SMS Radiasi Tinggi



Jagalah hati…jangan kau nodai!!
Suara personel salah satu group nasyid yang cukup membumi itu terdengar nyaring di telingaku. Sumbernya adalah benda berkedap-kedip sekaligus menghasilkan vibrasi alias getaran yang cukup hebat untuk membangunkanku. Dengan malas dan setengah sadar kugapai-gapai benda mungil bervibrasi yang posisinya di bawah bantalku yang nyaman itu. Masih ngantuk banget sih...
Akh Faiz calling. Begitulah LCD ponsel keluaran model terkini itu memberitakan. Seperti disambar petir, aku terlonjak dan serta merta terbangun dari tidur panjangku yang indah. Dan tentu saja, neuron-neuron yang mengendalikan pusat refleks di tubuhku memerintahkan untuk mendekatkan benda abu-abu itu ke telingaku seraya berucap; ”Assalamu’alaikum.” Dan, ”Tiit...tiit...” Terdengar sambungan itu terputus.
Nada panggil itu telah berhasil membuatku terbangun seratus persen. Bukan setengah sadar lagi. Kalau dipasangkan alat Elektroensefalograf alias EEG yang bisa mendeteksi impuls listrik pada otak manusia, barangkali lonjakannya sudah tajam sekali. Wait! Wait! Siapa tadi? Akh Faiz? Tiba-tiba, vibrasi dari ponsel itu pindah ke suatu tempat yang jauh tersembunyi di bilik dadaku. Jauh...jauh...sekali, nun di pojok sana. Getaran yang menghadirkan simfoni pada dawai-dawainya yang lentur. Deburan pompa jantungku seperti mengalami perubahan ritme yang menghasilkan pompa jantung yang dua kali lipat lebih besar dan dengan frekuensi dua kali lipat lebih cepat. Palpitasi sekaligus tachycardia kalau bahasa kedokterannya.
Kenapa yah? Ada apa? Pertanyaan itu hadir di benakku tanpa bisa dicegah. Kulirik weker Winnie the Pooh nyengir di sisi tempat tidurku. Jam tiga dini hari. Atau, dia mau membangunkanku shalat malam?
Penat dengan itu, kuputuskan untuk segera ke kamar mandi. Berwudhu’ lalu menunaikan shalat malam. Bodo amat soal miscall-miscallan. Paling juga nyasar dia kali. Ke-GR-an amat sih?! Marahku kepada hatiku sendiri.
* * * * *
Kulangkahkan kakiku gontai. Tempat yang kutuju kali ini adalah mushalla. Barangkali aku masih sempat menunaikan dua raka’at dhuha sebelum mengikuti pleno Cardiovascular bersama Prof Dr. dr. H. Hadi Surya Pratama, SpJP, Sp.PD (huaa...panjang sekali namanya). Mana kelompok kami pula yang presentasi. Olala...!!! Lalu setelah itu, mengikuti skill lab dan selanjutnya pratikum di laboratorium anatomi. Wahh, bakalan ketemu lagi nih sama kadafer-kadafer yang ganteng dan cantik. Husy! Kok kadafer dibilang cantik dan ganteng sih? Walau bagaimanapun, mayat kan gak pernah mengenal lagi istilah cantik dan ganteng. Hi..hi...
”Hai Ya, senyam-senyum sendiri lo. Kenape?” Seseorang nyaris menabrakku ketika aku melewati gedung A fakultas kedokteran universitas negeri yang cukup bergengsi di wilayah sumbagut alias sumatra bagian utara ini. Bahkan mahasiswa dari Malaysia dan India pun ikut mengenyam pendidikan calon-calon dokter itu di sini.
“Eh…kamu, Yan. Ngagetin aja.” Aku pura-pura sewot.
”Abiis..., dari tadi nyengir mulu! Mana kagak ada siape-siape lagi. Gue cuma takut ajah, jangan-jangan sistem enkefalin-endorfin loe mengalami gangguan, gitchu...” Cewek gaul asal Betawi yang dibesarkan di ranah metropolis itu berujar, memberikan alasan.
”Yee... emangnya aku kehilangan rasa nyeri?! Gak nyambung lagi!”
”He...he...” Gadis itu nyengir.
Klian orang bedue ni, seronok sangat. Nak kemana ke?” Siti Nurhalisa, salah satu mahasiswa yang berasal dari Malaysia menghampiri kami.
Haa, nak ikuut?” Yana, sang gadis betawi mencoba menirukan logat melayu membuat Siti Nurhalisa mencibir. Yana membalas.
”Aku mau ke Mushalla, Ti. Ikut gak?” Tawarku.
Iyee lah.” Gadis berbaju kurung khas melayu itu mengambil posisi tepat di sisi kiriku. Lebih tepatnya menghindari Yana. Dua makhluk ini seperti ingin membuat perang dunia ketiga saja. Dua sahabat dari etnis yang berbeda yang kerap membuatku tertawa. Awal perkenalan kami memang unik. Aku dan Yana sering dibilang kembaran karena namanya mirip. Kalo’ sama Siti Nurhalisa, kami bertiga sama-sama satu kelompok tutorial ketika awal blok I dulu. Berhubung yang cewe’ cuma tiga biji, jadilah kami cewek-cewek yang solid. Cie ileeee.... Eh, enggak ding! Ada empat cewe’ sebenarnya, yang satu lagi Kalisma Kapoor (tulis) namanya. Hi..hi.... Tapi si Kapoor ni gak gaul ma kita-kita. Dia lebih enjoy sama temen-temen se-ordonya, bangsa Urdu aja.
Bersamaan dengan itu, sekelebat bayangan seperti hadir di hadapan kami ketika hendak mencapai mushalla. Satu sosok yang sepertinya tak asing lagi di mataku, di mata kami, juga di mata para bigos alias biang gosip. He...he...
”Eh Naya, liat tuh.” Tiba-tiba, Yana menyikut lenganku pelan.
”Siapa?” Aku pura-pura bertanya. Sebenarnya tadi sih udah ngeliat, walaupun cuma sekilas aja, tapi, hmm...jaim dunk! Jaga imej! Hi...hi....
”Aduh Naya, masa’ siy kagak liat! Itu lho...” Tunjuknya kepada seseorang itu. Kuikuti arah telunjuknya sebelum sosok itu menghilang di balik daun pintu mushalla. ”Dia itu cocok banget ama lo!” Bisiknya kemudian.
”Ih..., Yana nih. Bikin bete tauk!” Kupelototi gadis itu.
”Ngebetein...apa ngebetein...!?” Goda Yana.
”Ih...sebel deh.” Kumelangkah maju menuju tempat wudhu’.
”Yana ni..., tak baik lah macam tu...” Masih sempat kudengar Siti Nurhalisa membelaku.
Selesai kutunaikan sunnah Dhuha, aku terpekur di atas sajadah hijau tua yang menutupi lantai keramik mushalla ini. Diam-diam, godaan Yana ikut menggelitik satu pojok nun jauh disana. Jauh di tempat yang paling pojok kisi-kisi hatiku. Apa bener gak sih? Jangan-jangan...
Ucapan Yana kembali mengantarkanku pada beberapa malam yang telah kulalui dalam minggu-minggu terakhir ini. Tiada sepertiga malam terakhir tanpa misscall dari sosok itu. Bahkan, akhir-akhir ini bukan hanya misscall aja, tapi juga SMS-SMS tausiyah. Kata-katanya bagus sih, sangat menyentuh.
Ternyata dia puitis juga yah orangnya? Pake’ acara ngebangunin qiyamullail lagi! Tapi,... koq di kampus kayak ga’ terjadi apa-apa aja. Bahkan aku dan dia jarang banget interaksi. Paling juga di kepanitiaan forum kajian Islam. Apa sih sebenarnya maksudnya dia? Satu sisi hatiku berbisik.
Ah gak...gak...! Gak mungkin! Barangkali... dia tak hanya menghubungiku kali. Paling dia juga ngebangunin atau nge-SMS temen-teman ikhwan dan akhwat lain. Ah Masa’ siy? Sebanyak niy akhwat di Kedokteran..
Satu sosok hadir seperti membentuk slide memori di otakku. Ia seperti program yang terinstall begitu saja dan menampilkan suatu media player tanpa bisa kucegah. Tentang sosok itu. Yah, sosok itu. Kalau kata anak-anak sih, --terutama Yana yang suka godain aku--, dia tuh calon dokter masa depan cerah. Udah keren, aktivis, alim, hanif, cerdas, dan anak dokter lagi. Kabar-kabarnya..., bapaknya punya rumah sakit. Lumayan tuh, investasi masa depan. He...he.... Eit, astaghfirullah...ngelantur aku nih! Ya Allah ampunkan hamba...



Ta..tapi,...tunggu dulu...dia kan sikapnya beda banget yah? Kenapa yah, koq aku ngerasain ada yang lain? Ah,...bodo’! yang jelas, SMS begituan ga baik. Setahuku sih gitu..., meskipun isinya melulu tausiyah, belum tentu maksudnya buat mentausiyahi....
”Duarrrr!” Tiba-tiba Yana ngagetin aku. Huaaa...kagetnya bukan kepalang.
”Astaghfirullah...Yan, ngagetin aja.”
”Abis, lo melamun aja siy. Sampe-sampe lo gak liat kalo’ gue udah ada di samping loe. Mikirin apa sih? Atau...., jangan-jangan lo mikirin Faiz lagi. Hayooo...ngaku aja deh loe.” Gadis itu kembali menggoda. ”Oo..ow, kamu ketahuaan..” Bibir ranumnya melafaskan salah satu lirik lagu yang sempat populer itu beberapa dekade lalu itu.
”Ih..., kamu nih. Cepet sholat Dhuha gih!” Kudorong tubuhnya. Gadis cantik itu mendelik.
”Males ah. Sholat sunat aja koq. Yuk pergi. Dah hampir masuk nih.”
”Ah iya...ya...” Cepat-cepat kukemasi mukenahku dan dengan segera pula menyambar ransel biru muda yang selalu setia menemani bahuku itu. Bersama kami menuju ruang kuliah. Siti Nurhalisa telah terlebih dahulu meninggalkan kami karena tuh anak emang ansietas kali yah?? Terlalu gampang cemas! Perlu tuh mengkonsumsi alprazolam. He...he...
* * * * *
Jagalah hati...jangan kau nodai...jagalah hati, lentera hidup ini...
Suara ponselku tersayang kembali menggema di lelapnya malam. Malam-malamku yang entah kenapa kini berubah merah jambu. Merah jambu yang kemudian berubah wujud menjadi rona humairah di pipiku. Secara ilmiahnya sih, sebenarnya karena asupan darah menuju batok kepalaku tinggi dengan adanya vasodilatasi alias pelebaran pembuluh darah. Makanya, wajah jadi memerah.
”Assalamu’alaikum.”
Tiit...tiit....Seperti biasa! Hanya miscall saja. Lalu, tiba-tiba HP tercintaku itu kembali bergetar. Satu pesan masuk.
[Sesungguhnya bangun diwaktu malam adalah lebih khusyu’ dan bacaan diwaktu itu lebih berkesan. Qs. 73:6. ukhti, qiyamullail yuuk... sender : Akh Faiz]
Begitulah kira-kira bunyi pesan masuk di HP-ku. Akh Faiz! Tiba-tiba saja ada gemuruh di dadaku yang dua kali lipat lebih hebat. Entah kenapa, radiasi yang dipancarkan oleh satu SMS itu sanggup menggetarkan hatiku. Tak ada yang istimewa dari SMS itu. Bahkan SMS yang hampir sama yang dikirim oleh akhwat sesama anggota forum pun memiliki efek yang berbeda dengan SMS yang dikirimkannya. Kenapa aku lebih cepat bangun kalo’ si Faiz yang bangunin dari pada si Siti Nurhalisa, misalnya. Kan judulnya sama; sama-sama membangunkan qiyamullail!
Ah, gimana nih?? Radiasinya itu loh, bahkan lebih parah lagi. Radiasi yang mampu membuat seluruh persendian batinku lumpuh. Pembuluh nuraniku kolaps. Sebab...sebab..., kalau boleh aku jujur nih yaa,...(sstt...tapi jangan bilang siapa-siapa loh, termasuk Siti Nurhalisa, apalagi Yana) sejujurnya...eng...sejujurnya...aku seneng juga di-SMS kayak gitu. Aku mulai seneng kalo’ dia ngirim taujih. Aku bahagia waktu dia misscall. Dan, yang lebih parahnya lagi, aku gelisah bukan kepalang kalo’ sehari aja dia gak misscall atau ngirimin SMS taujih. Aduh...gimana nih ya?
Iya, ii...iya! aku tahu aku salah. Seharusnya aku tegas. Iya, aku tahu. Tapi, teman, tolong jangan hakimi aku dulu. Aku kan gak pernah minta dihubungi sama dia. Aku gak pernah minta dibangunin tuh. Dia aja yang mulai duluan... Nah, salahnya siapa coba?!
* * * * *
Hari-hariku semakin kelabu saja. Ehm...kelabu atau merah jambu? Ah, entahlah...aku juga bingung membedakan dua warna itu sekarang. Aku merasa seperti menjadi makhluk paling munafik sejagad. Tampilannya aja yang bagus, jilbab yang panjang melambai-lambai ketiup angin, gak taunya dalemnya...? Aku merasa bersalah banget sama jilbabku, sama forum, juga sama Allah. Ta..pi, aku juga gak bisa pungkiri kalo’ juga senang dengan semua ini. Aku senang aja. Sejujurnya gak bisa kusembunyiin warna merah jambu yang kemudian menjadi rona di pipiku tatkala menerima SMS seperti itu.
”Naya...Assalamu’alaikum.” Seseorang menyapaku.
”Eh, kak Tyas, wa’alakumussalam. Dari mana kak?”
”Dari rumah sakit. Ikutan forum Annisa yuk.”
”Dimana, Kak?”
”Di kampus induk. Kali ini gabungan depertemen keputrian semua fakultas.”
”Wah..., koq Naya sampai lupa ya Kak?” ya ampuun, bahkan aku sampai lupa kalau ada acara forum Annisa gabungan. Oalah Naya! Kemane aje?? Makiku kepada diriku sendiri. Padahal aku kan salah satu pengurus bidang keputrian juga?!
”Yuk. Bareng-bareng ajah sama teman-teman yang lain.”
Kuikuti langkah kakak tingkatku yang tengah menjalankan co-Ass itu. Wajah yang teduh dan bercahaya, yang tentu saja seratus delapan puluh derjat kontras denganku. Ah kak, meski sudah co-Ass, dikau masih sempatkan diri untuk ikut kegiatan keislaman. Sedangkan aku? Ah,...aku merasa begitu jauuuh...jauuhh.
”Barangkali kita mesti jujur pada hati kita. Walaubagaimanapun, laki-laki dan perempuan dicipta bukan untuk saling bertentangan dan bermusuhan, tapi, tak pula saling bercampur tanpa batasan yang jelas. Saudariku, sungguh interaksi-interaksi itu sangat tipis perbedaannya antara interaksi yang murni karena da’wah atau interaksi yang dibumbui niat-niat lain.” Suara pemateri menyambut kedatangan kami. Rupanya acara sudah mulai. Deg! Jantungku seperti ditohok. Baru saja memasuki ruangan, aku sudah disambut dengan kata-kata yang sedemikian menohoknya.
”SMS misalnya, begitu banyak SMS kangen tapi dengan wajah SMS da’wah. Kata-kata ana, antum, anti, ukhti, akhi, ’afwan dan syukran seolah-olah menjadi pelegalan bahwasannya ini SMS masih dalam koridor syra’i, padahal belum tentu isinya. Ceritanya pemenuhan hak ukhuwah atas saudara sendiri, tapi, sebenarnya ada niat lebih dari itu. Sungguh, saudariku, kita tak dapat menjamin akan seperti apa hati kita setelah ini. SMS, e-mail, chatting, dan segalam macam itu sebenarnya bukan hijab. Dia melibatkan dua personel saja, wallahu’alam apapun niatnya. Yah! Hanya dua orang saja! Si pengirim dan penerima. Okelah niatnya mau memberikan taujih, tapi, belum tentu yang menerima mempersepsinya sama. Mungkin keliatannya aman dari publik, tapi, Allah melihat, Allah mengetahui apa yang ada di dalam dada kita, meskipun hanya yang terlintas saja!” Alamak, kali ini jantungku yang serasa disayat. Kalau aku boleh menamakannya, ini lebih mirip laparaktomi ruhiyah.
”Kita sebagai akhwat memang dicipta-Nya memiliki rasa pede yang cukup tinggi barangkali yah? Kalo’ bahasa gaulnya gampang ke-GR-an.” Tawa sang pemateri lebih mirip seringaian harimau di kebun binatang Bukittinggi menurut kacamataku saat ini. ”Bukankah perempuan secara fitrahnya sangat melambung ketika diberi perhatian? Sebaliknya, laki-laki memiliki kecendrungan untuk melindungi. Walau bagaimanapun, antara laki-laki dan perempuan tetap ada medan magnet yang memiliki potensi untuk saling tarik-menarik sekukuh apapun kita bertahan dengan alasan ’tidak akan terjadi apa-apa’. Tapi, siapa yang dapat menjamin hati kita esok?
Tepat! Yah, sangat tepat sekali! Di sini nih....menghujam dalam. Dalam dadaku! Ya Allah, malunya. Bukankah aku juga terimbas? Kalo’ ga dia yang misscall ya aku! Bahkan, SMS taujihnya juga kubalas SMS taujih. Oh Allah, malunya hamba pada-Mu...
”Tapi, yang ikhwan juga salah sebenarnya! Tak sepantasnyalah seorang ikhwan yang mengerti tentang bagaimana interaksi antara dua orang berbeda jenis mengirimkan SMS-SMS seperti taujih atau ngebangunin shalat malam misalnya. Makanya saudariku, kita mesti hati-hati banget! Bayangkan saja, syetan merentang jarak diantara dua HP itu. Menghembuskan kepada hati kita yang penuh dosa bisikan untuk melakukan maksiat sekecil apapun itu! Bahkan yang kita sendiri anggap itu bukan lagi maksiat karena sudah dikemas sedemikian rupa dengan label dan sampul seislami mungkin. Sesungguhnya Allah mengetahui apapun yang tersimpan di dalam dada. Ketahuilah saudariku, tak ada yang melarang kita untuk merasakan rasa itu, yang ada adalah penempatan yang bukan lagi di koridor syar’i.....”
Pemateri itu masih saja menguraikan cerita yang panjang lebar. Sesekali diselingi humor yang membuat hadirin tertawa. Tapi, tidak bagiku. Ada segenap rasa yang seperti meremas-remas persendian bathinku. Dan tetes demi tetes itupun jatuh. Membasahi hatiku yang kian kerontang.
-Selesai-

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked