Ironi Acara Maulidan


Hmm…, mau cerita apa yaah? Aaah…tentang peringatan maulid nabi ajah deeeh. Sejak sepuluh tahun yang lalu (ituuung dulu aaah, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, nyaris 5 tahun kuliah), rasa-rasanya baru kali ini aku ikutan perayaan maulid nabi di kampung. Biasanya siiiih di sekolah (secara sekolahku kan gak di kampungku). Itu pun diisi dengan ceramah agama dan tabligh akbar.

Nah…nah…, kali ini aku ikutan acara maulidan di kampung. Gak sepenuhnya ikutan siiiiih, hanya saja kebetulan pas lagi acara kali ini aku lagi di kampungku ajah. Tapiii…, masya Allah aku gak nyangka acara maulidannya bakal semeriah ini. bahkan statusnya sama dengan hari raya yang lainnnya. Sama kek idul fitri dan idul adha (bedanya gak ada SMS selamat maulid nabi. Hehehehe). Ibu-ibu masak rendang, bikin kue dan malamang. Anak-anak pake baju baruu. Heeee….(gak juga siih). Pokok’e suasananya meriah banget, kaya layaknya hari raya. Waaah…, aku gak nyangka bakal semeriah ini. Aku pikir siiih, acara maulidan mah biasa ajah. Hmm…, pembedanya barang kali biasanya ada tabligh akbar. Gituuuuh ajah.

Masalah perayaan maulid Nabi Muhammad siiih, masih khilafiyah di kalangan ulama yaaah? Ada yang membolehkan dan ada juga yang mengatakan bahwa maulidan itu bid’ah. Hmm…, gimana kebenarannnya, dan mana pendapat yang paling kuat, yuuuuk kita cari sama-sama, mau Tanya ustadz kek, atau searching2 kek.(atau, ada yang bersedia memberikanku penjelasan??). Tapi yang jelas, aku gak punya kafa’ah dan kapabilitas untuk memutuskan bener apa tidak. Ilmu masiiiiiih seujung kuku beginiii. (makanyaaaaaa…., jangan pernah bosan nuntut ilmu…., yah…yah..yah..???). Dan lagi, sorotan pembahasanku sekarang bukan masalah dibolehkan atau taknya.

Hmm…, beginiiii…, kadang aku jadi miris sendiri. Untuk mengingatkan puuun, huwaaaa…aku belum menemukan cara. Jadiiii, yaaah…, berdiam diri saja. Aaahh…, setidaknya aku sudah menuliskannya di blog ini. Jadinya tak skedar berdiam diri ajah. heeee…berdalih mode :on.

Hmm….jad begini, acara maulidan di kampungku itu, huwaaaa….gimana yaaah cara membahasakannya? Sebenarnya, ada positifnya jugaah. Antusias dan semangat masyarakat datang rame2 ke mesjid untuk dengerin taujiiih, ampe itu mesjid jadi penuuuuuh banget. Tapiiiii…., sayang banget, mesjidnya rame pas acara beginian doang. Trus…trus…, yang cukup menggelitik adalah, acara dzikir rebbana (waaah, jujur ini baru pertama aku liyat. Mungkin waktu kecil dulu pernah jugah siiih, tapi, gak ingat lagi).

Dzikir rebbana itu adalah masyarakat berdzikir, bersholawat, sambil menabuh rebbana. (setahuku, ini gak ada siiih di contohkan Rasulullaah, apakah ini termasuk mengada-ngadakan hal baru dalam agama alias bid’ah? Aku siiiiih, tak berani jugah mengklaim ke masyarakat seperti itu. Huwaaaa…lemah! Lemah! Tapiiii, aku berharap, dengan memflorkannya di blog ini, setidaknya ada upaya yang dilakuin, dari pada diem-diem ajah ngurut dada.). Acaranya ampee malam. Pokok’nya, jam 12.30 dini hari, aku masih denger suara-suara rebbana ditabuh sambil bersholawat dari mikrofon mesjid.

Dan mirisnya lagiii, di luar mesjid, ada kumpulan anak muda (anak2 seumuran SMP dan SMA) yang campur baur ajah, ikhtilath tho? Yang pacaran laah. Yang mojok laaah. Dan, bapak-bapak yang nabuh rebbana sambil dzikir pun, ngerokok di mesjid. What? Merokok??? Bukankah itu perkara yang haram jugah? Huwaaaa…membingungkan, bukan??

Aku siiiiih sebenarnya cukup mengapresiasi semangat buat menyemarakkan siar agama Islam di kampungku. Tapiiii, yang disayangkan, kenapa hanya sebatas seremonial saja? Kenapa hanya sebatas perayaan saja (itu pun dilakukan dengan kegiatan yang sepertinya gak dicontohkan Rasulullaah –dzikir rebbana--, yang statusnya allahu’alam, bener apa gak). Dan lagiiii, yang semestinya, inti dari peringatan maulidan itu (jika memang dibolehkan) adalah bener2 menjadikan peri kehidupan Rasulullaah sebagai khudwah, kan yaaah? Dan itu sepertinya belum terlaksana sepenuhnya. Terbukti dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang bertolak belakang dari apa yang dicontohkan Rasulullaah. Remaja-remaja putri yang tidak menutup aurat, ikhtilath, pacaran di luar mesjid, bapak-bapak yang ngerokok. Hmmmppphhh…(menghela nafas).

Setidaknyaaa, jika kita liyat dari sisi positifnya, barang kali, semangat masyarakat emang patut diapresiasi. Paling ga’, masyarakat gak cuek-cuek ajah. Masyarakat masi ingat bahwa mereka punya Rasulullaah yang patut untuk dicontoh dan dijadikan tauladan dalam hidup. Nah, sekarang tinggal mengarahkannya saja kepada arah yang bener. Iya tho? Hayyoooo…, ini tugasnya para da’i. tugas kita semua.
*Hmmpppphhh…ternyata PR kita masih banyak yaaah?

2 comments:

  1. nice post...
    menarik membaca tulisanmu yang selalu gelisah dengan kondisi disekitarmu...

    tetap jaga kegelisahan itu ya...

    salam kenal...

    ReplyDelete
  2. salam kenal jugah..ka...

    trima kasih atas kunjungannya

    ReplyDelete

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked