Nah, di bulan Ramadhan ini, aku tiba-tiba kepengeeen banget membuat pastel. Hemm...seperti biasa, kalo masak siih aku suka bikin resep sendiri. Hehe... Nah, itu pastel memang bener-bener Fathel banget. Haha, bilang ajaaah memang nda tau resepnya Fatheeeeeeeel. Hihi... Iya, aku nda tau resepnya kaya gimana, jadiii aku berinovasi lah di dapur sendirian. Ciaaattt...Ciiiaaaatttt....Gdebuk...gedebuuk... (haha, kayanya salah bunyi niiih. Malah mirip orang berantem. Hihi....).
Dan, tanpa memperpanjang proses masak memasaknya, akhirnya tarraaaaaaaa....hadirlah di pastel
Pas buka, aku nda PD gittuuh menghidangkan itu pastel. Aku sembunyiin ajah tuuh si pastel. Hee... Trus tiba-tiba ibu bilang, "Pastel Nipi tadi ko nda dikeluarin." Alamaaaakkk, aku tak sangguuuuuupp untuk menghadapi kenyataaaan iniiiihh (haha, pe-lebay-an tingkat dewa). Dan, tanpa kusadari lagi siapa yang naro itu sepiring pastel di hadapan kita--entah itu ibu, atau si liyah atau si adek--ternyata pastel dengan bentuk tak wajar itu sudah senyam-senyum minta diicip. Hwaaaaaa...tidaaaaaaaaaakkk... (adegan slow motion)... Dan aku mulai sibuk berpikir keras, gimana cara nanggepin celetukan si adek-adekku...
"Waaaahhh, enak Nip!" kata si Adek...
Hah??? Iyakaaahh??? (aseli bengong), takjub tak percaya... Benarkaaahh?? (tepok jidad buat mastiin kalo aku lagi sadar sesadar-sadarnya)..
Dan, tak dinyanaa, ternyata pastel ala Fathel yang bentuknya tak wajar itu langsung habiiss disikaatt para pemirsa. Haha. Kalo aku nda ngerampok punya si adek, mungkin aku nda kebagian. Mana puasa, nda bisa icip kaan. Hee...
Alhamdulillaah...
Senangnyaa...
Hal yang paling disenangi dalam prosesi masak memasak adalah ketika semua orang menikmati masakan kita (bukan karena menghargai, tapi karena begitu realitanya. Karena, mulut siih boleh boong, tapi lidah tak pernah boong <-- ngiklan. Hihi)...
Hemm, lalu buat apa aku ceritain smua ini?! Heuu... Aku hanya pengin berbagi hikmah buat temen-temen semua, dan terutama untuk diri aku sendiri....
Sering kali aku (mungkin juga kamu), terperangkap dengan sesuatu hal buruk yang belum tentu terjadi. Imajinasi kita sudah mengantarkan pada kilasan-kilasan hal yang buruk, ketika sesuatu hal yang mungkin mengindikasikannya terjadi pada diri kita. Semisal, ada seorang gadis yang menderita penyakit kanker, lalu membayangkan "Ya Tuhan, umurku pasti sangat singkat. Sebentar lagi aku akan mati." Padahal, itu belum tentu terjadi. Atau semisal begini, seorang pemuda tiba-tiba mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kakinya patah dan matanya buta, lantas hadir dalam pikirannya, "Oh Tuhaaan, mungkin tak ada gadis yang mau menikah denganku. Dengan kondisiku yang sudah cacat begini." Sama seperti aku yang membayangkan bahwa semua orang akan mencela dan meninggalkan pastelku yang bentuknya tak wajar itu...tak seperti pastel kebanyakan...
Ya, tanpa disadari atau tidak, mungkin kita sempat terjebak dengan pemikiran sempit yang belum tentu terjadi pada diri kita. IPK kecil, lantas meragukan untuk bisa kerja bonafit. Padahal, tak semua orang yang ber-IPK tinggi bisa dapat kerja bonafit. Merasa tak mampu membiayai anak kuliah, lantas berpikir sang anak akan menganggur, tak kuliah seperti teman-temannya. Padahal, Allah pasti mudahkan jalan bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Sudah usia panik, lantas berpikir nda laku-laku (eheemm...). Dengan begini, lantas merasa akan begitu. Padahal yang begitu seperti yang kita pikirkan itu belum tentu akan menjadi nyata pada akhirnya...
Sebaliknya, kita (aku terutama) sering menilai, memprediksi, atau memiliki espektasi terhadap hal-hal tertentu yang kita pikir bahagia, atau akan membahagiakan, padahal bisa saja kita memandangnya dari kaca mata yang sempit, hanya sebatas mau atau ingin-ingin kita saja. Sebagaimana kita berpikir bahwa kebahagiaan itu adalah ketika segala yang kita inginkan menjadi kenyataan padahal belum tentu yang kita maui itu yang terbaik untuk diri kita...
Kisah pastel di atas, mengajarkanku agar tidak terlalu cepat menduga-duga, sesuatu yang belom tentu akan terjadi. Bisa saja, yang kita dugakan buruk ternyata menjadi baik pada akhirnya... Pun begitu sebaliknya.... Semoga ini menjadi pelajaran berharga buat kita, agar tak putus asa terhada sesuatu yang belum tentu menimpa kita...
Dalam beberapa hari terakhir, aku bahagia sekali bisa bersliaturrahim dengan sahabat-sahabat terbaikku. Meski hanya lewat sinyal yang di sampaikan satelit melalu henpon. Tapi, setidaknya, cerita-cerita itu semakin
menguatkan, saling berbagi kesah, lantas saling menguatkan...
Barokallaahu fiinaa waa fiikum....
Semoga Allah senantiasa menunjuki kita kepada jalan-jalan kebenaran... :)
Nipiiiiiiiiyyyyyy,,,
ReplyDeletenda lamak do,,,, lay buliah buekan liak...????
hehehe...