Kembali ke “Masa Muda”

Hummm…, sedikit berkotempelasi niih. Hehe. Memunculkan sedikit sisi-sisi melankolisku. Hahay. Eiihh…,omong2 koq aku ‘lepas-lepasan’ ajah di blog niy yah? Kaga peduli ada yang baca apa ga. Sing penting, numpahin ajah. Waaa…, lama2 aku jadi curhat di sini niih. Hehe. Yaph, tak ape laaah. Kata seseorang (yg udah kulupa siapa yg bilangnya, hehe) menuliskan pengalaman adalah salah satu cara untuk mengasah kemampuan menulis. Dan catatan harian salah satunya. Tapi, kalo catatan harian (bagiku), cukup hal2 yang sifatnya privat sangat saja laaaah. Kalo Cuma pengalaman, mending dicritain di blog sahhajaa.., biar bisa sama2 diambil hikmahnya (itupun kalo ada yg nyasar bacaaaa, hehehe). Kalo pun gak ada hikmahnya, setidaknya, “melepaskan” segala apa yang berdenyut2 di kepalaku. Hahahaha. Lebay!
(eheem….., bagi yg sempat nyasar di sini, sepertinya kuperlu berterima kasih, karena udah bersedia [mau tak mau, harus mau, hehe] menampung separuh bebanku. Hehehehe)


Kebetulan di masa liburan empat hari niih (hwaaaa…alhamdulillaah, seneng banget! Setelah berjibaku alias basitungkin sama kuliah propesi yang minta ampyuuuun padatnya berikut tugas2nya, diberi sikit kelapangan sama Allah) sempet silaturrahiim ke rumah Ayek-Pak Yek ku. Senang! Senang! Alhamdulillaaaah… (seperti biyasa, silaturrahiiim emang mendatangkan rizki. Hehehe).

Di sana, aku seperti diantarkan pada memori puluhan tahun silam (hahaha, puluhan tahun silam? Emang umurnya berapa sekarang nek? Hehe). Enggak ding! Lebih tepatnya 17 tahun silam. Saat aku masih umur 5 atau 6 tahunan laah. Ketika itu, ibu harus melanjutkan skolah ke seberang pulau sono. Aku tinggal sama Ayek.


Sejenak…, aku ‘kembali’ ke masa itu. Masa-masa ‘tak ada’ dosa. Tak ada masalah (eihh..ada ding, masalah versi anak-anak, hehe). Masa-masa mulai melengok dunia. Mulai belajar mengerti dan memahami. Hoho.

Layaknya anak desa lainnya. Hiihi, emang ko, aku kan wong ndeso. Orang desa. Atau, kembang desa?? (hahaha, yang terakhir TENTU SAJA TIDAAAAK). Aku menikmati hari dengan sawah, dengan sungai, dengan halaman hijau, dengan ayunan di pohon rambutan, ikut turun ke sawah menanam padi, dan permainan ala anak desa lainnya. Berteman dengan kerbau, sapi, (hoho…). Ingat ini, aku jadi terpingkal2 abizz waktu denger crita teman kuliahku yang katanya gak pernah liyat kerbau dan hampir2 gak bisa bedain kerbau dan sapi. Hahah. “Di mana sih, kotamu, Buk?” Dia sempat begitu euphorianya ketika pertama kali liyat kerbau. Haha. Ada-ada saja dunia.

Waktu itu kehidupan memang serba pas-pasan. Ayahku baru pegawai honor dan ibuku mesti lanjutin kuliah lagi. Jauh pula di seberang pulau sana. Tapi, seberapa pun pas-pasannya, aku menikmati dengan sangat masa itu. Aku bahkan ga keberatan kalo Cuma jajan dua kali seminggu. Hari kamis dan jum’at saja. Itu pun gak banyak. Hari kamis seratus rupiah dan hari jum’at lima puluh rupiah. Aku gak peduli dengan teman2 yang jajannya tiap hari, karena ayah ibuku gak biasakan aku suka jajan waktu itu (waaah…jadi terkenang masa itu). Kalo sekarang??? Hehehe….(Cuma bisa ketawa doang mah).

Waktu kecilku, tak kenal dunia “hebat di luar sono”. Gak kenal game tendo (sekarang pun kaga bisa maennya, hihi), gak kenal timezone, gak kenal alat-alat canggih macam computer dan barang sejenis, gak kenal mobil mewah (naik mobil mah, kalo mau ke pasar saja. Itu pun “cigak baruak”, hahaha). Hmm…apa lagi yaaaa? Siaran tipi pun Cuma TVRI doang yang isinya kebanyakan berita (waktu itu paling tak suka nonton berita, hehe).

Yang aku kenal adalah, ayunan kayu di batang rambutan, boneka yang dibuat sama ibuku sendiri (waktu itu merengek-rengek minta dibeliin boneka. Tapi, karena banyak kebutuhan yang lain lebih mendesak, ibu membuatkan boneka untuk kami. Aku dan adikku, alhmarhumah). Aku masih ingat, nama boneka itu kami beri : Cici dan Sari. Hehehe. Punten buat yg punya tuh dua nama. Maklum waktu itu masih lugu sangat. Denger di tipi nama begituan, langsung ajah dikasi nama itu. Hehe). Yang aku kenal adalah lumpur sawah. Waaah…girang sangat waktu diajakin ikut nanam padi. Sambil bersorak riang gembira, “Yaah, pi lah bisa nanam padi!”, horray…horray…! Rumah panggung yang ada “dangau”nya. Biasanya dijadiin tempat ngumpet kalo maen “cik mancik”. Trus, mandi-mandi di sungai, pake “pelampung ajaib”, hehe..bukan ding! Pelampungnya dari ban mobil bekas. Waktu itu siih, dampak global warming belom terasa. Sungainya masih sangat jernih dan kedalamannya lumayan. Di pinggir kiri kanannya ada pohon-pohon yang hijau dan asri.


Setelah tamat te-ka, melanjutkan skola ke es de Kuti Anyir, deket rumah Ayek. Hmm…di es de ini aku sempet bikin Ayek pusing tujuh keliling nyariin aku yang kabur ke pasar Jum’at selagi temen2 pada skola (waaaah..kalo dipikir2, aku nakal jugah waktu itu yah? Hehe). Di es de ini jugah aku kenal salah seorang temen, cowok, namanya ..(aku masih ingat namanya, saking berkesannya peristiwa itu. Namun, demi menjaga nama baek, namanya tak usah kusebutkan saja. Hehe). Ini anak terkenal sangat nakal. Karena mamanya jadi guru di es de itu, jadii, ngerasa pulnya dekingan kali yaah?. Nah, si y*d* ini (temanku itu) paling demen jailin aku. Pernah suatu kali (eihhh acap kali) dia merebut buku latihanku yang udah diperiksa sama bu guru (yg dapet sepuluh, hehe) trus dia contek abis-abisan. Setelah puas nyontek, dia meludahi bukuku itu lalu mengembalikannya padaku. Huaaaaaa….nakalnya! Aku Cuma bisa nangis waktu itu. Huaaa..kyaaaaa!!! udah lebih dari 17 tahun kaga ketemu sama dia. Gimana kabar anak itu yaah? Hehe.

Dulu, malah aku yang lugu niiih, hahay, kaga ngerti apa itu arti juara satu. Pembagian rapor pertama cawu satu kelas satu adalah hari yang istimewa namun tak kumengerti waktu itu. Waktu ditanyain kakak kelas, “Siapo nan juara satu di keals satu?”, aku malah balik nanya, “Juara satu tu apo?”. Hahaha. Namun, setelah-setelahnya, pembagian buku warna merah yang dibagiin tiap akhir catur wulan itu menjadi begitu ditunggu-tunggu (bukan karena mau dapet hadiah, tapi karena bakalan ada liburannya. Hehe). Dulu tuuuh, nilai delapan, nilai Sembilan itu “dibeli” sama ayah. (hayyoo..pasti di antara kamu jugah ada yang kek gituh kaaan? Hehe). Duitnya ditabung. Alhamdulillaah, dari “hasil jualan nilai delapan ‘n Sembilan” itu, bisa beli sepeda baru (ditambahin duit hasil lomba matematika jugah siiih). Senang! Senang! Senang! Bawaannya pengen bersepedaaaa ajah ke mana-mana. Pamer sepeda baru ni yeeee. Hehe.


Wuuuuuussss…. Setelah cukup lama bernostalgila eihhh bernostalgia di alam ‘itu’, mari kembali ke dunia nyata. Kalo Kak Ros triak, “Cepat balik!!!”. Hehe. Tak baik lama-lama di masa lalu. Karena, semua itu juga gak bakal kembali koq. Apapun kendaraan yang digunain buat kesana, mau pesawat jet sky kek, mau roket kek, apalagi “pintu kemana saja” punya doraemon, tak bakal mengembalikan kita pada masa itu, kan ipi kan? Hoho.

Tapi, semua itu mengingatkanku betapa sejenaknya waktu ini berlalu. Rasanya baru “kemaren” semua peristiwa itu terjadi. Rasanya baru kemaren pake rok merah, rok dongker, rok abu-abu, tak berasa, sekarang sudah tamat S-1 (insya Allah wisudanya satu minggu lagi, hehe). Dan, selama masa itu pula, sudah begitu banyak dosa2 yang telah diperbuat. Siapkah aku bertemu Dzat yang Maha Abadi, Dzat yang persidangan di pengadilan-Nya amatlah detil?

“Wahai Allah, tutuplah aku di kala semua perkara dibukakan, ya Rabb…”






Sehari sebelum balik ke Padang lagi

1 comment:

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked