Huwaaaa…, sudah cukup lama rasanya tak kluar “dari peraduan”. Hehehe. Kalo di kampung siiih, aku lebih sering jadi anak rumahan yang tidak “palala”. Hihi. Abiiiiis, ga ada temen siiiih. Bawa motor buat “malala” jugah masih kagok. Naek ojek?? Ogaah! Jika tidak karena benar-benar amat sangat terpaksa sekali dan jika tidak ada ojekers perempuan, aku memilih untuk jalan kaki saahaaajaa.
Beruntung kemaren, akhirnya aku ketemu temen jugah. Hheee. Temen2 seumuranku di kampung (kalo dimatematiskan yang besar/kecil sama alias plus minus 2 tahun di atas atau di bawahku) udah pada baralek, udah pada punya anak, dan pada ikut suami semuaaa. Jadilah akuuu, ga punya temen. Huhu. Padahal kalo dikampus, seumuran diriku mah masih imut-imuuut. Hahaha. Nah, kemaren kebetulan aku ketemu temen lama yang kebetulan juga masih belum nikah. Jadinya, yaaaah enak diajakin ngobrol. Lumayaaaan, dari pada harus bengong sendiri. Heee…
Cerita punya cerita, akhirnya si temen curhat ke aku deeeh. Hmm…, pasti deeh ketebak arah pembicaraannya kemana. Hayyooo, apa coba?? Yup…yup…, bener! Soal perihal mengenai (pemborosan!) cowo’nya. Hmm…tumben yaaah si Fathel jadi pendengar yang baik yang kalem, yang komentarnya Cuma satu dua, dan gak balik bercerita. Hihihi.
Sepanjang cerita, yang diceritain yaah cowo’nya lah. Tentang kebaikannya. Tentang dia yang selalu perhatian. Dia yang bahkan ngasi duit bulanan (macam suami istri ajah niiiih). Dia yang setiaa. Wah…wah….saaaaluuut…(lho?lho? koq saluut sih Thel?? Eittt…ini bukan pembenaran loh yaaaah)
Hmmm…trus ngapain jugah nulisin curhatan temenku? Semua orang juga tau, kalo nyang namanya pacaran kebanyakan begitu. Iya tho? Is…is…is…. Tak laaaaah! Tak nak cerita macam tuuu. Aku hanya ingin memandang cerita itu dari sudut pandang yang berbezza. Hmm…, aku jadi berpikir seperti ini. Waaah….,masya Allah, berarti budaya ini (baca : PACARAN) sudah menjadi pemandangan dan hal yang SANGAT BIASA-BIASA SAJA! Sesuatu yang normal. Sesuatu yang sesuai dengan asasnya. Sesuatu yang sesuai dengan “adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah”. Sesuatu yang taat hukum dan taat undang-undang (haaaa??? Yang terakhir mah ngaco!)
Sungguh hebat yaaah. Mereka telah berhasil membuat sesuatu yang bukan budaya kita menjadi sangat biasa-biasa saja dan bahkan lumrah. Ibu-ibu malah sampai khawatir jika anaknya tak punya pacar, “kok anakku gak punya pacar yaaaah.”
Trus, si temen Tanya aku, “Pi, udah punya pacar jugah kaaaan?”
Howaaalaaaaahhh…, punya pacar?? Tuing…tuing…, gdubrakkkkk!
Ekpressi spontanku adalah, menggeleng-kuatnya sekuat-kuatnya (aaiiihhh…, jangan ampe keplintir tuwhhh leherrrrr! Hihihi….)
“Aaahh…, masa’ siiiiih??” si temen malah tak yakin.
Huwaaaa….apa aku bertampang bohong???
Is…is…iiiis….*nod-nod
Parah yaaaah?
Ketika umat Islam sendiri dijauhkan dari budayanya sendiri. Dan ketika budaya umat lain mengalami akulturasi menjadi solah-olah memang budaya islam.
Is...is…iiiiis…ape nak kite cakap lagi nii? Parah! Parah! Parah!
Ada yang berdalih begini,”Kalo gak pacaran, gimana bisa kenal coba?”
Waaaaahhh…, kebanyakan pacaran sebelum nikah itu, yang diliyatin ke pasangannya yang baek2 ajah, tho ?!! hayyyooo, ngaku ajah! Hihih. Nah loooh, jika udah giniiii, bagai mana bisa kenal cobaaa? Yang diperliyatkan yang manis2nyaajah, tho?!
Di Islam kan mengenal budaya ta’aruf tho? Yang mengharuskan untuk saling jujur dan mesti didampingi (gak berduaan ajah, tho??)
(Aaaahhh…, pembahasan kek gini mah udah banyak di buku2. Baca ajah sendiri yaaaaah. Hehehe)
Hanya saja, yang menjadi topic utama dan yang menjadi sudut pandangku adalah bagaimana mengalihkan budaya pacaran ini menjadi budaya yang lebih islam. Yang bener2 Islam. Missal dengan ta’aruf! Atau apaaa kek mediatornya, sing penting Islami! Gak ikut-ikut budaya mereka tuwwhhhh.
Aku jadi inget diskusi bareng temen2 PKP yang secara gak smuanya muslim kaan yaah? Nah…waktu diskusi itu kami kan kenalan lebih deket gituuuh, sampai2 temen2ku yang keisengan, pas memperkenalkan diri satu-satu, salah satu (eihh…salah dua ding!heee…) daftar pertanyaannya adalah apa statusmu dan “kapan target nikah?”. Howaalaaaaa!!! Dassaaarrr! Nah, setelah perkenalan tersebut dan cerita-cerita, temen2 yang non-muslim nyeletuk gini sama kami, “waaaahh…, kalo kalian kan gak pacaran yah? Tapi ta’aruf.” Nah looh? Temen2 non muslim ajah paham! Masa’ kita yang muslim gak tauuuuu! Maluuuuuuuu dooooooooong!
So??
mari sukseskan gerakan, “No Pacaran sebelum nikah” dan sukseskan jugah gerakan, “Ta’aruf sebelum nikah.”
Wahahahahaha….sotoy! Pake “gerakkan” pulak! Hihi.
Maksudnya giniii loooh, mari jadikan ini budaya kitaa! Githuuuu loooh! Yuk…yuk…yuk….
Mumpung pas maulidan jugah, mari…mari…back to asholah (kembali kepada kemurnianya) ajaran Islam. Gimana Rasulullah mencontohkan, mbok ya kita tiru tho nduk! Bukan membenarkan yang biasa, tapiiiii, memulai untuk membiasakan kebenaran!
Hayyyuuuuuu! Siapa takut!? (hooo…korban iklan!).