Pengangguran : A Safety Zone

Waktu berlalu sekian lama. Rasa-rasanya, sudah begitu banyak waktu berharga yang terlewatkan. Belakangan, aku menyadari—meski pun sering tak bisa ngisi pulsa, sering ndak bisa hadiri banyak acara karena ndak punya duit,hihi—menjadi ‘pengangguran’ adalah zona nyamanku. Aku senang. Aku menikmatinya. Entah mengapa. Bukannya kelebihan waktu, menjadi ‘pengangguran’ justru membuatku merasa kekurangan banyak waktu. Bukan hanya waktu, tapi kemudian ada yang lebih berharga untuk kulewatkan. Kesempatan. Ya, kesempatan…

Katanya, keberuntungan itu adalah ketika kesiapan bertemu dengan kesempatan. Selain kesiapan yang masih ‘ogah-ogah’an, aku juga telah melewatkan banyak kesempatan emas begitu saja. Menyesal? Tentu saja. Tapi, semoga belum terlambat terlambat. Ya, belum terlambat, insya Allah…

Kadang, aku berpikir, bahwa banyak hal-hal kecil yang telah menyibukkanku. Banyak hal. Aku lena. Aku abai. Dan baru menyadarinya setelah begitu banyak yang terlewat. Bahkan aku berpikir, bahwa aku baru saja melukiskan sebuah sketsa kehidupan. Bahkan masih banyak coret-moretnya pada sketsa itu… Aah, ternyata baru kusadari sekarang…



Engkau tahu Bloggie, dahulu aku begitu bersiap diri untuk sebuah harapan yang aku rajut perlahan-lahan. Semakin lama semakin membesar. Laiknya bola salju yang bergulir dari puncak hingga ke lembah. Semakin bergulir, semakin bertambah besar ia. Tapi, pada satu titik, bola salju yang semakin membesar itulah yang kemudian meledak dan menghancurkan persis pada diriku sendiri. Aku terkapar karenanya…

Dan, setelah segalanya porak poranda, barulah kusadari, bahwa aku memang telah dibodoh-bodohkan oleh harapanku sendiri yang semu itu… Sebab, naifnya, aku sempat begitu berharap pada manusia. Aku melupakan banyak hal-hal besar dan terlalu disibukkan dengan hal-hal kecil itu. Begitu banyak waktu dan kesempatan yang telah terlewat sebab ‘kebodohan’ku itu…

Tapi Bloggie, di sisi yang lain, kepada keporak-porandaan itu aku perlu nyatakan terima kasih. Sebab, telah banyak ia keluarkan aku dari segala ‘kebodohan’ itu… Semoga, ini jadi titik loncatan tersendiri bagiku. Sebab, segala sesuatu PASTI punya harga. Aku yakin itu…

Ahh Bloggie. Terkadang, aku berpikir, ini adalah pilihan paling pengecut yang kupilih. Pilihan pengecut untuk menghindari kepengecutan lainnya. Bahkan aku tak tau, hendak mengapakah aku dengan pilihan kali ini, sementara out put yang ingin kucapai itu memiliki jalan lain yang barang kali memiliki kelebihan yang baik pula? Sebagian sahabatku berkata, “tak perlu pulalah kau pilih pilihan ini sekarang. Tho, masih banyak kesempatan lain terbuka untukmu…” Tapi, aku tetap pada pilihanku yang bahkan masih kabur sketsa nya itu…

Maka kali ini, sungguh tak ingin sketsanya menjadi buram. Aku ingin membangun puing-puingnya. Aku ingin, ada sketsa lanskap yang terpampang dengan jelasnya… Jika kemudian kehendak-Nya merubah sketsa itu, maka biarlah kehendak-Nya saja yang berlaku… Ya, biarlah kehendak-Nya saja yang berlaku…

Mari berbenah, wahai diriku… untuk esokmu (esok di duniamu dan esok yang abadi) yang lebih baik…
mantapkan langkah, lukislah asa, berikhtiar, lalu pada-Nya saja labuhkan segala asa itu. Bukan padanya, pada mereka, pada dia, atau pada siapapun itu…

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked