Sukirno (nama samaran) dan Sutedjo (juga nama samaran) adalah dua orang yang bersahabat. Mereka pun dulunya bekerja di kantor yang sama. Keluarga mereka pun saling mengenal satu sama lainnya termasuk istri dan anak-anaknya. Suatu ketika Sukirno memutuskan untuk pindah ke kota lain disebabkan dia ingin berdikari, mengembangkan usaha sendiri dan tentu saja resign dari kantornya. Kota itu berjarak jauh yang hanya bisa ditempuh dengan penerbangan dan tentu saja Kirno tidak bisa mengangkut semua barangnya untuk pindahan ini. Akhirnya sebagian besar barangnya dijual. Pun begitu juga dengan kontrakan yang selama ini ditempatinya. Kebetulan, sahabatnya Sutedjo sedang mencari rumah kontrakan baru karena rumah kontrakan lamanya sudah jatuh tempo, harganya cukup mahal untuk spek dan Tedjo memutuskan untuk mencari rumah baru yang lebih cocok dengan anggaran rumah tangganya.
"Eh kamu mau ndak gantiin rumah kontrakan aku, Tedjo?" tawar Kirno. "Harganya murah. Memang sih agak jauh dari kantor."
Tedjo yang memang sedang mencari kontrakan baru berpikir sejenak, "Aku pikir-pikir dulu, Kirno. Aku juga akan mendiskusikannya dengan istriku."
Setelah berdiskusi, akhirnya Tedjo sekeluarga memutuskan untuk menggantikan kontrakan Kirno. Tapi sebelumnya mereka akan melakukan survey dulu ke rumah kontrakan Kirno.
Kirno menjamu Tedjo dengan baik. Bahkan istrinya yang memang hobi memasak, menyambut Tedjo sekeluarga dengan beraneka masakan yang menggugah selera. Aroma masakan istri Kirno memenuhi segenap rumah. Istri Kirno bercerita pada istri Tedjo bahwasannya pemilik rumahnya baik banget, air lancar, halaman bermain untuk anak-anak luas dan segenap kelebihan lainnya. Satu-satunya kekurangan yang istri Kirno sebutkan hanyalah bahwasannya area dapurnya bagian lantai sudah menghitam yang merupakan "warisan" dari pengontrak sebelumnya dan sulit dihilangkan. Ketika bersilaturrahim itu, memang Kirno belum genap setahun mengontrak di sana.
Akhirnya tibalah masanya Kirno terbang ke kota tujuannya meninggalkan kota perjuangan dan perantauan yang selama ini ditempatinya. Kirno dan Tedjo pun sudah berbicara dengan pemilik rumah bahwasannya dia akan menggantikan Kirno mengontrak. Kunci rumah pun sudah di hand over.
Akhirnya Tedjo pun mulai beberes dan menyicil mengangkut barang-barangnya ke kontrakan Kirno. Terutama istri Tedjo, dialah yang mulai memeriksa satu persatu household yang ditinggalkan Kirno sekeluarga. Agak sedikit kaget bercampur heran ketika istri Tedjo menemukan banyak sekali kapur barus, pengharum ruangan, obat kecoa, obat semut, obat semprot insektisida dan juga germisida di kamar mandi. Dan juga ada perangkap tikus halaman (catatan: istri Tedjo adalah seorang phobia tikus!!). Wowww... barang-barang ini?! Awalnya istrinya Tedjo heran kenapa ada barang beginian di rumah peninggalan Kirno. Di rumah kontrakan sebelumnya, mereka tak pernah memikirkan barang-barang "antik" seperti ini.
Setelah dua minggu pindah ke ex-kontrakan Kirno, barulah keheranan istri Tedjo terjawab. Rumah kontrakan Kirno yang "kelihatan bagus" itu dan apalagi juga murah, ternyata tak seindah harapan. Emak-emak kan senang yang murah yaaa... Apalagi keliatannya bagus.. murah lagi. Siapa sih yang ga tergiur! Ga tau deh kalo ibu bangsa, apakah suka juga yang murmer. Itu kan tadi judulnya emak-emak. Wkwkwk..
Gak cuma istri Tedjo, istri Andoko, istri Wicaksono dan istri Padjo yang juga merupakan istri teman kerja Kirno dan Tedjo juga menyukai rumah itu dan men-support untuk pindah ke sana aja. Tapi, ternyata oh ternyata jauh lebih buruk dari perkiraan. Baru sebulan pindah ke bekas kontrakan Kirno, keluarga Tedjo terutama istrinya sudah ga betah sama sekali.
Ada banyak masalah di rumah itu ternyata. Pertama: saluran pembuangan kamar mandi sepertinya satu jalur dengan westafel di dapur. Jangan lupakan juga bahwa saluran airnya juga menyatu dengan penghuni di lantai 2 rumah itu. Dan baunya menguap dengan amat sangat bau. Setiap pagi, dan juga sewaktu-waktu ketika intensitas pemakaian kamar mandi cukup tinggi, bau busuk memenuhi dapur dan tak jarang merembet ke seisi rumah. Bayangkan kalau ada yang sedang menguras septik tank, baunya seperti apa. Nah kira-kira begitulah aroma yang setiap pagi harus "dinikmati" Tedjo sekeluarga. Meskipun tak sepanjang waktu, tapi menciumi aroma bau tersebut setiap 2-3 kali sehari sangat membuat tak nyaman.
Aroma bau yang lain berasal dari arah lubang westafel dapur. Yang mana, bau westafel ini selalu ada setiap kali mendekat ke westafel dan membuat istri Tedjo sangat tak nyaman setiap kali mencuci piring. Terjawablah kenapa ketika "survey" bau ini tak tercium. Karena tertutup oleh aroma masakan istri Kirno yang mendominasi rumah. Dan ketika tak sedang memasak, aroma busuklah yang mendominasi. Padahal Tedjo sudah membantu istrinya melakukan deep cleaning pada westafel, menyingkirkan segala macam dan dibiarkan kosong begitu saja biar tidak ada yang mengganggu. Tapi agaknya bau itu memang sudah dari sononya. Hal ini semakin membuat istri Tedjo tak betah.
Belum sampai di situ, ternyata di salah satu sudut kitchen set ex-Kirno terdapat sarang kecoa. Hewan kecoklatan itu bergeriliya sekitaran dapur dan kamar mandi. Juga semut-semut yang membuat sekujur badan anak Tedjo bengkak, bibir dowel, kelopak mata bengkak. Bertambah-tambahlah daftar keburukan rumah ex-Kirno tersebut.
Udah cukup sampai di sana?!
Sayangnya belum sodara-sodara! Masih ada lagi masalah lainnya! Ternyata di kamar mandinya juga banyak berkeliaran cacing yang menjijikan. Hewan pipih hitam kemerahan itu meliuk-liuk di lantai kamar mandi yang bikin istri Tedjo mau muntah saking geli dan jijiknya. Kadang sehari berjumpa si hewan meliuk itu satu kali, kadang dua kali dan pernah juga sampai 5x sehari jumpa terus ama si cacing. Mulai yang panjangnya kira-kira 10 inchi hingga yang imut-imut (ehhh amit-amit dink!) seukuran 1 inchi yang masi kecil kecil. Germisida yang ditinggal Kirno di kamar mandi itu ternyata tak mempan membunuh cacing menjijikan itu. Dan jelas, cacing ini berbahaya bagi kesehatan.
Aarrgghhh... jelas saja Tedjo sekeluarga sangat ga betaaaaaahhh. Biar kata murah, tapi kenyamanan tetap lebih utama. Sangat mengherankan kenapa Kirno sekeluarga bisa-bisanya betah di rumah itu dan menawarkan pula kepada Tedjo. Kalo Tedjo jadi Kirno, mungkin dia akan segera angkat kaki dari rumah itu dan takkan pernah menawarkan rumah itu kepada temannya. Apalagi ke teman dekat.
Tedjo sungguh sangat kecewa pada Kirno. Terutama istrinya Tedjo. Kenapa sejak awal terutama ketika survey Kirno tidak membicarakan hal tersebut kepada Tedjo. Hal sepenting itu???!!! Apalagi itu semua tak akan terdeteksi ketika survey sebentar dan tidak mendetil. Kan ga mungkin juga Tedjo ngobrak-abrik kitchen set nya Kirno sementara pemiliknya masi di sana. Cacing bisa jadi sedang tak unjuk wajah alias pamer diri ketika Tedjo berkunjung. Apalagi, Istri Tedjo hanya menggunakan kamar mandi sebentar saja ketika menemani anaknya buang air kecil. Dan masalah bau westafel, ketika Tedjo berkunjung tertutupi oleh aroma masakan dan lagian ngapain juga istri Tedjo mengendus-ngendus westafel orang. Kurang kerjaan amat! Aroma septik tank yang menguap itu mostly di pagi hari sementara Tedjo berkunjung pada malam hari. Nah jelas kan kalau semua itu tak terlihat ketika survey. Okelah kalau misalnya Kirno ga menganggap serentetan hal di atas adalah masalah dan dia sekeluarga bisa "berdamai" dengan itu semua, setidaknya ketika menawarkan rumah kepada orang lain penting untuk memberi tau (jika pun bukan masalah bagi mereka) dan menggambarkan kondisi real tersebut sebagai bahan pertimbangan bagi pengontrak berikutnya. Kalau Kirno bisa membeberkan kelebihan, harusnya dia juga bisa menceritakan kekurangan rumahnya. Itu sangat penting lho, seharusnya. Kekurangan yang diceritakan Kirno itu justru bukan apa-apa sebab dapur yang menhitam itu ternyata kinclong kembali dalam sekali usapan cairan clorox. Maksudnya ga butuh berkali-kali nuang clorox untuk bikin noda menghitam itu hilang. Yang masalah utama justru tidak disampaikan. Sebenarnya kalau bagi Kirno serentetan "temuan" itu bukan masalah, enggak juga kayaknya. Buktinya barang-barang "antik" berupa kapur barus, pengharum ruangan, obat kecoa, obat semut, obat semprot insektisida dan juga germisida di kamar mandi menjadi bukti bahwa mereka sebelum ini juga tengah mencari solusi permasalahan yang ada. Soal perangkap tikus?! Hiiiiyyy semoga saja cuma aksesoris pajangan (kali Kirno suka aksesoris anti mainstream wkwkwk) dan tikusnya benar-benar ga ikut nebeng tinggal di rumah itu. Na'udzubillah.
Sempurna sudah kekecewaan Tedjo sekeluarga. Terutama istrinya. Karena yang paling bersemangat untuk pindah ke ex kontrakan Kirno awalnya adalah istrinya. Apalagi sebagai ibu rumah tangga, istrinya lah yang selalu di rumah hampir 24 jam.
Akhirnya Tedjo sekeluarga memutuskan untuk pindah lagi. Meskipun pindah rumah adalah hal yang paling ga disukai Tedjo. Yaiyalaah.... capeeek brooo, nge-load, packing, moving dan unpacking lagi. Siapa sih yang suka?! Tapi, tetap lebih baik dari pada bertahan dengan sesuatu yang bikin makan hati tiap hari kan yaaa.... Masi untung kalo makan sambel ati wkwkwkwk. Jika sedari awal Tedjo dapat gambaran mengenai kondisi rumah tersebut, tentulah ia bisa mempertimbangkan dan mungkin memilih kontrakan yang lain. Ga perlu repot-repot 2x pindah macam tuu. Udahlah capeknya 2x, pun biaya pindahannya juga dobel (harus nyewa truk buat ngangkutin barang atau sewa mover lagi kan?).
Cerita di atas sebenarnya cuma deskripsi sebagai pengantar aja atas inti tulisan kali ini.
Whaaaattt?? Pengantaaaarr???
Kekeke... iyaaa... boleh lah sesekali kata pengantar lebih panjang dari isi. Wkwkwkwk... Jadi intinya mana??? Kuuy lanjut bacaa lagi yaak. Hehe...
Pertama, Begitulah sebenarnya ilustrasi menikah via ta'aruf vs pacaran. Ketika pacaran, cendrung yang keluar manis-manisnya doang. Masi jaim lah... Setelah menikah, baru deeeh keluar aslinya. Seberapa lama sih seseorang bisa memakai topeng? Pasti ada masanya ia melepasnya dan menunjukkan wajah asli kan yaa... Nah pasti kecewanya luar biasa kan yaa ketika tau belakangan.
Berbeda dengan pacaran, ta'aruf justru haruslah sedari awal mendeskripsikan kondisi real. Meski mungkin saja setelah dihadapi ternyata jauh lebih berat dari pada deskripsi di awal, tetap saja ia sangat penting. Setidaknya, potensi kecewa lebih kecil karena sudah mendapat gambaran dari awal.
Memaaang, banyak yang awet pernikahannnya yang menempuh jalur pacaran. Tapi, yang menikah lewat jalur ta'aruf pun sangat banyak yang awet dan romantis. Sesuatu yang dimulai dengan cara yang baik in shaa Allah lebih barokah. Sesuatu yang dimulai dengan maksiat, tetap saja berbeda dengan yang bermula dalam jalan ridha-Nya. Tapi yang memulai dengan jalan yang benar juga jangan merasa jumawa, sebab bisa jadi yang memulai dengan jalan yang salah telah bersih dengan taubatnya, sementara yang merasa lebih baik karena memulai dengan cara yang baik justru terpeleset pada jurang kesombongan dan terperangkap dalam tipuan "merasa diri lebih baik". Na'udzubillah
Kedua, deskripsi panjang lebar di atas mungkin hampir menjadi ilustrasi dari fenomena yang sedang ramai sekarang. Walaupun ga sama persis hehe. Ada yang beramai-ramai sedang "pindah rumah" (dalam makna kias). Percayalah, ketika engkau telah berada di suatu "rumah" yang nyaman menurutmu, jangan langsung begitu mudah tergiur dengan rumah lain yang dari luar tampak indah. Tak selalu sesuatu yang "tampak indah" itu benar-benar indah di dalamnya. Kenapa tak fokus saja memperindah dan mempercantik rumah sendiri selagi itu di jalan kebenaran, kebaikan, dan kemashlahatan. 😍
Semoga Allah tetapkan kita pada jalan yang benar di tengah kehidupan dunia yang penuh lika liku berduri ini. Dan semoga pula penghujung hari-hari kita ditutup-Nya dengan sebaik-baik penutup; husnul khatimah. Aamiin yaa Allah...