Musim Penghujan Dua Tahun Silam

Musim penghujan dua tahun silam di Kota Depok yang penuh kenangan.

Tidaklah aku lupa, kala itu, di musim penghujan, Desember hingga Januari dua tahun silam. Sebab letak kostanku yang memang tidak terlalu strategis untuk musim penghujan--tapi sangat strategis untuk semua musim oleh karena harganya paling bersahabat --maka melewati tanah kuning yang becek (yang bahkan ojek pun ogah lewat sana oleh karena banyak kejadian ojek-ojek yang terpeleset) adalah rutinitas yang penuh kenangan, sekaligus penuh perjuangan. Aku tidak punya pilihan lain selain memilih jalan ini, atau kalau tidak aku harus membayar mahal ojek, atau membayar mahal kaki yang pegal akibat jalan yang memutar, untuk mengindari becek dan ga ada ojek yang mau lewat sana. Ini adalah satu-satunya jalan terdekat untuk menuju kampus. Apalagi itu musim ujian.

Beberapa ojek yang lewat, menawarkan dagangan kutolak mentah-mentah. Harga ojek cukup mahal. Apalagi di musim penghujan. Sebab--sekali lagi--ojek-ojek itu tak mau melewati jalan pintas itu, karena sudah berpuluh kali kejadian ojek tergelincir di sana. Jika pun pada akhirnya harus memilih naik ojek, maka ojeknya akan memilih jalan 2 kali lipat lebih panjang, tapi harganya 3x lipat lebih mahal. Kala itu (belum bbm naik) harga ojeknya jika harus memutari jalanan selingkar kampus (menghindari becek) seharga 15ribu. Sangat mahal untuk harga mahasiswa sepertiku yang sering bokek di penghujung bulan. Hehehe...


Sebenarnya, ayah dan ibuku sangat men-support dan sungguh tak ingin anak gadisnya kesusahan di rantau orang. Tapi, aku tidak mau membuat beliau berdua--sosok mulia yang kucinta--lebih susah lagi, sementara kuliah lanjut selepas apoteker menurut kaca mata berpikirku, BUKANLAH 'kuliah wajib'. Maksudnya, aku ga harus lanjut kuliah setelah apoteker. Aku ga harus jadi master. Tapi, ayah dan ibuku kemudian memilih untuk men-support-ku lanjut kuliah lagi. Sebenarnya sungguh merasa berat sekali, merepotkan beliau berdua lagi, setelah belasan tahun di-support (ini terutama support secara financial, kalo support di sisi yang lain, semisal pendewasaan diri, bagaimana menjadi bersemangat untuk menuntut ilmu, bagaimana berakhlak baik, sampai sekarang aku masih butuh dan tetap butuh support dari dua sosok yang sangat aku cinta; ibu dan ayah). Seharusnya aku tidak lagi membebani beliau berdua selepas apoteker (sekali lagi, secara finansial). Toh sebenarnya aku alhamdulillaah diberikan kesempatan oleh Allah untuk mengetuk pintu rizki lewat ijazah apoteker. Tapi, Ayah Ibu selalu men-support dan berkata, menguatkanku, "itu kewajiban ayah dan ibu." Deuuhh, sungguh terenyuh.

Oleh sebab itu, aku sungguh tidak ingin membuat beliau jauh lebih repot.  Maka aku memilih tempat tinggal (kostan) paling murah seantero Depok, meski cuma berukuran 1,8 x 3 meter. Aku memilih untuk memasak dan berbelanja di tukang sayur, agar bisa lebih hemat. Membeli sepatu yang dijual di emperan kaki lima (eh, FYI, harga sepatu yang kupake melewati jalan becek kronis ini adalah 25ribu. Gak sayang-sayang amat jika dibawa di tempat yang becek. Hihi...). Meski aku tetap loyal soal fotocopy buku, karena sulit mendapatkan buku-buku bagus di kampungku, heuuu...

Oh iyaa, aku ingin sedikit berbagi tentang jalanan yang aku lewati; terutama di musim penghujan.
Jejalanan menuju kampus, tuu kampusnya di ujung sono. keliyatan kan? :)

rumput hijau itu tidak cukup membantu sebab si rumput juga dipenuhi dengan percikan air becek dan sangat licin

Ini jalanan yang aku lewati :)

sepatu 25rb :)

beginilah akirnya :)
Akhirnya, setelah dua tahun perjuangan, alhamdulillaah lulus juga. Alhamdulillaah, akhirnya misi  utamaku semenjak awal kuliah dulunya berjumpa wujud nyata: yaitu pengen Cumlaude. Sebenarnya prediket cumlaude  yang tertera di transkrip tidaklah cukup membayar perjuangan itu semua, membayar segenap support yang telah diberikan Ayah dan Ibuku tercinta. Iya, pastilah. Segunung emaspun, takkan terbayar segenap pengorbanan dan kasih sayang beliau berdua. Aku tidak memerlukan prediket cumlaude. Itu adalah sesuatu sungguh ingin aku persembahkan untuk kedua orang terkasihku, ayah dan ibuku tercinta. Aku tidak memerlukannya, melainkan hanya karena aku ingin mengukir senyum bahagia di wajah beliau saat aku di wisuda. Sebenarnya, itu misi utamaku. Tak lebih.

I'm with beloved Ibu and Ayah <3
Setelah Dua Triwulan Berlalu

Hari ini, dua triwulan semenjak kelulusan itu. Dahulu, ketika awal menjejaki langkah untuk kuliah, ibu dan ayah pernah berharap, agar aku bisa menjumpai impian, menebar ilmu yang bermanfaat dari apa yang aku peroleh semasa kuliah ini (meski masihlah sangat sedikit dan mestilah harus banyak belajar). Aku ingin suatu saat mewujudkan impian itu (in syaa Allah), meskipun kini aku sudah menikah. Aku ingin, impian itu tetap menjadi catatan penting bagiku.

Sekarang, aku sedang memikirkan, bagaimana cara "menjemput" dan "menebus" ijazah dan transkripku. In syaa Allah aku akan berusaha yang terbaik. In syaa Allah.... Apapun rintangannya, aku harus berusaha melakukan yang terbaik. Aku tetap ingin mewujudkannya... in syaa Allah....

Semangat, Wahai Diriku!!! Allahu musta'an... :)

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked