Alhamdulillaah aku telah beberapa hari mengikuti sekolah di Daar Adh Dhikr. In syaa Allah pekan depan ada i'tibar alias postest alias ulangan. Nah setelah ulangan in syaa Allah libur panjang hajj. Horee.. #ehh.. :D :P
Ini hanya postingan singkat... sekedar refleksi saja. Beberapa hari mengikuti kelas, ada perbadaan signifikan antara pendidikan yang aku pernah rasakan di indonesia dengan orang-orang dari luar indonesia. Secara statistik p < 0,005 pake analisa Mc. Nemar (ihh apaan siih... ahahaha)... becandaaa..
Perbedaan signifikan itu adalah tentang "berani salah".
Dulu semenjak jaman SD (entah itu di SD-ku saja), ketika guru berkata, "hayo anak-anak siapa yang mau maju kedepan (atau siapa yang bisa menjawab)...silahkan ngacung" sang guru pun mengajukan pertanyaan. Rata-rata murid-murid pada diam dan malu-malu untuk mengacungkan tangan. Surut sebelum berjuang. Kenapa?
Karena kita lebih sering membudayakan "cimeeh" alias cemooh-an ketika jawaban kita salah. Kita tidak berani maju ke depan atau mengacungkan jari menjawab pertanyaan karena kita TIDAK "BERANI SALAH". Paradigma yang terbentuk adalah "nanti kalau aku salah jawab, diketawain."
Kadang bukan hanya di kalangan siswa, sebagian oknum pahlawan tanpa tanda jasa pun (catat: hanya sebagian) juga ikut menambah daftar panjang keterpurukan ini dengan kata-kata semisal, "kamu itu... masa' begini aja ga bisa." Murid dituntut untuk perfect dan benar. Ga boleh salah. Padahal, kalo udah benar dan pintar... ga perlu sekolah lagi kaan.. Justru dari salah lah kita lebih banyak belajar.
Nah itulah bedanya. Teman-teman sekelasku, aktif dan berebutan unjuk jari ketika sang guru bertanya atau meminta sesuatu misal hiwar atau percakapan..
Yaa.. semacam revolusi lah bagi diriku sendiri terutama terlebih dahulu agar berani salah.. :)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked