Untuk kali keduanya lelaki berkupiah putih itu mengajakku berbicara di tempat yang sama. Lelaki yang mengenakan kaos salah satu pasangan cabup cawabup di kampung kami, dengan celana wol yang sudah usang. Dan kopiah putih yang tak pernah lepas dari kepalanya. Dua bola mata yang bundar. Kumis yang telah bercampur antara warna hitam dan putih. Serta bibir yang senantiasa menyunggingkan sebilah senyum.
Sekilas, laki-laki itu terlihat sangat biasa-biasa saja. Tak ada keganjilan apapun yang kutemukan dari penampilannya. Tapi, setelah berbicara ngaur tak beraturan berikut tingkah aneh yang diperlihatkannya dengan gaya bicaranya yang begitu berbeda dengan makhluk normal lainnya, barulah pikiranku curiga “jangan-jangan si Bapak ini….tidak waras!”
Kucoba mengimbangi bicara sang Bapak. Mengiyakan. Ikut tertawa kala dia tertawa. Sebab—bagiku, dalam kondisi bagaimana pun, aku harus tetap menghargai lawan bicaraku dan mengapresiasinya dengan wajah secerah mungkin—bahkan dalam kondisi aku bersedih sekali pun. Makanya, bagi orang-orang yang baru kenal denganku, umumnya mengatakan bahwa aku selalu tertawa ceria dan tampak tak pernah ada masalah meskipun aku tengah dirundung kesedihan. Padahal, di dalamnya…..heuu….sedang ’tarumuak’. hehe.
Kala itu, aku sedang menunggu travel menuju Padang. Dan, saat itulah si Bapak itu datang menghampiriku. Aku semakin gelisah melihat isi “ota” si Bapak yang makin ngalor ngidul tak beraturan itu. Semua mobil yang lewat dibilangnya adalah miliknya. Haduuuuh… Ingin sekali aku kabur dari tempat itu, tapi, sudah terlanjur berjanji sama orang travelnya kalo aku akan menunggu di sana. Dalam hati aku berdo’a agar travelnya cepat datang, sambil tetap memasang wajah appreciate sama si Bapak.
Akhirnya, si travel pun datang. Alhamdulillaah. Dengan segera aku masuki travelnya tanpa melirik lagi kepada si Bapak. Takut-takut nantinya si Bapak menuduh travel itu juga mobil kepunyaannya. Hehe. Sesampai di dalam travel, aku malah ditertawakan karena ngobrol sama orang gila. Heuu…
Ada pelajaran berharga yang dapat kupetik dari peristiwa ini. Ini semua mengajarkanku betapa berharganya ni’mat akal sehat. Akal sehatlah yang membedakan antara manusia dengan segenap hewan-hewan lainnya. Akal sehatlah yang membuat manusia lebih tinggi dari segenap makhluk bumi lainnya….
Namun, ternyata banyak juga yang tak menyadari dan tak men-syukuri betapa berharganya ni’mat sehat akal ini. Banyak juga yang masih malas-malasan belajar. Malas-malasan menuntut ilmu. Lebih memilih main PS ketimbang ikut pelajaran sekolah. Padahal, setiap kita diberikan kapasitas yang hampir sama, untuk meng-entry segenap ilmu ke dalamnya…
Aihh, meski ditertawakan, tapi kemudian aku mendapat pelajaran berharga dari si Bapak itu. Bahwa Alloh telah anugrahkan sebuah ni’mat luar biasa, yaitu ni’mat untuk berakal. Ni’mat untuk dapat berpikir. Sungguh, kita lebih beruntung dari segenap orang-orang yang tak bisa menggunakan fasilitas dari Alloh ini, apakah itu sebab ketidakwarasan, down syndrome, squele permanent akibat kecelakaan, ataupun Transient Ischemic Attact, atau entah apa lagi. Sungguh, ni’mat dapat menggunakan akal sehat itu adalah ni’mat yang sangat luar biasa.
Lalu, setelah begitu banyak nikmat yang Alloh curahkan, apakah pantas untuk kita sia-siakan? Sungguh, tidak! Sama sekali tidak! Dan sungguh, kapasitas otak kita adalah amat sangat luas! Semakin kita isi, semakin terbentuk jaringan-jaringan yang akan menghidupkan kondisi dormannya. Semakin kita diamkan, semakin sel-sel itu mengalami delesi. Sungguh, otaklah satu-satunya sel yang tidak dapat beregenerasi. Maka, selagi sel-selnya belum mati, mari kita isi dengan segenap ilmu yang bermanfaat. Mari…yuk mari… Jangan lupa untuk saling mengingatkan… ingatkan aku yaaaah…
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Comment:
Post a Comment
Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked