Hobby vs Ahli


Hmm…, terkadang aku merasa, aku adalah orang yang “tak penah mendalami” suatu bidang begitu dalamnya. Well, kusebut saja aku ini cukup “generic”. Hee…(bukan generic volume lho, apalagi obat generic. Haha, tak nyambung banged!). Kemudian aku baru nyadar, kalo aku itu memang memiliki dominasi hemisfer otak yang lebih kanan (lho??) Hehe. Maksudnya, potential hemisfer otak kanan lebih dominan, sehingga, aku lebih senang mengerjakan sesuatu yang memang mengundang imajinasi. Tapii, aku bukan seorang yang ahli. Hmm…, bisa disebut sekedar hobby.

Nah…, sesekali, aku coba melirik-lirik kiri-kanan! (huup! Ge-Be uy, gebe!) heee…, bukan itu maksudnya! Aku memperhatikan, temen2 yang meraih IPK lima besar tertinggi dan terbaik di angkatan, mereka adalah orang-orang yang fokuss, yang kerjanya Cuma blajaaaaaaaaaarrr ajah. So, maka dia memang sangat pantas mendapatkan itu semua. Lalu, yang punya keahlian bahasa jepang misalnya, bisa membuatnya jalan-jalan ke mana-mana dengan kehalian bahasa jepang yang dimilikinya, bahkan peluang beasiswa ke negeri sakura itu. Yang punya keahlian elektronik dan computer, selalu dihunting banyak orang untuk mengadukan masalah komputernya. Yang memang focus bisa nulis, mereka pun kemudian menjadi penulis-penulis hebat yang karyanya sangat mengudara (koq mengudara yaaah? Seharusnya kan membumi! Hehe). Yang memiliki keahlian jahit menjahit, mereka selalu “dicari” untuk keperluan jahit menjahit (ya iya laaah, masa’ untuk keperluan desain. Kecuali kalo dia punya dua-duanya keahlian! Hehehe). Yang memiliki keahlian desain, selalu dihunting oleh orang-orang untuk mendesainkan apa saja. Bahkan di kampus misalnya, sepertinya desainnya itu ada di mana-mana. Aku melihat, mereka adalah orang-orang yang focus dan sangat mendalami bidangnya sehingga, kita bisa menyebutnya seseorang yang “ahli”.

Aku???
Hmm….aku…., tidak termasuk orang ahli di suatu bidang, yang sangat mendalam. Aku menyukai banyak hal. Aku menyukai dunia jurnalistik, aku menyukai desain, aku menyukai ilmu kejiwaaan (heee….), aku menyukai rekayasa foto, aku menyukai fotografi, Tapiiii, aku tak menjadi ahli seperti yang mereka. Aku tidak mendalami semuanya, meskipun aku menyukai. Hanya sekedar hobby saja. Dan tentu saja, aku tak pantas disebut sebagai seorang yang ahli. Di bidang akademis, hooo…aku jugah bukan apa-apa. Semua serba sedang-sedang saja.

Aku bisa mengerjakan dua pekerjaan sekaligus. Ga’ focus. Hehe. Apa contoh?? Kuliah sambil tidur. Menghafal sambil ”mahota”. Hahaha, becanda! Mana bisalaah! Maksudnya, aku sangat gampang pindah ke suatu pekerjaan lain, bahkan sebelum pekerjaan pertama selesai. Heeee…

Lamat-lamat, aku menyadari, betapa “menjadi ahli” itu sebenarnya “menghasilkan”. Ketika bisa focus di suatu bidang, maka, itu akan menghasilkan! Atau, melakukan komersialisasi terhadap hobby?

Hmmm…, setidaknya, dengan keahlian yang dimiliki, bisa membantu orang lain (kalau pun tidak dikomersialisasikan). Bermanfaat bagi orang lain. Bukankah itu lebih indah? Ketika kita menyukai suatu pekerjaan tentulah melakukannya tidak berat bagi kita. Karena, kita menyukainya. Sebaliknya, kita dapat membantu orang lain yang membutuhkannya. Bukankah itu adalah kebahagiaan tersendiri?

So??
Kesimpulannya??
Jadilah ahli (ahli urut, ahli tidur, ahli gombal!). Hohoh, sotoy! Jangan! Jangan dibenarkan yaah!! Hhehe.

0 Comment:

Post a Comment

Feel free to accept your comment. Spam comment will be deleted and blocked