bisa energik. Masa ketika kita dikembalikan kepada kanak-kanak.
Semangaaaat!!
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked