Sambil menemani Aafiya yang ceria banget abis video call sama ayahnya (tentu saja aku seneng banget bisa video call sama Abu Aafiya. Dan jarak tentu saja akan membuat kita mengerti artinya Rindu), aku dan adekku bercerita panjang dan lebaaaaarrr... Oh iya... aku sekarang lagi di Indonesia alhamdulillaah. Dari kemarin mau nulis tulisan tersendiri tentang perjalanan dari Riyadh ke Padang yang hanya berdua Aafiya saja.. Tulisannya sudah setengah jalan... gak ter-save.. jadi mesti ngetik ulang lagii?? Pasti takkan sama feel nya.... Ya..., akhirnya tulisannya "menguap" dan dibiarkan jadi 'draft' saja. Hihihi...
Cerita kami adalah soal "masalah" yang terjadi di seputar kampung. Kampung kecil saja. Nun jauh terpelosok.. Walau tidak sampai di pinggang bukit. Hehe...
Orang-orang selalu mengira kampung lebih baik dari kota soal sosiologi... soal kemasyarakatan. Tapi, kalo menyoal "masalah" kadang hidup serba individualis ada nilai positifnya meskipun pendapat ini tidak bisa sepenuhnya dibenarkan.
Ceritanya di kampung akan mengadakan suatu acara, sebutlah acara X. Nah, sebab persoalan yang sepele... orang-orang kampung yang semula damai tentram bahagia menjadi terusik. Kita sebut itu "masalah". Ada oknum tertentu yang "senang" dengan perpecahbelahan (yang seneng pecah belah sih banyak.. biasanya emak-emak, itu loh piring, gelas, mangkok; apalagi sedang diskon... qiqiqiqiqi), tapi ini pecah belah persatuan maksudnya. Usut punya usut ternyata ada yang senang fitnah sana fitnah sini. Astaghfirullaah... Semoga Allah mengampuniku dan mengampuninya...
Akhirnya... obrolan kami menjadi seru memperbincangkan si masalah ini. Kalo chicken masala di Riyadh sono sih adalah salah satu menu favorit native. Tapi ini bukan chicken masala tentunya xixixixixi. Seru bukan karena kasusnya asyik... tapi karena sempat menyentuh ranah emosi, meski aku hanya pendengar saja. Walau sebenarnya ini tidak perlu kami masukkan ke dalam daftar hal yang mesti kami pikirkan. Tapi ini adalah wujud keinginan kami yang besar terhadap persatuan di kampung tercinta ini. Hehehe...
Masalah ini adalah masalah global (jika bisa dibilang begitu) untuk taraf kampung kecilku. Situasi tengah sedikit memanas. Aku--jika boleh--tentu gak perlu ambil pusing. It's not my bussiness... but I'm part of this people, this society. Tapi... aku tentu tidak akan bercerita panjang lebar soal masalahnya. Aku ga tau detilnya juga koq. Hihihi...
Hanya saja pelajaran berharga yang dapat dipetik dari masalah tersebut. Bahwasannya bahagianya kita, emosinya tidak perlu bergantung pada orang lain. Ini juga nasihat dari Abu Aafiya. Memangnya mereka yang menentukan kebahagiaan kita? Ahh terlalu picisan rasanya jika kita memggantungkan kebahagiaan, emosi, dan segenap rasa pada orang lain. Jadii... ngapain juga kita membuang energi untuk hal yang tidak penting ini. Alangkah lebih baiknya energi itu kita manfaatkan untuk hal yang lebih baik. Kebaikan dan keburukan adalah seperti bumerang. Adapun jika kebaikan yang kita lakukan sebenarnya akan kembali pada diri kita. Pun begitu dengan keburukan, akan kembali pula pada diri kita. Jika ada hak-hak kita yang terambil atau sengaja diambil oleh orang lain, anggaplah itu investasi jangka panjang... investasi kita di akhirat kelak.
Dari masalah yang diceritakan hingga larut ini juga menjadi reminders bagi diri kita agar tidak membicarakan keburukan orang lain selain untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Kita belum tentu lebih baik. Bisa jadi itulah yang menjadi penggugur amalan yang susah payah kita lakukan. Astaghfirullaah... na'udzubillaah...
Okeeh... let's be smart to manage our emotion :)
#nasihat ini ditujukan terutama untuk diri sendiri...
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked