Sedari dulu, berbelanja di pasar tradisional lebih menyenangkan bagiku ketimbang belanja di supermarket. Di pasar tradisionallah transaksi jual beli itu berlangsung 2 arah. Antara penjual dan pembeli. Kita bertemu langsung dengan penjual. Di supermarket, kita memilih sendiri dan ambil sendiro barang-barangnya. Ujug-ujug cuma ketemu kasir... yang kemungkinan besar bukanlah penjual utama... hehe...
Meskipun pasar bukanlah tempat yang kita harus berlama-lama di sana, tapi di pasar tradisional kita lebih mengenal banyak orang. Pasar tradisional juga menawarkan barang-barang yang lebih fresh dan baru. Kenapa? Di Supermarket umumnya sayuran atau daging misalnya terlihat lebih fresh karena mereka memiliki fasilitas chiller, susananya pun adem. Tapii, di pasar tradisional mana ada chiller dan suasananya juga bukan yang di bawah AC kan yaa... Jelaas, harusnya sayuran yang tanpa chiller jauh lebih segar. Dalam kondisi "luar ruang" begituu bisa "survive" kesegarannya, tentu menandakan barang ini bener-bener segar kan yaaa.
Tapi sejak tinggal di Riyadh, yang aku tau yaa supermarket ajaaah. Nyaris tak pernah lagi ketemu yang namanya pasar tradisional. Dan memang sangat jarang ada. Mungkin di pinggiran kota kali yaa. Intinyaa selama di Riyadh, aku sebelum ini ga pernah sekalipun belanja di pasar tradisional. Apalagi setelah punya anak 2 (yang mana kalo di sini anak-anak tentu harus dibawa ke mana pun kita pergi. Nda bisa dititip tetangga wkwkwkwk), belanja ke supermarket lebih mudah tentunya (selain dekat lokasinya). Suasananya adem, ada trolli buat ngangkutin barang-barang, ga perlu becek-becekan. Ga repot laaah tentunyaa. Kalo di pasar tradisional, ke mana-mana belanjaan mesti diangkut sendiri, ga ada trolli, dan ga ada AC tentunya hihi. Emak-emak kudu setroooong. Kekekeke...
Nah.. naah... sebenarnya tentang pasar daging tradisional ini, sudah lama aku denger dari buibu di sini. Kalo belanja daging ya ke pasar daging ajaa, lebih muraah--begitu kata buibu. Karena lokasinya yang lumayan jauh dari rumah (sekitar 35-an km lebih), plus di daerah Batha di mana ini daerah paling dihindari oleh Abu Aafiya karena padat penduduk dan seringnya muaceeeettt, makanya kita masi stay tune aja tuh belanja perdagingan dan perikanan cuma di supermarket dekat rumah. Apalagi suka ada promo hihi...
Hingga di awal tahun 2018 ini, adanya pajak, kenaikan listrik&BBM dan bayaran-bayaran lainnya, membuat harga-harga mulai melambung. Harga daging terutama. Naiknya ga tanggung-tanggung. Bisa sampai 30%. Semisal harga sebelumnya 38-an SAR, naik jadi 50 SAR per kilo nya. (Jangan remehkan emak-emak dan seenaknya menaikkan harga, ingatannya kuat soal harga barang lho... wkwkwkwkwkwk). Dan kebetulan konsumsi daging kita lumayan tinggi (secaraa emak Aafiya ini meat lover heuheu), akhirnya kita putuskan untuk berbelanja di pasar daging yang sudah lama disebut teman-teman di sini.
Kemarin (sesuai dengan plan), kita ke sana deeh. Wow... ma shaa Allah.. amazing! Jum'at pagi yang sangat sibuk untuk Riyadh yang jum'atnya "kalem" hehe. Kebiasaan di sini, jum'at pagi itu orang-orang pada santai, leyeh-leyeh, libur, tidur. Toko-toko nyaris ga ada yang buka di jum'at pagi. Aktifitas perdagangan di hari jum'at umumnya baru mulai ba'da ashar. Rupanya untuk pasar daging, tak berlaku hal ini. Justru jum'at pagi puncak kesibukkannya. Kami sampai muter-muter beberapa kali untuk bisa dapat parkiran. Karena benar-benar full dan sangat susah mencari parkiran. Ya Salaaam. Sempat Abu Aafiya bilang, "daah pulang aja yuk. Ga dapat parkiran nih". Tapiii sudah menempuh 35 km lebih. Masak harus balik kanan? Hehe... Akhirnya setelah putaran yang keberapa kali, ada yang keluar persis di depan kita. Alhamdulillaaah, cuuusss kita parkir deeh.
Di depan tempat masuk pasar daging, ada penjual sayurab. Sayang lupa poto pasar dagingnya 😁 |
Pasarnya benar-benar pasar tradisional kayak di Indonesia!! Ma shaa Allah. Plus ditambah beceek karena hujan semalam (hujan yang sangat langka tentunya... kapan-kapan cerita soal hujan in shaa Allah), makin bikin suasana yang kayak di Indonesia banget hehe. Masuklah kita ke sana... dan Woooww... ma shaa Allah.. isinya penjual daging semuaaaa... Bagian luar ada yang jual sayur-sayuran juga tapi ga banyak sih. Most of them adalah penjual daging.
Orang-orang sana pada bahasa Indonesia lagi! Koq pada tau yaa. Hihi.. Ya satu dua kata lah. Semisal "sapi... sapi...", "murah... murah...". Sisanya tetap pakek bahasa arab atau satu dua kata bahasa inggris. Hehe...
Kita cukup amazing dengan harganya. Yang benar-benar miring dibanding di supermarket. Sekilo topside bisa dapat 25 SAR. Padahal di supermarket bisa 50-60 SAR. Sekilo hati sapi harga 15 sar, padahal di supermarket 56 SAR dan itu pun kadang ada kadang enggak. Di pasar daging juga lengkap jual berbagai jeroan di mana di supermarket ga ada yang beginian. Cuma dagingnya ajah biasanya di supermarket. Di pasar daging ini juga menjual semacam otak sapi, paru, dan lain sebagainya. Beli kikil juga lebih murah. (Aku tau kikil ini juga baru di siniii... wkwkwkwk). Belanjanya sih cuma 5 menitan kholas kali yaa... Cuma sebentar doang kita belanjanya. Ga sampai 10 menit kayaknya. Dengan harga ga sampai 100 SAR, kita sudah bisa bawa pulang 2 kg daging topside, 2 kg paru, 1 kg hati, dan lebih dari 2 kg kikil. Kalo beli di supermarket, mana dapat segituuuu... Ma shaa Allah...
Ini juga kali pertama seumur-umur aku beli paru. Ternyata 2 kg itu banyaak banget yaaak karena si paru ini ringan. Pengen bikin rendang paru ceritanyaa. Semoga suksess percobaan pertama emak Aafiya.. hihi... Aamiin...
Yaah, worth it laah bolakbalik hampir 80 km untuk ke pasar daging ini dibanding harga yang kita dapatkan. Belanjanya sih cuma 10 menit, perjalanannya 1.5 jam, nyari parkirannya setengah jam. Hihihi... Tapii, nanti kalo beli daging pengen ke sini lagii. Tips nya, berangkat agak pagian (jam 6 atau setengah 7) supaya dapat parkiran in shaa Allah...
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked