Perpisahan

Alahan Panjang, Menjlang terbenam matahari, 29 Januari 2011

Sampai kapanpun, perpisahan tetaplah sebuah keniscayaan. Kendatipun, perpisahan selalu menjadi momentum yang sangat menyedihkan. Tapi, karena keniscayaannyalah, maka kita harus berdamai dengan segala bentuk perpisahan itu. Apalagi dalam kesejenakkan dunia.

------------

Menikmati zona-zona baru kehidupan.
Kembali mencengkramkan langkah…
Untuk episode selanjutnya.

Ada kegamangan di balik sejumput semangat yang kubawa serta.
Tapi, begitulah kehidupan. Begitulah potongan fragmen setiap episode-episodenya.
Selalu saja punya cerita lika-liku.

-----------

Baiklah….
Ini masanya…
Bahwa, sangat sedikit sekali waktu yang tersisa…
Bahwa, sedikitpun tak punya pengetahuan tentang esok bagaimana…
Tapi, untuk ini, untuk hari ini….harus dengan segenap upaya!
Harus dengan se-optimal-optimalnya mujahadah…
Sebab, inginnya kita adalah…penutup hari dengan amalan terbaik. Sedang masa penutupnya tak kita ketahui…Maka sejatinya, mestilah setiap detik adalah amalan terbaik. Semestinya… Sebab, kita tak pernah tahu, kapankah ujungnya…

----------

Ahlan wa sahlan di zona baru, Fathelvi…
Satu tekadmu, bahwa…apapun kisi hidupmu, KAU HARUS MENGOPTIMALKAN SEGENAP UPAYA TERBAIKMU!
Ruhiy—Fikry—Da’wy—Jasady—‘Amaly—Maaly

Hingga kereta kehidupan memberhentikanmu distasiun ketetapan-Nya…
Untuk menuju kebadian yang seabadi-abadinya…
Hendak seperti apakah hari keabadianmu?
Bukankah tau TAK PERNAH ingin, abadimu adalah seberat-beratnya penderitaan?
Lalu, kenapa tidak kau desain dari sekarang?

-----------
Padangpanjang,
The luvely sweet home town…
I’m coming…
Semoga kau tak bosan melihat wajahku, yang pernah 6 tahun membersamaimu…
Hehe…

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked