Ini Soal Cita-cita, Kawan!


Bukan bermaksud (Sepenuhnya) untuk curhat. Hanya ingin sedikit berbagi. Mana tahu ada yang nyasar jalan-jalan ke blog ini, dan ikut baca. Mana tahu kemudian, ada yang punya pandangan yang berbeda dan bisa memberikan sedikit pencerahan, yang kemudian menginspirasiku. ^_^ . Jika pun tidak, maka tiada mengapa. Setidaknya, aku telah menuliskannya. (Begitu banyak keberhasilan itu diawali dari cita-cita yang dituliskan, bukan?)

Ini tentang hidup.
Sungguh, rel-rel kehidupan ini tentu saja takkan pernah sejajar. Takkan pernah berada di titik yang berhimpit. Jika pun ada yang sama, itu hanyalah rel-rel yang bersisian. Sebab, masing-masing kita pun telah dipilihkan-Nya satu rel yang harus dijalani, dan satu stasiun pemberhentian sementara untuk kemudian memelanjutkan perjalanan menuju kehidupan yang abadi, akhirat. Yah, --skali lagi--, hanya ada satu rel, satu stasiun, untuk satu anak manusia.

Hidup.
Ke mana pun itu, pasti akan dihadapkan pada berbagai macam pilihan. Dan, pasti harus memilih, tidak boleh tidak. Iya tho?
Bahkan hanya untuk pilihan, berkedip atau tidak. Apalagi piihan yang jauh lebih besar; mau ke surge atau neraka?
Dan tentu saja, setiap pilihan punya konsekuensinya. Benar tak?

Sedikit bercerita,
Dahulu, duluuu sekali…, ketika aku baru mengenal apa itu warna dunia, Di saat teman-teman seusiaku mengumumkan cita-citanya yang nyaris sama; dokter, guru, pilot, dan pramugari, aku malah bercita-cita ingin menjadi insinyur pembangunan. Mungkin, banyak yang heran. Tapi, itulah aku. Dulu. Kata ayah dan ibuku, dahulu aku anak yang cukup “rewel” dan sangat rajin bertanya, “mengapa begini…, mengapa begitu…”. Kadang, beliau jadi repot juga ngejawab. Hehe.

Dari kecil, aku sangat menyukai kertas bekas dan pinsil warna. Aku sangaaaaaaaat menyukai kertas. Aku akan sangat bahagia jika sepulang dari kantor, ayahku membawakan kertas bekas yang dibelakangnya ada tulisan dari alat canggih bernama “laptop tanpa enter, yang dilengkapi printer otomatis”. Hehe.kamu tahu apa itu? Yak! Tepat sekali! Mesin tik. Ga’ ada tombol enternya, trus, pas diketik langsung kluar print out nya. Hihihi…


Aku menggambarkan desain-desain rumah impian di kertas-kertas itu. Dan aku sangaaaat menyukainya. Cita-cita itu bertahan hingga kelas 3 SMP. SMA, aku mulai suka psikologi.

Hingga, SPMB pun menjelang. Aku masih ingin psikologi atau aristektur. Dua jurusan yang paling kuminati. Tapi, ayah ibuku merasa keberatan melepasku ke luar Sumatera Barat. Intinya, satu-satunya pilihan untuk kuliah itu bagiku…yaaa…di Padang. Sementara, dua pilihan itu belum ada di Sumbar (yg negrinya). Kalau yg swasta sihh ada, tapi, aku hanya tak ingin memberatkan beliau berdua karena biaya kuliahnya agak “lumayan”. Awalnya sempat agak berkecil hati, mengingat betapa sangat inginnya aku kuliah di Pulau Jawa. Tapi, sebagai anak yang patuh (cieee ileee, hehehehe), wal hasil di Formulir SPMB, kuisikan FK pilihan satu, lalu Farmasi pilihan dua. Kata orang sih.., pilihan bunuh diri. Tapi tak mengapa.

Dahulu, malah jurusan yang berhubungan kesehatan adalah jurusan yang sama sekali tak kuminati. Sama sekali tak. Tapi, sebaik-baik rencana kita, rencana Allah jauh lebih baik untuk diri kita bukan? Dan, itulah yang kurasakan.

Satu tahun pertama di Farmasi, huff…., bagiku sangatlah berat. Jungkir balik aku membangun dan menghadirkan cinta pada pilihan ini. Kuyakinkan diri, bahwa ini adalah pilihan yang terbaik dari Allah. Meski, yaaa..di tahun 1 pertama, aku disibukkan dengan membahas soal SPMB lagi. Critanya masi mau ngulang taon depannya. Masi pengen arsitektur atau psikologi. Hehe.

Qadarullah…, pas mau ngulang SPMB lagi (setelah pe-lobi-an yang cukup alot, akhirnya dibolekan juga kluar Padang. Horray..horray…Alhamdulillah), ternyata peserta masa tu membludak sangat. Hingga, formulirnya abiiis. Masya Allah. Keputusan cepat waktu itu : tidak jadi ngulang SPMB. Blakangan,stelah SPMB berakhir, baru kutahu, bahwa “Asupan” formulir datang pas hari terakhir pembelian formulir. Waaaaa…..(tapi aku udah bertekad bahwa aku takkan menyesal lagi, insya Allah).

Nah, lagi-lagi rencana Allah adalah yang terbaik. Sekali menapaki langkah ini, maka, aku harus benar-benar terjun ke bidang ini, dengan sungguh-sungguh. Insya Allah… (ini juga sedang berusaha…)


(Hwaaaa….koq jadi crita panjang lebar yaaah? Padahal kan tadi esensinya bukan ini. Waduuuh. Hehe..

Bukan!
Bukan crita tentang kehidupanku intinya tulisan ini.
Kembali ke-“laptop” deeh.
Critanya kan tadi soal cita-cita kan yah?

Belakangan, aku baru menyadari, cita-cita yang dituliskan itu memberikan pengaruh yg sangat besar bagi diri kita.
“Panjang pendeknya nafas perjalananmu, tergantung sejauh mana cita-citamu.”
Katakan begini, jika kita berada di Padang dan hendak menuju ke Jakarta menggunakan bus melalui Jambi, Bengkulu, Lb Linggau, Lahat dan Lampung, lalu Merak dan ke Jakarta. Jika tujuannya adalah Jakarta maka perjalanan ke Jambi tentu masih tergolong dekat. Karena cita-citanya adalah ke Jakarta. Dan tentu saja, kita harus persiapkan bekal untuk ke Jakarta dengan selengkap-lengkapnya.
Nah…nah…,
Coba kalo niatan awalnya Cuma ke Koto Baru Abai, tentulah perjalanan ke Jambi jadi terasa jaauuuh…, karena cita-citanya Cuma sampai Koto Baru Abai.

Kurasa, pun begitu halnya dengan kehidupan ini.

Pasca tamat, sering kali bingung menentukan pilihan. Wal hasil, jika ada lowongan apapun, masuk sajaa laah! Kesempatan tak datang dua kali. Begitulah. Kadang, tentu tanpa peduli apakah ini adalah bidang kita (sesuai dengan jurusan apa tidak?) atau sesuai dengan minat apa tidak? Kongkritnya begini, Jika tidak suka analisis, kenapa mengambil BPOM dan Cukai? Jika suka farmakologi, kenapa gak ambil yg komuniti dan klinisya saja? Jika memang sangat interest dengan dunia riset, kenapa tidak menghunting beasiswa untuk S-2 di luar negeri saja? Jika memang interest di bidang desain obat, kenapa ikutan tes di DINKES? Jika memang ‘njelimet di bidang bisnis perapotekan dan manajemen, kenapa malah ngambil tes yg bagian Industri? Kalau memang interest di bidang tulis menulis kenapa ambil farmasi???
Hahaha…
(yg terakhir gak banget deeeh! Hihihi)
Sekali lagi, ini adalah pernyataan idealism saaahaaajaaa, sebagai orang yang masi ingusan dalam hal beginian. Sebagai orang yang belum terjun ke lapangan langsung.
Biyasaaalaaah.., masiy berasa jiwa mahasiswanya. Hihihi..

Mungkin ada yg nyeletuk, “Halaaaaah…, jaman susye nyari kerja begini, masiiiiy ajah milih-milih!”
Hehe…, kukatakan sekali lagi, ini kan idealisnya, gitu lho.

Tapi, tak peduli apapun itu, yang jelas, kita mesti punya cita-cita dulu. Mesti! Karena cita-cita, akan mengantarkan kita, akan “memandu” kita, dan insya Allah akan jadi nafas perjalanan kita.

Aku melihat, teman2yg gigih, ternyata Allah sampaikan ia pada apa yang diinginkannya!
Sungguh, luar biasaa!!!
Sungguh dahsyatnya cita-cita.

Maka, tak ada yang salah dari bercita-cita. Jika memang cita-cita adalah “nafas perjalanan”, maka kenapa tidak menggantungkan cita-cita setinggi mungkin???

Iya tho??


Ah iya, satu lagi, satu hal yg ga bole kita lupa. Bahwa, dalam bercita-cita, ada Rencana-Nya di sana. Sebaik-baik apapun rencana kita, maka rencana-Nya tentulah yang terbaik. Semoga saja, rencana kita selaras dengan rencana-Nya.


Maka, cita-cita yang paling mulia dan indah adalaaah……meraih surga-Nya!!!
Amiiiin…

5 comments:

  1. Cita-cita itu penting. Tapi lebih penting bagaimana cara kita meraihnya.

    Cita-cita meraih surga itu penting. Sangat penting.
    Tapi bagaimana cara meraihnya itu lebih penting.

    Mencari keridhoaan Alloh itu penting.
    Tapi bagaimana suapaya Alloh ridha terhadap semua yang kita lakukan itu jauh lebih penting...

    ^ ^ Maaf ya.. aku nyasar ke blog ini dan nulis sesuatu yang dilakukan oleh orang yang nyasar ^ ^
    Salam kenal :)

    ReplyDelete
  2. Amin, Allahumma amin... tulisannya bagus ukhti... gak sering blogwalking yah? berbagilah dengan sahabat bloger semua, dengan mengunjungi bloger2 lain. Keep ukhuwah... terkedu membacanya. :)

    ReplyDelete
  3. @Nafismudrika :
    waah...jazakallah...
    yaph, benar skali..
    trima kasih ilmunya yaah...^^
    di link yah..?

    @Anazkia :
    hehe, syukron ukht...
    hmmm...., lumayan seing jalan2 siy, hehe...

    tapi, masi skitar2 sini saja, blum jauh2, hihihi..
    (nyambung tak yah??)

    boleh di link kan ukht?

    ReplyDelete
  4. pengen juga jadi farmasi tapi pengen psikolog dan pembisnis juga

    ReplyDelete
  5. waaah...
    trima kasih kunjungannya. hmm..bisa koq! bisa tiga2nya...asalkan kita mau ajah! hihi. aku pharmacist yg sukaaa dunia psikologi dan lagi bisnis (kecil2an) jugak..hihihi...*promo..

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked