M.L.M

Aku semakin menikmati bisnis MLM yang semenjak 5 tahun lalu dikenalkan seorang teman sekos yang kamarnya di pojok letter L bangunan bercat hijau yang khas dengan alunan suara Al-Ghamidi. Sebuah bisnis terbaik yang pernah kukenal, setelah sekian lama waktu itu aku menolak berbagai macam MLM yang dikenalkan kepadaku.  Dan aku bahkan berani berkata, inilah MLM terbaik yang pernah ada yang menjaring manusia bahkan diseluruh dunia. Mengalahkan apaun jenis MLM yang katanya terbaik dan tersohor itu.
Syukur yang tak terkira, ternyata hidayah-Nya itu mampir di relung hatiku. Aku hanya ingin, menjadi seorang pebisnis MLM yang terbaik, yang bisa mencapai bintang seratus. Dan, cukuplah Allah yang akan menjadi pemberi ganjaran atas bisnis itu.
***
Lima tahun lalu...
Peluh mengucur dari kening wajah oval milik Vara, teman SMP-ku itu. Hidungnya yang sedikit bangir itu bahkan sedari tadi sudah memunculkan butiran-butiran seperti mata air, juga disebabkan oleh cairan sisa ekskresi berupa garam mineral itu. Namun, itu tak cukup mengendorkan semangatnya untuk bercerita kepadaku yang semenjak tadi berjuang melawan kantuk.
„Pokonya dijamin seru deh, Ra!“ Ujarnya semangat saraya meneguk jus jeruk yang kusodorkan. „Kisa dapet bonus-bonus yang so pasti menarik. Buat nambahin uang saku githu lho..“ Lalu kemudian, gelas berisi cairan orange itu kembali diteguknya.
„hm.. githu yah?“ Paling aku Cuma bergumam kecil, tersenyum, mengangguk, atau sesekali mengernyitkan dahi atau mendelik heran.
Kulirik jam dinding bergmotif Mickey Mouse nyengir yang bertengger di sisi yang menhadap jendela kamar bernuansa hijau cerah yang telah dua tahun kutempati ini. Semenjak jam 10 tadi gadis ini bercerita. Dan sekarang? Jarum pendeknyanya telah menunjukkan angka 12!
Siang memang benar-benar garang dengan teriknya. Kipas imutku tak cukup untuk mengurangi gerah yang meliput sekujur tubuh. Heran juga aku melihat gadis dihadapan ku oitu. Kenapa dia tak sedikitpun terniat di hatinya untuk menyudahi atau paling tidak berhenti sejenak bercerita tentang MLM yang katanya keren abis itu? Gak nanggep apa, aku yang udah benar-benar tak konsentrasi lagi mendengarkan cerita-cerita indahnya yang sangat menarik unrtuk dibawa tidur itu?
„ Percaya deh, Ra. Dijamin gak bakalan rugi kok, join ma bisnis sekeren ini. Kalo kiata gak aktifpun, dijamin gak bakal dicabut dari keanggotaan. Bayangkan! Dengan modal Cuma beberapa ratus ribu aja, kita bisa dapet keuntungan nyaris dua puluh juta tiap bulannya. Apa lagi, kalo kita mau bekerja keras! Udah gitu,.. kita bisa naik tingkat kalo kita..bla..bla..bla.... so, ini peluang besar. Ingat! Kesempatan gak datang dua kali lho... bla..bla..bla...“ gadis itu tetap saja bercerita. Kalau tidak mengingat statusnya sebagai teman lama yang tiba-tiba saja meng-SMS dengan ucapan ; hai Tiara. Pa kabar? Wah, kangen berat neh. Bias ketemuan gak? Janjian yok.bls. yang tentu saja sangat menggugah hati, tentu sudah kulempari dia dengan bantal bermotif love yang dari tadi kupegangi lalu tidur pulas atau sekalian kuusir saja dia. Tapi, itu semua tak kulakukan. Paling tidak, aku pernah membaca sebuah nasehat, kalau kamu tida menyukai seseorang, maka jangan perlihatkan perasaan itu kepadanya. Karena, kita tak pernah tau, tentang  apa yang akan terjadi di kemudian hari. Boleh jadi, kita kan sangat membutuhkannya. Mungkin, itu pula yang membuat aku hingga saat ini bertahan untuk sekedar menanggapi dengan senyum, meski sudah ngantuk berat.
„Jadi, kamu mau gak join ma aku?“
„eh, apa? Join?“ aku gelagapan.
„ya, join!“
„hm...gimana yah? Kapan-kapan aja ya... „
„yaaa..h, kamu! Join aja! Rugi lho... aku sebenarnya bisa aja nawarin ke orang lain. Tapi, mengingat kamu ini adalah temanku, jadi, kutawarkan padamu saja...“ Huh, belagu banget. Pake acara maksa-maksa lagi. Bilang aja emang gak ada lagi yang mau join. Aku gak yakin banget deh, dia yang udah lama banget gak ketemuan tiba-tiba aja memproritaskanku.
„sorry fren. Untuk saat ini blom. Ntar kalo udah berminat, aku hubungi lagi deh. Sorry ya..“ ujarku dengan nada sedikit memberi harapan. Air mukanya berubah. Aku dapat rasakan itu. Senyumnya tak secerah tadi. Tapi, apa boleh buat. Dia kan juga gak bidsa memaksakan kehendak, bukan?
„kalo begitu, aku pulang yah... hmm.. coba aja produk ini dulu. Kali ini, gratisan lah. Kalo’ berminat, ntar hubungi aku aja.“ Gadis itu menyerahkan salah satu produk MLM-nya yang kuyakin harganya cukup untuk seminggu makan untuk mahasiswa ngekos sepertiku.
„Gak usah. Gak usah aja deh, Va...“ Aku jadi tak enak. Padahal, tadi aku sudah menolaknya.
„Ambil aja... itung-itung kenang-kenangan buat sohib lama. Kali aja jadi bahan pertimbangan. Ya kan?“ ternyata dia masih lebih baik dariku dalam bermain ekspresi. Meski bukan sebagai mahsiswi yang menggeluti bidang psikologi, aku bisa menangkap perubahan air mukanya itu.
***
„Lo uadah tau tentang bisnis MLM yang menghasilkan jutaan rupiah, ini Ra?“ Joy menunjukkan brosur produk yang persis sama seperti yang ditawarkan vara kemaren. Gadis berambut cepak bercat merah yang tengah mengenakan  jeans ketat vs kaos berlengan buntung yang benar-benar body press itu berjalan bersisian denganku. Sama-sama menuju tujuan yang sama. Kos-kosan dengan berbagai tipe penghuni dengan lantai 2. aku Cuma menanggapinya dengan anggukan.
„Lo tertarik gak?“
„hm.. kayaknya belum deh. Kamu?“
„Masak lo gak tertarik sih, Ra? Ini bisnis keren, meeen!”
“Oh ya? Kamu dah nyoba ya?“
„belon sih. Tapi, akan!“ Lho, belum nyoba dah bilang keren.
„singgah dulu,gak?“ tawarku. Kami telah mencapai pintu kamar ku.
„gak usah. Eia, kalo lo tertarik, lo bilang ke gue aja ya. Key?“
„ya.“
Aku masih belum berniat mengulurkan kunci lalu membuka pintu yang kini sudah berada di depan hidungku. Pandangan kualihkan pada gadis yang memunggungiku itu, lalu, ke seantero kosa-kosan yang tersusun seperti apartemen mini yang bernuansa hijau ini. Kos-kosan yang rata-rata diisi oleh mahasiswa menengah keatas dengan tipe penghuni yang sangat heterogen.
Pikiranku sibuk menerawang. Ada apa dengan dunia? Sepertinya dimana-mana, pembicaraan mengenai produk MLM itu tak henti-hentinya menggema. Gak di kampus, di kos-kosan, bahkan, di haLte. Kenapa sih, semua orang dipusingkan dengan hal-hal yang menurutku tak begitu penting. Sebenarnya sih, gak terlalu berat untuk memulai bisnis itu. Toh, uang saku yang dikasih papa lebih dari cukup untuk membiayai modal awal biisnis MLM itu. Tapi, emang gak terniat sih. Terkadang, aku jadi heran sendiri. Apa sih hebatnya bisnis MLM itu? Ah,...auk ah elap! Napa mau disibukkan dengan hal-hal yg gak perlu dipikirin macam ini? Aku memutar kunci dan segera menghambur ke atas spring bad empuk tanpa melepas jilbab yang kukenakan sedari kampus.
Angin sepoi-sepoi membuat mataku terkantuk-kantuk. Padahal, perutku sudah sangat keroncongan. Namun, sepertinya aku lebih memilih merebahkan badan melepas lelah dari pada memasukkan sesuap nasi ke dalam mulut. Hingga sebuah ketokkan bernyanyi di daun pintu kamarku.
„assalamu’alaikum“
„wa’alaikum salam. Masuk aja, gak di kunci“
sebuah wajah hadir dari baliknya. Wajah dengan senyum khas yang menyejukkan. Ditangannya ada beberapa buku bacaan dengan cover berwarna-warni.
„Wah, aku ganggu nih?“ tanyanya merasa tak enak. Aku baru sadar kalo ternyata aku masih dalam posisi rebahan.
„ah, gak koq. Yuk masuk...“ Aku merubah posisi. Sedikit bersandar pada dinding.
„Nih, buku yang kemaren aku ceritain. Udah dibalikin” gadis itu menyerahkan tiga buku yang sepertinya sangat menarik sekali untuk dibaca.
“Yes! Akhirnya, dapet juga membacanya. Abis, banyak yang ngantre yah?”
“Iya. Mudah-mudahan bermanfaat. Eh ya, mau makan di luar gak?” tawarnya
“yihui, pucuk dicinta ulam tiba nih. Mang udah laper banget dari tadi. Yuk! Dimana?“
„terserah kamu aja deh“
„kok terserah. Terserah yang ngajak donk.“
Gadis itu tersenyum. Duh, wajahmu teduh kali, Fa. Bathinku menggumam. Setidaknya gadis berjilbab rapi yang kamarnya di pojok kos-kosan mahasiswi berbentuk letter L ini selalu membuatku kagum dengannya. Otak top cer dengan IPK cumlaude, bapak seorang konglo merat, dan gak sombong pula. Satu-satunya penghuni kos-kosan ini yang belum pernah membuatku sakit hati atau tersinggung. Senyumnya lebih dari ramah dan yang lebih luar biasa, dia mampu merubah pandanganku tentang agamaku sendiri dengan cara tak menggurui. Dan satu lagi prestasinya, mampu membuatku yang sempat begitu anti denagn jilbab malah kini berjilbab. Banyak hal yang kusuka darinya. Pribadinya menarik hati. Tak pernah menarik perhatian cowok. Menasehati, tapi tak menggurui. 
“ lho, kok malah bengong sih?” Gadis itu tertawa.
“eh ya..e eh..”
***
“Hm.. Fifah, gimana menurutmu tentang MLM yang sering diceritain orang-orang itu?”
“gimana apanya?”
“Ya,.. itu, baik gak untuk kita?”
„baik-baik aja tuh. Setidaknya, setahu aku, belum ada larangan untuk itu.“
„ oh, gitu“. Aku manggut mangut. Entah mengapa, aku selalu saja percaya dengannya. Aku lebih suka curhat dan terbuka padanya. Mungkin, karena dia gak pernah bohong kali ya?
Pembicaraan terhenti sejenak. Makanan yang kami pesan sudah datang. Semangkok pangsit hangat dan segelas jus jeruk segar. Hm... nikmaaat.
„Ara, tau gak?“
„Gak. Tapi pengin tau“ aku bercanda.
“ada MLM yang dapet pahala lho..”
“Oh ya? Masak iya sih?” aku tereheran. Dan sedikit penasaran.
„bahkan, MLM ini pertama kali diajarkan Rasulullah“
„emang ada, MLM yang diajarkan Rasul. Mang pada jaman rasul dah ada bisnis macam begituan?“ aku makin penasaran. Apalagi dengan hangatnya pembicaraan tentang MLM itu.
„bahkan, MLM inilah yang menjadi kekuatan dalam memperbaiki akhlak umat islam“ Gadis itu tak langsung menjawab, tapi malah makin membuatku penasaran. Sementara itu, semangkok pangsitnya sudah tinggal setengahnya.  „ dan yang lebih menakjubkan lagi, MLM ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mencetak regenerasi mujahid-mujahidah tangguh. Dan, dikemudian hari, ada banyak orang yang yang meniru cara ini, hingga banyak bisnis MLM yang meniru caranya.“
„ye.. jangan bikin penasaran terus donk. Kayak apa sih MLM itu?“
„gak perlu modal awal kok. Sepeserpun tidak!“
„Cuma aja, hanya butuh satu modal“
“apa itu?” aku nyaris menjerit. Gadis itu makin membuat penasaran.
“mau ikut?” tawarnya dengan senyum renyah. Kerlingan matanya membuat aku makin gemas.
„ya! Aku mau. Tapi, aku harus tau dulu apa jenis MLM itu!“ aku menjawab asal mengiyakan. Yang penting aku tau dulu apa jenis MLM jaman Rasul itu. Emang ada gitu?
„hm... MLM itu bernama Tarbiyah Islamiyah. Pernah denger kisah perjuangan dakwah rasul di rumah Arkam bin Abi arkam,kan? Rasul membina sahabat yang disebut Assabiqunal awwalun. Lalu generasi ini pun menjadi para pendididk-pendidik yang baik. Bigitu terus.. dan terus..hingga hari ini kita rasakan Indahnya Islam. Modal yang dibutuhkan tadi itu, ya itu.., Cuma satu, keikhlasan untuk mengikutinya. Insya Allah gak bakalan rugi kok. Ada pahala-Nya menanti. Bintangnya tak terbatas. Tak hanya sampai bintang tujuh atau delapan, tapi, bintamng seratus pun  bisa kita raih.” gadis itupun bercerita tentang MLM keren itu.
“so, kamu mau ikutan. Join?”
aku menimbang-nimbang. Namun, rasa penasaran ku pada MLM yang diajarkan rasul seperti kata Afifah itu, membuatku ingin mengikutinya. Gak usah aja, ara. Ngabisin waktu. Satu sisi hatiku berbisik. Eh, jangan! Ikutin aja! Kali aja kamu insyap, gitu. Satu ssisi hatiku berbisik. Dan, sebuah anggukan begitu saja hadir. Mata gadis dihadapanku berbinar. Sama seperti pertama kali aku melihat cahaya kejora itu ketika aku mengenakan jilbab.
„kalau begitu, besok akan klukenalkan dengan seorang yang lebih mengerti tentang itu. Dan kamu akan bergabung dengannya.“
„lho, bukanya, seharusnya aku joinnya sama kamu? Bukankah begitu dari kebanyakan MLM?“
„Dia jauh lebih baik. Aku hanya ingin yang terbaik untuk kamu, Ara“ katanya sembari tersenyum tulus. Senyum yang membuatku begitu merasa dihargai.
Dan, aku memulai dari awal. Benar-benar merintis dari awal. Sebuah bisnis yang berbasis ruhi yang belakangan, setelah aku mengenalnya lebih jauh, disebut halaqah, liqa’, mentoring atau nama sejenis. Dan, aku disebut mutarabbi. Sementara, seseorang yang dikenalkannya itu, adalah murabbi. Oleh sang murabbi aku dikenalkannya dengan teman-teman sesama pemula yang Insya Allah kelak, ketika roda berputar, maka akan meraih bintang dua, bintang tiga, empat, hingga seratus. Karena tak selamanya roda itu diam. Roda itu pasti berputar.  Meski, ada yang tumbang, atau berhenti total dari bisnis mulia ini, tapi aku berharap aku bukan salah satunya, dan aku juga berdo’a, semoga tak ada yang berjatuhan di jalan ini. Bukankah, kita ingin bersama-sama meraih ganjaran atas bisnis MLM ini? Kau tahu kan, bisnis apa itu? Bukan Multi Level Marketing loh. Tapi, Multi Level Mentoring. mau ikutan gak???? hayoo..hayooooo.., unlimited loooh! terbuka buat kamu2 semua.***END***
 
Padang,setahun lebih sebelum 30 Januari 2008
Fathelvi Mudaris

2 comments:

  1. O..........kirain MLM yang itu....afwan, sudah sempat salah sangka, soale aku juga udah nutup pintu untuk semua jenis 'MLM yang itu' pokoke tidak, nda usah berusaha njelasin deh, buang-buang tenaga ajah. Kalau MLM yang ini..........boleh deh di jelasin lagi. heheheh
    Salam ukhuwah!

    ReplyDelete
  2. hehehe...

    Salam ukhuwwah jugah...

    kalo MLM yg ini, insya Allah barokah...

    ^^

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked