Kelayakan Dipercaya

Hari ini aku dapat kunjungan dari sahabat lamaku dari Pulau Pandan. Teman sepermainan sejak masa SMA dulu jika aku sudah pulang kampung. Waah, senangnya hatiii. Hehe. Sudah 4 hari ini, pasca tragedy kecelakaan itu, aku nyaris tak pernah keluar rumah. Kakiku masih terasa agak berat untuk diseret dan kepala kananku kadang-kadang masih terasa agak ngilu walau kondisi hari ini sudah sangat lebih baik dari pada kondisi empat hari lalu, alhamdulillaah. Sebab aku tak kelihatan di luar rumah itulah, makanya sahabatku itu datang menjenguk.

Lama kami mengobrol. Masih seputar dunia kerja, tes PNS, maupun kondisi kandungannya yang baru di trimester pertama itu. Beberapa jenak kemudian, ia mengeluarkan selembar kertas. O ow…, rupanya teks pidato bahasa Inggris. Ia memintaku untuk membacakan pronunciation teks pidato itu untuk diajarkan pada muridnya yang akan ikut kompetisi pidato bahasa inggris. Murid kelas lima SD. Terus terang, aku kurang PD dengan pronunciation-ku. Tapi, aku hanya tak tega saja membuatnya kecewa. Di satu sisi, dengan adanya kepercayaan yang diberikan kepadaku, sungguh ada kebahagiaan tersendiri bagiku yang membuatku sangat ingin memberikan yang terbaik bagi sahabatku itu. Aku coba me-recall memory sepuluh tahun lalu, ketika aku juga dihadapkan pada kompetisi yang sama, English Speech Contest.

Walau lidahku sempat sedikit patah-patah mengeja kalimat-kalimat itu, tapi telingaku kali ini tak begitu terkena ‘polusi’ suara akibat pronunciation yang jelek. Mungkin, karena aku sudah bertekad akan memberikan bantuan terbaik untuk sahabatku itu, maka suara sumbang itu lebih diminimalisir. Walau tidak sempurna, tapi, kali ini jauh lebih baik dari pada pronunciation-ku yang sudah-sudah.

Ini untuk pertama kalinya rasa percaya diriku berangsur pulih setelah dilabel “bad-pronunciation” dulunya itu. Satu kata kunci yang sangat berarti itu adalah…kepercayaan! Ada yang bersedia mempercayaiku dan dengannya aku berupaya untuk memberikan apa yang paling optimal yang kupunya.

Kali ini aku memperoleh sebuah pelajaran berharga tentang arti pentingnya memberi kepercayaan. Tentang arti pentingnya meng-apresiasi walau sedikit saja peningkatannya. Kadang-kadang, secara tidak sadar, kita telah meruntuhkan sebuah rasa kepercayaan yang secara tak disadari meninggalkan suatu squele di hati sesiapapun itu, terutama anak-anak, meskipun yang bersangkutan juga tak menyadarinya. Kata-kata semisal, “Ah, masa’ sih bisa?”, “Aah, gak mungkin tuh..”, “Bener nih kamu bisa?”, “Ah, kamu begitu terus, mana mungkin bisa berubah.”, “Kamu iniiii, begini-begini terus. Kapan sih bisa rajin?”, “Saudara ini! Jika semua mahasiswa seperti saudara, Indonesia takkan bangkit!”, dan kata-kata yang menyeret pada emosi negative lainnya. Mungkin maksudnya adalah baik, untuk mengingatkan. Tapi, kata-kata seperti ini seolah-olah menyangsikan kesanggupan seseorang. Padahal, jika mau, bisa aja kan yah!?

Mencoba memberi kepercayaan, berarti menanamkan pada diri seseorang bahwa dia SANGGUP untuk memikulnya. Dengan itu, bisa saja seseorang akan menghasilkan sesuatu yang dua kali lipat lebih besar karena ia dipercaya untuk itu. Memberi sebuah rasa kepercayaan dan mengakui eksistensi orang lain itu ternyata penting.

Pelajaran berharga lainnya adalah dalam sebuah hubungan horizontal antara sesama manusia, ketika kita bersedia untuk memenuhi apa yang orang lain butuhkan dari kita, maka, di saat itu pula kita akan memperoleh begitu banyak sahabat setia. Meski bukan berarti kita menciptakan ketergantungan orang lain atas diri kita dengan pemenuhan sisi yang ia butuhkan itu, melainkan melengkapinya untuk kemandiriannya. Dalam teori Maslow, ini memenuhi tingkatan ke-4 dan ke-5. Sedangkan dalam teori ukhuwah, inilah yang disebut dengan tafahum. Allahu’alam.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked