Seperti biasanya liburan, aktivitas ke pasar tradisional di kampung adalah hal yang rutin kulakukan dan aku memang menyukai pasar tradisional. Hee… Tapii, ada satu hal yang cukup menggelitik dan bahkan membuatku mesti berpikir sepuluh kali lipat. Pokonya, bagiku ini adalah sesuatu yang bagiku cukup mengganggu. Hehe. Itu menyoal panggilan.
“Bara nio, Buk?”
“Kapai kama, Buk.”
Hwaaaa….”BUK!”
Awalnya aku masi bisa mencuekin dan mengabaikannya. Paling tuh orang salah liyat! Wong aku imut-imut beginiiiih (geplak! Amit-amit kali Fatheeeeel! Hihihihi…). Tapi, kegelian dan rasa tak enak yang mengganggu itu semakin dipertegas dengan bertambahnya statistic orang-orang yang memanggil dengan sebutan “Buk!”. Bukan hanya di pasar, di travel juga, ibu-ibu administrasi di rumah sakit, si tukang sate, anak TK yang itu juga, pokonya buanyaaaaakk deeehhh. Hwaaaaa…..hwaaaaa….apakah aku benar-benar berwajah tua? Ko aku ndak yakin yaaahh? Padahal satu atau dua tahun lalu, aku masih sering dikira anak SMA bahkan ada yang lebih parah, mengira aku anak SMP. Sekarang? Ko hampir semua memanggil dengan panggilan “Buk!”. Bahkan, bukan dengan panggilan “Uni”. Ko langsung “Buk.”
Sejujurnya, untuk saat ini, aku kurang suka dengan panggilan “Buk”. (hehe, sengaja menuliskannya “BUK”… walaupun kaedah bahasa Indonesianya harusnya ditulis “Bu.” Aku geli banget soalnya. Hee…)
Hwaaaa, aku kan bukan emak-emak! Tapiii, apa benar, aku lebih mirip mak-mak ketimbang mbak-mbak? Hadeeehhh….mengganggu banget itu panggilan! Serius! (haha, mulai sensitip nih aye soal panggilan “buk”. Ketauan banget udah ‘tua’nya. Hahahaha…)
Aha, tapi yasudahlah! Aku juga ndak bisa memaksa orang-orang untuk memanggil dengan panggilan yang lebih menyenangkan dari “Buk,” saat ini. (kalau nanti-nanti, insya Allah, aku sih nda apah. Kalo memang pas dan cocok timingnya. Hee…). Dan satu lagi, mungkin benar deh aku lebih mirip orang umur 35 ketimbang 20 saat iniiiih. Hwaaaaahhhh…. Mungkin memang harus lebih dewasa dikit laahh, karena tempaan idup. Hahaha…
Tapi, sejujurnya, peristiwa demi peristiwa di atas, kendatipun bukan sesuatu hal yang menyenangkan bagiku, tapi aku perlu berterima kasih nih! Setidaknya, ini memberiku pelajaran berharga tentang waktu! Iyaaah, tentang waktu!
Tak ada orang yang dapat membendung waktu! Menjadi tua adalah sebuah keniscayaan, mau atau tidak mau! Sebab waktu tak perlu berkompromi dengan diri kita untuk melaju, kan yah? Dia akan tetap melaju dengan kecepatan konstan tanpa sedetikpun bisa kita cegah. Merasa lama atau sebentarnya saja yang kemudian kita berlakukan relativitasnya Enstein. Tapi, waktu tetaplah waktu, yang akan terus melaju!
Setidaknya ini semua, telah mengingatkanku bahwa waktu yang kupunya di atas dunia ini tidaklah banyak. Seperempat abad sudah berlalu. Sisanya, aku tak pernah tau, akan sampai kapankah itu. Jadi, ini semua menjadi reminder bagiku, untuk memanfaatkan waktu-waktu terbaik dalam hidupku untuk kemanfaatan. Ahhh, benar sekali! Betapa meruginya jika waktu itu terbuang begitu percuma. Sementara, inilah masanya aku harus menyiapkan bekal untuk perjalanan yang amat panjang. Dan bukankah setiap kita merindukan tempat kembali yang kenikmatan tak pernah bisa dilukiskan dengan kata-kata? Bukankah? Lalu, apakah dengan bermalas-malasan dan bersenang-senang, kita bisa mendapatkannya dengan begitu mudah? Tentu tidak! Harganya Mahal! Harganya mahal, Fathel. Sebab tempat segala sesuatunya itu dibalaskan itu begitu manislah, mengapa perjuangan ini begitu pahit dan melelahkan. Jika kita membiarkan waktu ini berlalu begitu saja tanpa mempersiapkan bekal apa-apa, bukankah hanya penyesalan panjang saja yang akan kita tuai nantinya?
“Ya Allah, kembalikan aku ke dunia kembali, dan aku janji akan beramal dengan sungguh-sungguh!”
Ah, tapi ketika itu, masa sudah berlalu. Sisanya hanyalah penyesalan, “mengapa aku dulu begini dan begitu?”
Na’uzdubillaah tsumma na’udzubillaah…
Jadiii, menyiapkan diri untuk perjalanan panjang dan mengisi waktu-waktu ini dengan prestasi terbaik kita untuk-Nya adalah jauh lebih baik dari pada sekedar merisaukan panggilan “buk!”, Fathel. Justru ini adalah sesutua yang berharga ketika kau mengubah sesuatu yang ‘Tidak Menyenangkan’ menjadi sesuatu yang ‘Mengingatkan’. Sebab, semakin banyak orang-orang yang memanggilmu dengan sebutan itu, maka itu artinya, semakin banyak pula orang yang telah mengingatkanmu akan waktu yang berlari begitu kencang. Ketika ada yang memanggilmu dengansebutan, “buk”, itu artinya mereka sedang berkata “Fathel, ingatlaah waktu-waktu yang telah berlalu. Sudah begitu banyak, bukan. Lantas, mengapa masih berlalai-lalai? Sedang kau tidak tahu, apa yang akan terjadi esok? Bukankah setiap jenak-jenak yang kau lalui, adalah langkah-langkah yang kau tempuh menuju kuburan! Ingat-ingatlah itu, Fathel! Ingat-ingatlah tentang kesejenakan dunia ini. Ingat-ingatlah itu… Sudah berapakah bekal yang telah kau siapkan?”
Okeeh,
Trima kasih kepada orang-orang yang tidak kukenal yang memanggilku dengan panggilan. “Buk.” Dengan begitu, secara tak langsung,mereka telah mengingatkan aku tentang berharganya waktu yang kupunya…
Hayuuuuk Lalukan yang TERBAIK!
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked