"Satu-satunya penyesalan terberat dalam hidup saya adalah... karena saya memilih bukan sebab agama." Itu curhatan lirih wanita yang hampir 10 tahun beda usianya denganku itu. Aku tahu, bukan solusi yang dia minta dariku. Ia hanyalah memuarakan rasa. Memuarakan gundah. Dia hanya memintaku menyediakan dua kuping untuk mendengarkan keluh kesahnya. Itu saja.
Imbuhnya lagi, "Saat ini, yang saya inginkan adalah mencari ketenangan. Mencari tempat yang tenang. Saya sudah tak sanggup lagi jika harus menghadapi permasalahan rumah tangga yang begitu berat ini. Saya sudah tak sanggup lagi jika harus ditendang, ditampar sampai biru lebam. Saya sudah tak sanggup lagi jika tidak dinafkahi dan cuma mengandalkan gaji saya yang pas-pasan."
Aku cuma bisa menghela nafas. Tak banyak yang bisa kuberikan pada wanita itu, kecuali sepenggal kalimat, "Semangat Mba. Insha Allah mba sanggup hadapi ujian ini."
Kalimat itu kuucapkan dengan getir. Entah benar-benar menyumbangkan segenap spirit. Sepertinya justru aku yang terseret kesedihan wanita dengan wajah sendu dan sorot mata kosong itu.
_________________
Sebuah tanya muncul di hati : Benarkah, setiap keluarga dan setiap rumah tangga itu tak pernah sepi dari masalah?
Menjawab pertanyaan di atas, barang kali hal yag perlu kita lakukan adalah merujuk kembali kepada siroh. Bagaimana tuntunan kehidupan rumah tangga Rasulullaah dan bagaimanakah potret kehidupan beliau sebagai uswatun hasanah. Sebagai ikutan dan contoh teladan...
Sungguh, sosok agung Rasulullaah saja pernah mengalami "permasalahan" dalam rumah tangga beliau. Apalagi kita, manusia yang penuh rombengan, penuh kedhaifan. Dan sejatinya, setiap apa yang terjadi pada kehidupan beliau, adalah agar kita mengambil khudwah ketika masalah datang menghadang kita.
Salah satu peristiwa yang cukup "populer" adalah peristiwa 'maghafir' yang Allah abadikan dalam surat Ath-Tahrim ayat 1-5. Peristiwa maghafir itu terjadi lebih kurang setelah Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsy. Saat itu, Ummahatul mu'minin Aisyah merasa cemburu beraat (dan merasa mendapatkan "saingan"). Maghafir itu adalah sejenis minuman dari getah pohon al-urfuth yang manis rasanya tapi kurang enak baunya.
Nah, saking cemburunya Aisyah, beliau mengajak Hafshah untuk "berkonspirasi".
Konspirasi itu adalah "bahwa barang siapa yang ditemui Rasulullaah terlebih dahulu, maka beliau berdua bersepakat untuk bertanya, "Wahai Rasulullaah. Aku mencium bau maghafir." Dan yang waktu itu ditemui Rasulullaah pertama kali adalah Hafshah ra. Dan Hafshah ra pun menanyakan pertanyaan tersebut sesuai kesepakatan beliau dengan Aisyah ra.
Rasulullah menjawab, "Tidak. Aku hanya minum madu. Aku bersumpah tidak akan meminumnya lagi. Janganlah beritahukan siapapun tentang hal ini."
Lalu turunlah surat Ath-Tahrim tersebut.
Di sini jelaslah bagi kita bahwa sosok mulia ummahatul mu'minin, juga tak terlepas dari sisi-sisi "kemanusiaan" beliau (baca : cemburu berat yang kemudian menyebabkan adanya kisruh di rumah tangga Rasulullaah. Rasulullaah bahkan hampir menceraikan istri-istri beliau dan melakukan pengasingan diri selama sebulan penuh). Akan tetapi, para ummahatul mu'minin tersebut tentulah wanita-wanita pilihan Allah yang telah Allah cendrungkan hatinya pada kebenaran sehingga beliau semua bertaubat dan memilih Allah, rasul-Nya dan akhirat dari pada kehidupan dunia.
Kita?
Ya, kita pastilah sangat jauuhh... Amat sangat jauh dari ummahatul mu'minin tersebut.
Jadi, memanglah sangat mungkin bagi diri kita untuk berbuat salah. Dan juga bukan sesuatu yang mustahil jika terjadi permasalahan dalam sebuah keluarga, karena kualitas diri kita tentulah masih jauh dari sosok mulia Rasulullaah dan ummahatul mu'minin. Tetapi, ada satu kunci yang ditinggalkan Rasulullah terkait berbagai "guncangan" peristiwa tersebut. Yaitu, segera kembali pada-Nya dan bertaubat pada-Nya, jika tak ingin menukar kehidupan akhirat dengan dunia dan jika tak ingin Allah ganti dengan generasi yang lebih baik, lebih shalih, lebih taat dan patuh, yang beriman, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadah.
Sungguh ini adalah pengingat bagiku yang masih sering lalai...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked