Ini adalah kisah nyata, dengan penyamaran identitas pelaku, tempat dan waktunya. Di sebuah gedung besaaar, tinggallah segerombol anak muda. Setelah berbulan-bulan hidup bersama, mulai muncul kebiasaan aneh. Bagi kebanyakan masyarakat umum, (maaf) kentut dengan amplitudo suara yang keras di hadapan begitu banyak orang lain adalah suatu bentuk ketidaksopanan. (Kalau di rumah sendiri, di keluarga sendiri, mungkin masih gak papa. Dalam tulisan ini konteksnya, di sebuah gedung yang dihuni oleh puluhan orang, semisal asrama tanpa sekat antar kamarnya. Hehe). Nah, di sinilah keanehan itu bermula. Satu dua orang pelaku "bom zat kimia H2S" itu masih dianggap aneh oleh semua penghuni gedung. Tapi, lama-lama, ada semacam kompetisi tak tertulis, bahwa si "pengebom zat kimia H2S" yang paling keras bunyinya, ia adalah orang yang hebat danpatut dibanggakan. Dialah sang pemenang.
Akhirnya, apa yang terjadi?
Bunyi, "Preeeettt...." yang biasanya membuat "si pelaku" merasa malu di hadapan puluhan orang (apalagi dalam keadaan sunyi yang membuat probabilitas suara itu kedengaran hampir oleh semua orang di seantero ruangan besar), kini malah membuat si pelaku merasa bangga. Kemudian, didapati bahwa, pengeboman H2S bukan lagi hal yang memalukan. Justru kemudian orang-orang merasa bangga telah mengeluarkan suara H2S yang nyaring di saat berkumpul bersama dengan teman-teman segedung. Pun begitu halnya orang-orang yang mendengar "bom H2S" meletus, "preeetttt...", semua mengangggap itu hal yang sangat lumrah dan biasa. Bahkan kadang ikut pula terstimulasi untuk berlomba, dengan sedikit mengedan, agar "bom H2S" juga mengeluarkan bunyi. Maaf, yaa, jorok sekali. Tapi ini memang kisah nyata. Bukan dibuat-buat. Mana pulak aku sampai sekreatif ini bikin cerita kalo tidak bersumber dari kisah nyata. Hihihi....
Tapi, aku hanya sedang ingin membuat sedikit perumpamaan. Begitulah perumpamaan buat keanehan yang sudah membiasa, dan kebiasaan yang aneh. Media, yang memutar balik fakta. Pada mulanya, mungkin banyak orang merasa risi, merasa aneh, tapi lama kelamaan, semakin sering terpapar, publik pun tergiring opininya untuk membenarkan apa yang media bilang. Akhirnya, sesuatu yang buruk pun yang awalnya sangat tidak pantas dikoar-koarkan, kini berbalik, justru bangga mengoar-koarkannya.
Ketika ada orang semisal Noni membantu korban bencana, dianggap kebajikan luar biasa, tapi kalau ada partai yang mau bantu setulus jiwa, maka dianggap pencitraan dan memanfaatkan kesempitan. Kalo ada yang ikut-ikut budaya barat, dibilang kerreeeen, mantep, modern, tapi pas ada yang mau berpakaian syar'i dibilang kampungan, kuno, teroris. Pokonya, sungguh banyak keanehan-keanehan yang telah "terlihat biasa-biasa saja" bahkan justru dibanggakan, padahal itu sebenarnya tidaklah patut. Ahh, negeri ini sekarang lebih mirip pengeboman H2S di gedung besar. *Miris*
Begitu dahsyatnya pesona sihir media, bahkan si konsumen media (baca : masyarakat luas) tidak lagi selektif dan kehilangan daya kritis untuk sekedar cek and ricek, tentang kebenaran isinya. Bukan tidak sedikit yang mengambil informasi sepotong-sepotong, demi meluluskan kepentingan si "monster" di baliknya, dan menyembunyikan fakta yang sesungguhnya.
Miris, sungguhlah miris...
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked