Hmm…sudah lama tak menulis. Hee…
Banyak hal yang mau diceritakan sebenarnya. Hari ni aku ke M. Djamil, buat melapor bahwa mau praktek di sini. Trus, langsung deh ditanya-tanya gini gituh. Howalaaa…, aku jadi bengong begituuh. Udah gitu, bahan kuliahnya udah menguap entah di mana. Huhu.
Tapi kemudian, aku banyak belajar dari training singkat yang si ibu itu sampaikan. Meski hanya sebagai pengantar, tapi, cukup meninggalkan motivasi. Tentang tanggung jawab moral seorang farmasis di antara orientasi keuntungan yang menggiurkan.
Tapi, di ujung-ujung penjelasannya, si ibu menyampaikan nasihat : “Lakukan yang terbaik, di mana pun itu, apapun pilihan hidup yang kita pilih. Saya memilih untuk tidak menikah. Dan saya jalani konsekuensinya. Karena, setiap pilihan yang kita pilih mengandung risiko masing-masing. Dan saya menikmati pilihan saya.”
Kemudian si ibu bertanya kepada kami, “Nanti, kalian ingin bekerja di mana?” masing-masing menjawab pilihannya. “Apapun pilihan kalian, maka, jadilah yang terbaik pada pilihan itu.”
Ada salah satu teman saya yang berkata, “wah, kamu sih enak yah, bisa keliling Indonesia, bisa keliling dunia. Saya, jadi ibu rumah tangga begini, tidak bisa ke mana-mana. Saya iri padamu.”
Lalu saya jawab, “Jika kamu menjadi saya, belum tentu kamu bisa mendidik anak-anak cerdas seperti anakmu itu. Kau sudah punya 3 pintu menuju surga. Saya? Saya belum tentu! Yang jelas, kau telah berbuat yang terbaik di pilihan hidupmu.”
Hmm…aku jadi berpikir-pikir, benar juga siiih kata si ibu. Kesimpulanku adalah, seseorang melakukan sesuatu tergantung dengan orientasi apa yang mendominasi ia. Jika boleh mengklasifikasikan manusia, maka barangkali akan ada beberapa kelompok manusia. Pertama, orang yang hanya sibuk memperhatikan dan memperbaiki dirinya saja, dunianya dan akhiratnya, tapi lupa mengajak orang-orang di sekelilingnya. Ada pula, orang yang senantiasa berusaha untuk memperbaiki dirinya, dan juga berusaha mengajak orang lain kepada-Nya. Yang ada di fikirannya, ketika ia melakukan sesuatu, “adakah peluang da’wah di sana?”. Ia berorientasi pada akhiratnya, tanpa harus melupakan dunianya. Ada pula golongan yang sibuk memperbaiki dan meningkatkan motivasi dirinya, tapi lupa mempersiapkan perjalanan panjang menuju kampung akhiratnya. Orientasi masa depan (dunianya) luar biasa, tapi akhiratnya tidak ada. Ada pula sebagian orang yang hidupnya diperbudak oleh orientasi maksiat. Orientasi harta benda keduniaan saja. Benar-benar disibukkan dengan ide “gila” bagaimana menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Dan ada pula golongan orang-orang yang memikirkan, bagaimana mengalihkan umat islam dari agama-Nya, baginya selalu terpikirkan, “adakah peluang untuk membelokkan pemikiran pemuda islam?”. Hmm…apa lagi yah? (Loh..loh..loh., koq jadi ga nyambung gini yah kesimpulannya, hehe??)..
Tapi yang jelas, satu hal, jadilah yang terbaik! Dan lakukan yang terbaik!
Semangat buat PKP-A di Apotek! Hayyoo Fathel, perjuangannya tinggal-tinggal di penghujung! Tugas-tugasnya sudah begitu menumpuk, dikerjakan gih! Hayoo…, waktunya sudah begitu mepet… semangat! Semangat! Sumangaik! Sumangaik!
(waduuh, map yaah, tulisannya jadi kacau begini. Tak nyambung satu sama lainnya. Heee… Maklumlah, ini tulisan bener spontaneous)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked