Royal Suite Room; Kamar Hotel Mewah dengan Fasilitas Super
Do'a, Harapan, dan Kelegaan
Alhamdulillaah, vacation kami berjalan lancar. Vacation kali ini benar-benar anugrah banget rasanya. Karena jika dilihat-lihat dari awal, rasanya hampir ga mungkin kami dapat vacation di Desember 2021 ini. Pertama, "antrian" cuti teman se tim suami yang pada "numpuk" di akhir tahun. Semua pada pengen cuti. Dan syaratnya tidak boleh 2 orang cuti sekaligus. Jadi, peluang kami buat cuti lebih kecil karena sebagian cuti sudah diambil di pertengahan tahun lalu. Kedua; resident permit kami yang belum renewal. Rasa-rasa hampir tak mungkin. Tapi, bagi Allah, sesuatu yang tidak mungkin dalam pandangan manusia, sangat bisa menjadi WUJUD NYATA jika Allah berkehendak. Dan itulah yang terjadi. Alhamdulillaah tsumma alhamdulillaah.
Perjalanan kami kali ini ga cuma pakek mobil di mana suami nyetir seperti biasa, tapi kami mencoba pengalaman baru dengan naik kereta cepat (highspeed railway) dan juga bus express. Berhubung dua moda transportasi ini tidak begitu common bagi anak-anak, maka kami ingin "mengenalkan" pengalaman ini kepada mereka. Dan alhamdulillaah mereka excited dengan pengalaman ini. Meskipun sempat harus sekolah sambil jalan hehe (alhamdulillaah anak-anak masih sekolah online).
Di perjalanan kali ini juga diumumkan hasil tes CPNS tahun 2021 yang mana hasilnya alhamdulillaaah, aku ndak lulus. Berarti do'a kakak Nasamah terkabul hehehe. Ini tidak lulus yang paling melegakan kayaknya. Alhamdulillaaah.
Apa yang dilakukan seseorang ketika menginginkan sesuatu? Seseorang biasanya akan berikhtiar. Ikhtiar itu dalam bentuk usaha secara fisik (misal belajar, dll) dan berdo'a tentunya. Ada berbagai keinginan yang aku "langitkan" semenjak dahulu. Di antaranya, ada yang diijabah-Nya, dan sebagian lainnya digantikan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik. Sebagainnya, mungkin tidak diijabah-Nya karena menghindarkan dari keburukan dan aku sangat berharap tidak diijabahnya sebagian do'a itu menjadi simpanan yang kelak diperlihatkan dan dibalaskan di akhirat sana. Untuk CPNS kali ini aku tak pernah memohon kepada Allah untuk diluluskan sebagai dosen CPNS di tahun 2021 ini. Aku hanya meminta agar Allah memberikan yang terbaik untukku dan keluarga serta untuk akhirat dan dunia kami. Jika memang dengan menjadi dosen itu lebih baik untuk akhirat dan dunia kami, maka aku memohon agar dimudahkan. Jika memang bukan sesuatu yang baik untuk kami, maka aku memohon untuk dihindarkan dari segala keburukannya. Itu saja yang aku pinta pada-Nya terkait CPNS kali ini. Beberapa kali Nasamah dan Rumaisha bilang "Kakak ga mau bunda luluus." demikian juga si Uni. Dan jawabanku selalu sama untuk mereka, "Kakak, Uni ... do'a sama Allah."
Sepanjang beberapa masa hitungan tahun berlalu. Dahulu aku ingin kuliah di luar Sum-Bar (sebagaimana teman-temanku banyak yang lulus di ITB, UI, UGM, Unpad dll) tapi, hanya diijinkan di Sum-Bar. Ada kesedihan? Tentu. Dulu pernah memilih FK. Tapi lulus di Farmasi. Sedih. Iya, lumayan sedih. Dulu, pernah ikut tes CPNS (2010) dan berharap lulus, tapi tidak lulus. Sedih? Iya, waktu itu sedih, meskipun sekarang malah senang ketika sudah tau apa hikmahnya. CPNS 2021, tidak lulus ... apakah sedih juga? Ketidaklulusan di tahun ini beda penyikapannya. Jika dipersentasekan, sedihnya paling cuma 1-5% aja. hehe.. Sedih kenapa nilai microteaching dan wawancara koq rendah amat. Hehehe. Apa aku seburuk itu dalam wawancara dan mengajar? Rasanya aku senang mengajar. Meskipun tidak selalu mengajar mahasiswa, tapi aku pernah mengajar anak SMP dan SMA. Sekarang aku juga "me-mentoring" beberapa mahasiswa dan anak SMA. Tapi ternyata, di tes CPNS ini nilai mengajarku rendah banget. Jadi sedih dan auto evaluasi diri jangan-jangan mereka selama ini tidak mengerti yang aku ajarkan sampai nilaiku serendah itu?! Hehehehe....
Sedihnya hanya 1-5%, sementara legaaa nya adalah 95-99%. Kenapa lega? Karena ... alhamdulillaaah nothing change setidaknya dalam setahun ke depan in shaa Allah. Aku malah sangat galaaauu rasanya bila lulus CPNS kali ini. Pertama, aku kayaknya beraaat banget harus LDR (apalagi beda negara dan berpisah sejarak 6000 an kilometer) dengan suami. Kedua, aku ga kebayang gimana bawa anak-anak mondar mandir ngurus berkas, dan bertempat tinggal di daerah yang sama sekali asing dan belum pernah aku kunjungi dan tak pula ada saudara dan kerabat yang tinggal di sana. Anak-anak nanti sama siapa. Di mana aku tinggal? Sekolahnya anak-anak gimana? Bagaimana mereka adaptasi dengan lingkungan yang sama sekali berbeda sementara emaknya harus ngampus dan tidak bisa mendampingin full setiap hari. Dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang muncul di benakku jika aku lulus. Tapi, jika sekiranya lulus, maka segala tantangan ini memang harus aku hadapi. Ketika tau tidak lulus, ada kelegaan yang benar-benar lega. Segala pertanyaan-pertanyaan yang tadi ada di benak, tidak membutuhkan jawaban lagi dan aku tidak perlu memikirkan apa jawabannya.
Ada banyak cerita tentang CPNS tahun ini (dan mungkin di tahun sebelumnya juga). Sebagian (aku katakan SEBAGIAN lho yaa enggak semua) merasa "dicurangi" terutama ketika kampus yang mewawancarai dan menilai microteaching "membuat SETTINGAN" agar dosen tetap non PNS, dosen kontrak atau pun dosen luar biasa di kampus tersebut diluluskan. Microteaching dan wawancara memiliki total Bobot 40% dari SKB. Nilai ini tentu sangat signifikan mempengaruhi hasil akhir. Jika ada yang yang memang disengaja untuk diluluskan, maka diberikan nilai sempurna, sementara saingannya nilainya dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Aku mendengar sendiri kesaksian langsung dari peserta dari beberapa universitas (kebetulan tergabung di suatu grup WA) yang nilainya di SKD maupun CBT itu tinggi (dan kebanyakan paling tinggi), tapi sengaja diberikan nilai dibawah passing grade ketika di wawancara dan MT (microteaching), sehingga "hak" yang seharusnya ada pada orang yang mememiliki CBT dan SKD yang tinggi itu seolah "dicekal". Makin jelas "settingannya" ketika "orang dalam alias dosen yang memang sudah mengajar di kampus tersebut diberikan nilai sempurna yaitu 90-100. Ada yang sudah memiliki pengalaman mengajar 7 tahun di kampus swasta, sudah memiliki jabatan fungsional di kampusnya, dan juga sudah memiliki sertifikasi dosen; bisa-bisanya wawancara (yang notabene seputar dunia perkampusan, alasan menjadi dosen dll) yang pasti sudah khatam sama dia, plus pengalaman mengajar selama 7 tahun yang pasti udah melakukan teaching ratusan kali, dapat nilai hanya 50-an saja. Jadi, selama ini dia ngajar ga becus gitu? Atau emangnya dia lagi stand up comedy? Enggak kaan yaa. Naaah kaaaan, kelihatan bangeeettt yaak "kecurangan" dan "settingannya" hehehe.
Tapi, ini bukan berarti semua yang mendapat nilai sempurna sampai 100 itu adalah settingan. Sebagian memang mendapat nilai tersebut karena they deserve to get it. Memang mereka berhak mendapat nilai tersebut. karena kemampuan mereka. Selain itu, penilaian wawancara dan MT ini sifatnya sangat subjektif menurutku karena penilainya manusia, yang dipengaruhi berbagai faktor. Bisa jadi mood pengujinya sedang buruk, bisa jadi lagi kesel, bisa jadi sedang lapar, lagi cape dan jenuh karena harus menguji dari pagi atau ada "titipan" dari atasan. Berbeda dengan CBT (tes yang berbasis komputer) yang menurutku nilainya murni. Tak ada unsur pengaruh manusia.
Dalam penilaian beberapa kampus yang kadang terlihat seolah seperti "settingan" itu adalah kejomplangan yang amat sangat antara satu peserta dengan seperta lainnya. Satu peserta (yang diunggulkan dan diplot untuk diluluskan) mendapat nilai sempurna 90-100. Sementara peserta lainnya mendapat nilai sangat rendah (40-60). Dulu (tahun sebelum-sebelumnya) malah nilai wawancara dan microteaching dikasi cuma 10-20 aja. Apakah memang "sebodoh" itu peserta yang mendapat nilai rendah? Bukankah mereka yang diuji itu adalah orang-orang yang berpendidikan minimal S2 yang notabene sudah sering melakukan presentasi?!
Di sebagaian kampus lainnya penilaiannya terlihat lebih fair menurutku. Salah satunya di almamater S-1 ku. Penilaiannya menurutku sangat wajar tanpa settingan di mana nilai peserta sebarannya hampir sama yaitu sekitar 70-80 an rata-rata. Dan tidak jomplang yang sangat antara pesertanya. Tidak jomplang banget laaah. Enggak yang satu orang menjulang tinggi sementara yang lain nilainya rendah gitu.
Di formasi yang aku pilih sendiri, memang yang lulus adalah dosen kontrak di kampus tersebut. Meskipun alhamdulillah nilai CBT-ku (dari 4 mata ujian yaitu etika dan tridarma perguruan tinggi, literasi bahasa inggris, penalaran dan pemecahan masalah, dan dimensi psikologi) jika ditotal nilaiku paling tinggi di antara tiga peserta SKB (alhamdulillaah, senang juga saingan sama anak muda di mana emak-emak bisa mengungguli, dan bukan karena emak-emak ini hebat melainkan haadzaa min fadhli Rabbi), tapi wawancara dan microteaching nilaiku rendah dan ini sangat menentukan hasil akhir kelulusan. Yang lulus di formasiku itu (dosen kontrak di kampus tersebut) nilai wawancaranya 100 dan microteachingnya 90. Sementara nilaiku masing-masing 68 dan 66. Hihihi. Jadi lumayan jomplang laah yaaa. Heuheu... Jika nilai MT dan wawancara kami berkisar di nilai yang sama, bisa jadi aku dan dia memiliki nilai akhir yang hampir sama. Karena utk SKD sendiri, nilai kami kalau ditotalkan pun selisihnya hanya 1 poin saja (aku 30 dia 31). Sementara di SKB utk CBT nilaiku lebih unggul 3 poin. Nilai 60% dari 3 poin adalah 2 poin. Tapi, mungkin memang dia memiliki kemampuan sangat hebat dalam wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai sempurna. Dan aku mungkin memang ga pinter wawancara dan microteaching sehingga dapat nilai rendah. Hehehe. Rasanya pas microteaching aku sudah menginputkan semua yang diminta dalam microteaching seperti tujuan pembelajaran, penggunaan multimedia, quiz interaktif dan juga resume pembelajaran. Aku juga menggunakan slide berbahasa inggris walaupun dalam penyampaiannya berbahasa Indonesia. Karena kampus yang dituju prodi farmasinya masih baru, dalam pikiranku belum akan memiliki kelas internasional. Jadi tidak masalah presentasi dengan bahasa Indonesia. Tapi mungkin itu tidak memenuhi espektasi penguji. Qadarallaaha ma shaa a fa'al.
Kadang aku jadi penasaran juga, sehebat apa sih wawancaranya sampai dapat nilai 100? Xixixi. Mungkin memang sangat-sangat hebat dan sempurna jawabannya. Disclaimer: Aku sama sekali tidak menuduh di formasiku itu ada "kecurangan" atau "pesanan" untuk meluluskan seseorang lho yaa. Barangkali memang begitu adanya. Hehehehe.... Sudah menjadi rezekinya dia. Khair in shaa Allah. Sangat khair... Sangat baik.
Nilai Akhir yang lulus CPNS di formasi yang aku pilih. CBT 38.72, Wawancara 100, MT 90 |
Nilai akhirku (CBT 41,65; wawancara 68, Microteaching 66) |
Alhamdulillaah 'ala kulli haal. Senang rasanya sudah melewati serangkaian tes CPNS kali ini. Punya pengalaman baru. Punya teman baru juga. Punya insight baru. Apalagi tes di luar negeri yang pesertanya dapat jamuan makan siang dan dapat perlakuan istimewa ma shaa Allah. Kalau di SKD aku dapat burgerking, di SKB (CBT) aku dapat McD yang super jumbo paket lengkap. Enaaak banget deeh tes CPNS di luar negeri khususnya Riyadh hehehehehehe. Dan in shaa Allah tidak menjadi penyesalan kelak, karena aku sudah mencoba di kesempatan terakhir untukku ikut tes CPNS. Jika memang ada "hak-hak" nilai yang dikurangi (cases teman yang mendapat kecurangan di atas), kalau aku prinsipnya apa yang menjadi hak kita, pasti akan kembali kepada kita. Enggak di dunia, pasti di akhirat. Seseorang yang "mendzalimi" orang lain, mencekal nilainya, memberikan nilai yang tidak seharusnya, PASTI harus mengembalikan "hak" orang yang terdzalimi di pengadilan Allah kelak. Sayangnya di sana sudah ga ada mata uang lagi untuk membayar. Bayarnya pakai pahala atau dosa. Seorang hakim/juri/penilai, setengah kakinya di neraka. Apabila ia memberikan nilai dengan seadil-adilnya, maka ia mendapat pahala in shaa Allah. Tapi, jika dia tidak memberikan nilai dengan adil, maka Allah pasti akan mengadili ketidakadilannya itu di akhirat kelak. Jadiii, tak perlu bersedih bagi teman-teman yang sengaja dicurangi. Hak teman-teman akan kembali koq in shaa Allah. Di sisi lain, teman-teman sudah "diselamatkan" dari instansi yang "memfasiitasi" kecurangan tersebut. Meskipun maksudnya adalah "mengapresiasi" jasa dosen kontrak/dostap di suatu perguruan tinggi dengan memplot kelulusan, perbuatan mencurangi nilai orang lain tetap adalah suatu tindakan yang tidak punya integritas. Note: jika memang kecurangan itu terjadi.
Sekian cerita panjang kali ini. Alhamdulillaaah, Alhamdulillaaaah. Aku menuliskan ini pun penuh dengan kelegaan atas ketetapan terbaik yang Allah gariskan untukku dan keluarga.