Tak Penting

Tulisan ini sudah aku tulis lebih kurang 1 minggu yang lalu. Tapi, ketika menulisnya, tiba-tiba quota internetku habis. Dan bahkan email pun tak terkirim. Hehe. AON ini hanya memfasilitasi 10 situs populer saja. Dan blogger bukan salah satunya. Hihi... Jadi aku hanya mempublish ceritera lama ini sahaja. Oh iya, satu lagi, ini bukanlah cerita penting. Sayangi waktumu. Sebaiknya dirimu segera pencet tombol silang warna merah di pojok kanan atas jika dirimu menyayangi waktu yang terbuang akibat membaca tulisan ini. Hehehe...
Hayooo, sayangi waktu Anda :D
_________________________________________


Sabtu kemarin, adalah jadwalnya wisuda. Bersemangat sekali aku ke kampus pagi itu. Bukan buat menghadiri wisuda sih. Tapi, dalam rangka menuju wisuda insha Allah... Aku ke kampusnya karena bimbingan. Yaa nge-date sama pembimbing gituh (yang udah kayak pasien ajah, pake antrian masuk ruang dosennya saking buanyaknya yang mau bimbingan di hari itu. Hehehe). *Hayoo semangaat Fatheeeel, semoga segeraaa luluuussss...

Pas di jalan, ketemu Ketapunk'ers yang lagi jualan bunga dan souvenir. Jadi ingat, dulu jaman-jaman masi di wisma, kita juga suka jualan bunga gituuh pas momen wisuda. Hehehe...
Nah, wisuda ini, kembali mengingatkan aku pada masa-masa wisuda pertama (pertama kali bener-bener pake toga sungguhan. Hehe...) beberapa masa silam.
Aku ingat sekali, betapa aku jadi "makhluk asing" di antara para wisudawan/wati farmasi lainnya. Ya, "makhluk asing" di antara wajah-wajah penuh warna warni. Aku menjadi satu-satunya peserta wisuda farmasi yang wajahnya tanpa "lukisan indah" (ups!), maksudnya make-up.
Mencolok? Hehe. Iya, kata sebagian temen-temen. Justru yang begitu yang terlihat "mencolok". Karena asing dan berbeda dengan kontingen wisuda farmasi lainnya. Yang lain pada make-up an (denger-denger sih udah antri di salon sejak jam 2-3 dini hari. Masya Allah... sesuatu yang bagiku tak sanggup untuk kutunggui), dan aku bener-bener ORI. Original. Polos. Ditambah lagi, aku juga ndak masukin jilbab ke dalam baju toga. Walhasil, bukannya mirip orang yang lagi wisuda, malah mirip baju kurung hitam di mana rok dan jilbabnya cokelat. Hihi... Ini niiih fotonya :
berbedaa

Heheuu... Banyak yang support, tapi tak kalah banyak juga yang men-kritik; "Extrem banget sih!? Masa' wisudaan ajah nda pake make-up!". "Kan momen wisudaa, jusru aneeh kalo tak ber-make up" (ini komentar yang laen). Okeh... Okeh... Sabarr Broo-Siist... ^__^ Ini hanya menyoal pilihan hidup saja barang kali. *Hasyaaaaaahhhh....
(Tapi aku gak akan lanjutin kisah-krusuh make-up atau nda ini lagi. Hihi.... Yang jelas, di wisuda perdana itu aku merasa excited, lebih excited dari pada wisuda apoteker. Kan nda perlu judge dari penampilannya kan yaah?! Pokoknya excited. Titik! Udah cukup kan? hihi... :D)

Sebenarnya, bukan masalah make-up atau tidaknya yang pengen aku bahas di sini. Aku cuma pengen memetik pelajaran dari kisah ini... Pelajaran untuk diriku sendiri terutama!
Ini tentang "Menjadi Berbeda". Mungkin tak hanya di momen wisuda saja, tapi di banyak momen lainnya, aku termasuk orang yang "senang berbeda". Gak suka samaan dengan sesuatu yang sudah lazim dan udah biasa. Pengennya ada sesuatu yang beda deh. Pengen lebih inovatif (walau pun, kusadari ternyata inovasi itu tak selalu menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari pada sesuatu yang sudah biasa-biasa saja. Bahkan kebanyakan malah bukannya lebih baik malah lebih "kacau". Hehehe).
Hal yang lebih menarik untuk dibahas adalah, ternyata tidak semua keberbedaan itu bisa diterima semua orang. Ada yang men-support tapi tak kalah banyak juga yang meng-kritisi, mulai dari yang suam-suam pahit (ada yah suam-suam pahit? hihi) hingga sepahit empedu (padahal rasa-rasanya belom pernah nyoba gimana rasanya empedu. heheuu...).
Tapi satu hal yang terpenting menurutku (sekaligus untukku) tentang "keberbedaan" itu bahwa tidak semua orang bisa menerima sesuatu yang tidak biasa. Maka, semestinya sudah seharusnya dan selayaknya aku belajar untuk tidak "memaksakan" mauku semata, inginku semata. Aku harus lebih banyak belajar "berdamai" dengan keinginan yang berbeda dan tidak sedikitpun memaksakan segenap keinginanku. Apalagi, jika mashlahatnya lebih banyak pada sesuatu yang memang sudah biasa, bukan pada sesuatu dengan "keberbedaan".
Dan yang lebih penting lagi, menjadi "berbeda" dengan "sesuatu yang sudah me-nenek-moyang tapi bukan dalam tuntunan syari'ah" tetap menjadi sebuah keharusan. Lain hal nya jika "menjadi berbeda" itu bukan pada hal-hal yang "prinsip". Nah di sinilah aku harus belajar lebih banyak. Karena aku tak pernah sendiri. Dalam segenap kehidupan, pasti ada banyak orang di sekelilingku dengan segenap keinginan mereka pula.


#Ini postingan 'egois'. Mungkin tak semua yang mengerti. Tuh kaaann nyeseeeel kaaan udah habisin waktu buat negbaca iniii. Hehehe :D

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked