Aku lupa kapan pertama kali menjadi local guide di google map. Sepertinya sekitaran Mei 2017 (baru 7 bulanan sepertinya yaa..). Berawal dari aku yang pengen liat perumahan tempat tinggal ibu dan adik-adik di Padang pada googlemap. Gimana yaa versi map nya? Begitu pikirku waktu itu. Dan ketika ada opsi "add missing place" aku coba lah tambahkan itu perumahan. Ternyata not applied. Hahaha... Sepertinya perumahan begitu ga bisa ditambahkan di maps kali yaa... Atau aku yang masi cupu-cupu level 1 (nge add place kan mesti daftar dulu jadi local guide) masih "dipertanyakan" kapabilitasnya sebagai local guide?!
Halaman kontribusi sebagai localguide (level 6 sedang menuju level 7) |
Aku sendiri baru mengenal lebih dekat si google maps ketika di Riyadh (akhir 2013) apalagi di sini alamat selalu pakek versi koordinat lokasi dan alamat district hanyalah formalitas belaka. Sebagai pencinta peta (doraa dongs... wakakaka) sebelumnya aku hanya memajang peta di dinding kamar kos. Waktu itu peta jakarta aja. Lalu jika butuh pergi-pergi, aku mencoba memindahkan peta di dinding itu ke dalam ingatan dan menandai di mana shulter busway atau stasiun KRL mana aku harus turun atau naik. Kedengarannya canggih bener yaa, memindahkan peta ke dalam ingatan? Wkwkwkwk.. Tenang, aku tak hapal peta koq. Cuma mengingat peta yang aku butuhkan doang koq. Dan kalau butuh peta bodetabek, baru deh buka di laptop dan aku sama sekali ga tau kalo si google maps bisa kasi direction, ngasi tau kita di mana dsb... Sebab aku ga punya handphone pinter sebelum berangkat ke Riyadh itu. Sampai sempat heran, ngelirik bapak-bapak di sebelahku waktu di DAMRI Airport-Pasarminggu yang nge track perjalanan Damri. Dengan polosnya (apa katronya nyaa ehehehe) aku bertanya dalam hati, "itu alat apa yaa koq bisa tau kita ada di mana dan bisa nge-track ke mana kita pergi?". Buaahahaha... πPadahal itu Handphone doang looh... Untung masi malu buat nanyain "itu alat apa Pak?". Kalo sampai aku tanyain, bisa ketawa orang sejagad DAMRI dongs yaa.. hehehehe... (tutup muka pakek niqob).ππ
Dulu pernah aku janjian sama dosen di daerah Sawah Besar. Aku "menghafal" jalan menuju lokasi dengan menandai stasiun kereta tempat aku harus turun lalu berapa kira-kira aku harus jalan, ke arah jalan apa, berapa meter kira-kira. Begituu deeeh kira-kira gambarannya... Ehehehe...π
Photo emak Aafiya dengan views terbanyak (Rawdah Park Riyadh, 301K views) |
Yes. I love maps. Aku (di antara kebanyakan wanita ga suka peta sampai ada buku yang berjudul "why men don't listen and women can't read maps") sepertinya adalah pengecualian. Kekeke... Bukan sok jumawa merasa bisa yaa. Ini hanya soal preferensi saja. Di saat wanita-wanita lain suka berdandan dan make up an, memasak dengan maknyooss, ahli memilih dan memadupadankan warna-warni gamis dan bergo atau khimar, aku tak memiliki preferensi di sana. Setiap orang punya hobby, tendensi dan preferensi yang berbeda tentunya. Karena aku suka peta, aplikasi maps adalah salah satu aplikasi favoritku. Lebih menarik liat peta dari pada liat facebook sih. Hehehe... Mungkin sebagian yang lebih senang liat-liat di cookpad misalnya.
Kalau para suami nyetirin istrinya bisa nyetir dengan tenang tanpa diganggu oleh celotehan istrinya, lain halnya suamiku tercinta. Di banyak waktu, aku yakin Abu Aafiya sering sedikit (atau banyaak yaa ahahaha) terganggu dengan suara-suara istrinya dari arah belakang. "Yah, koq lewat sini. Lewat jalan X aja kayaknya lebih deket." Kaciiaaann Cowo akuuh. Kekeke... Kalo kebanyakan ibu-ibu taunya duduk di mobil lalu sampai, jadi bertahun-tahun berada di suatu daerah, ga perlu hafal suatu tempat cukup tau koordinatnya aja daan duduk manis lalu sampai deeh, lain halnya dengan emak Aafiya. Selalu excited liat tempat baru dan menempuh jalan baru. Sering kali, aku bertekad dalam hati untuk ga akan komentar lagi soal jalan yang ditempuh karena pasti suamiku lebih hafal jalan, lebih spacial, dan tentunya lebih sering bepergian dan nyetir ke suatu tempat serta yang terpenting "Suami tak butuh komentar istri dalam memilih jalan kecuali jika dimintai pendapat". Tapi, sering kali komentar itu muncul spontanous. Wkwkwkw... Untungnya Abu Aafiya sangaaat sabar meladeni celotehan istrinya iniiih... Smoga aku bisa menahan diri untuk tidak berkomentar lagi yaaa...ππ·
Menjadi google maps local guide sebenarnya tak butuh suka peta sih yaa... Cukup dengan memberi review, menambahkan foto, menjawab pertanyaan, fact check dan juga menambahkan tempat baru. Tapi, jika suka peta, menjadi local guide terasa lebih seruuu dan menyenangkan.
Mengapa sih cape-cape jadi local guide? Orang juga ga dibayar. Apa untungnya susah-susah menambahkan suatu tempat, memberikan review, memfoto suatu tempat?
Ini sesungguhnya azaz manfaat buat aku. Sebab selama ini aku merasa sangat terbantu dengan googlemaps. Mau ke suatu tempat, tinggal cari di google maps. Maps juga membantu kita menunjukkan direction ke tempat yang kita tuju. Adanya review yang tentunya jujur karena mereka menceritakan pengalaman di suatu tempat dapat memberikan gambaran bagi kita bagaimana tempat yang hendak kita tuju tersebut. Apalagi di dukung dengan foto-foto dan juga video yang sangat memberikan semacam overview laah buat kita sebelum kita sendiri sampai di sana. Selain itu, kita juga bisa bertanya ke localguide yang lain yang sudah berkunjung. Misal, boleh ga bawa baby stroller, jam berapa bukanya, berapa entry ticketnya atau harga di suatu toko. Jika kita (aku terutama) merasakan banyak manfaat, bukankan akan lebih baik jika kita berkontribusi memberikan manfaat yang sama?! Tak rugi kaan?
Kita bisa menambahkan suatu tempat yang misal belum ada di maps. Aku juga terbantu dengan review yang ada maka aku juga memberikan rating dan review untuk suatu tempat serta menambahkan foto yang aku sempat ambil di tempat tersebut. Atau menjawab pertanyaan yang diajukan jika aku tau jawabannya. In shaa Allah memberikan manfaat untuk sesama. Ini poin utamanya!
Foto emak Aafiya yang dijadikan cover oleh googlemaps |
Serunya, si google maps memberikan poin-poin untuk setiap kontribusi yang diberikan localguide. Meskipun poin ga bisa diuangkan atau di redeem untuk klaim sesuatu, tapi dapat poin itu kayak semacam games di mana kita pengen dapat poin lebih tinggi. Kita juga dapat badages berdasarkan kontribusi yang kita berikan.
Pelajaran berharga: buat poin duniawi yang bahkan tidak bisa diuangkan sekalipun, aku interest buat mencapai poin tinggi dan tak ingin poinku berkurang atau terhapus. Apalagi untuk "point berbayar" yang balasannya adalah surga. Shalat dapat poin. Sedekah dapat poin. Dan sebaliknya ghibbah menghapus poin. Harusnya aku lebih bersegeraa dan bergegas mencari poin ini sebanyak-banyaknya. Tapi seringkali aku terlalai... Astaghfirullaah... Ini hanya pengingat diriku sendiri terutamanya...
Aahh, hayuk semangat mengumpulkan poin, wahai emak Aafiya!!!! Dunia ini tak lebih dari permainan dan sendagurau serta peristirahatan sebentar saja. Tujuan akhir adalah akhirat...
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked